Siapapun orang tentu tidak ingin terkena musibah atau bencana. Akan tetapi tidak semua orang siap ketika tiba-tiba berhadapan dengan yang namanya musibah atau bencana.
Jadi, ada yang karena memang mereka abai terhadap kemungkinan datangnya bencana, ada yang kurang serius atau memandang enteng suatu bencana, ada juga yang mungkin tidak tahu jika bencana itu bisa datang.
Oleh karena itu biasanya pemerintah selalu memberikan informasi peringatan dini terhadap kemungkinan datangnya bencana, baik itu bencana akibat cuaca seperti hujan lebat, angin ribut serta bencana akibat gunung meletus dan gempa bumi.Â
Tetapi seperti yang sering kita lihat, bahwa meski peringatan dini itu telah diinformasikan sebelumnya, namun masih ada saja masyarakat yang menanggapi dan menyikapinya hanya dengan santai dan tidak serius.
Saya tidak berbicara tentang orang lain, tetapi saya berbicara tentang diri saya sendiri (yang saya yakin sama dengan kebanyakan orang).Â
Bahwa saya termasuk orang yang abai terhadap peringatan dini antisipasi bencana baik itu selaku pribadi maupun selaku "ketua RT " sebuah amanah yang kebetulan dipercayakan warga kepada saya.
Kejadiannya begini, hari Minggu kemarin kota kami di Kendari tertimpa musibah bencana angin puting beliung, hampir 70 persen wilayah kota terkena dampak dari bencana puting beliung ini.
Pohon-pohon banyak bertumbangan hingga ada yang menimbulkan korban jiwa, atap rumah porak-poranda diterjang angin yang mengamuk, listrik terputus di banyak tempat.
Bahkan hingga sekarang 36 jam lebih pasca kejadian masih ada beberapa tempat yang belum pulih pasokan listriknya (masih padam). Bekas-bekas pohon tumbang masih banyak terlihat dan belum terangkut.
Sebenarnya peringatan dini terhadap kondisi cuaca yang tidak bersahabat ini beberapa waktu sebelumnya telah diinformasikan kepada masyarakat.Â
Kondisi cuaca pun sudah menunjukkan tanda-tanda akan ada hujan lebat, selama berhari-hari langit terus mendung dan angin bertiup sedikit kencang.Â
Pemerintah kota pun sudah melakukan penebangan dan pemangkasan lebih dari 1000-an pohon dan masih terus melakukannya tetapi bencana keburu datang sebelum penebangan dan pemangkasan pohon selesai.
Dalam halnya dengan masyarakat, ternyata banyak yang tidak siap, karena tidak atau kurang peduli. Biasalah budaya masyarakat kita, nanti setelah kejadian baru ngeh, harusnya melakukan ini dan itu.Â
Termasuk dengan saya, informasi peringatan dini potensi banjir dan angin ribut sudah ada, tetapi cara menyikapi informasi peringatan dini ini yang tidak tepat, ada kesan memandang enteng potensi kerawanannya.Â
Kebanyakan yang diantisipasi adalah potensi banjirnya, selokan sudah dibersihkan dari sampah, barang-barang sudah siap diamankan jika sekiranya tiba-tiba banjir datang.
Nah, satu yang terlupa atau diabaikan adalah potensi angin ribut. Seharusnya segala sesuatu yang rawan jika terjadi angin kencang sudah diantisipasi, misalnya pepohonan yang rawan tumbang atau patah sudah ditebang atau dipangkas, atap rumah sudah diperiksa dengan cermat apakah perlu perkuatan atau tidak.
Yah, ketika bencana itu datang pada hari Minggu sekitar pukul 16.30 Wita, pepohonan yang memang belum diantisipasi hampir sebagian besarnya patah dan tumbang ada yang menimpa rumah, kendaraan dan bahkan orang hingga mengakibatkan ada yang meninggal dunia.Â
Atap rumah banyak yang hilang berterbangan, jumlahnya belum terkonfirmasi resmi karena tanggap darurat oleh pemerintah kota ditetapkan hingga 1 Minggu mendatang.
Tetapi satu yang patut disyukuri adalah tindakan pasca bencana, pemerintah kota, TNI-Polri bersama masyarakat dan unsur-unsur terkait segera bertindak sesuai porsi dan kapasitasnya masing-masing.Â
Kerusakan yang hampir merata di sebagian besar wilayah kota Kendari segera ditangani tanpa dikomando lagi, aparat di tingkat paling bawah RT/RW segera bergerak melakukan penanganan di wilayahnya masing-masing termasuk melakukan pendataan kerusakan dan kerugian yang timbul di masyarakat dan lingkungannya.
Adapun saya, ketika angin sudah agak mereda, namun kilatan dan gelegar petir masih bersahutan, begitu melihat sebuah pohon beringin tua yang sebelumnya berdiri lebat dan tegar kini sudah hilang terpapas angin. Khawatir ada korban.
Ketika itu saya segera berlari menuju lokasi, lupa memakai baju hanya bercelana pendek tanpa memperdulikan ancaman petir yang masih terus bersahutan di langit yang menghitam.Â
Alhamdulillah patahan pohon jatuh ke tempat yang tidak padat rumah, hanya menimpa satu rumah dan Alhamdulillah tidak ada korban jiwa dan cedera.
Tak peduli hanya mengenakan celana pendek, badai petir dan rasa dingin saya ditemani beberapa teman keliling memeriksa kerusakan apa yang ditimbulkan, tapi apa yang mau dikata malam sudah turun dan kegelapan karena listrik padam di hampir seluruh wilayah kota Kendari kegiatan kami hentikan.Â
Esoknya baru kami lanjut lagi, di subuh yang masih dingin kamu sudah bergotong royong membersihkan dan membetulkan kerusakan yang bisa kamu kerjakan.
Sebuah catatan ringan, malamnya banyak yang kesulitan mencari lilin untuk penerangan di rumah. Aji mumpung para pedagang lilinpun panen dan dengan kejamnya menaikkan harga lilin dari 2000 rupiah per batang menjadi Rp 5000, itupun ludes seketika.Â
Nah, beruntung bagi yang punya hp bisa untuk bantuan penerangan. Akan tetapi, keesokan paginya banyak yang sibuk mencari tempat untuk mencas hp yang mulai lowbat, padahal dalam kondisi seperti ini hp menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan.
Kesimpulannya, kesiap-siagaan sebagian besar masyarakat terhadap potensi bencana masih minim meski peringatan dini telah disampaikan dengan baik dan jelas oleh pemerintah.
Apa yang harus dilakukan sebelum bencana datang harus diketahui dan harus dilakukan. Kemudian apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan saat bencana terjadi juga harus sudah diketahui dengan jelas dan pasti, serta apa yang harus disiapkan setelah bencana terjadi harus sudah disiapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H