Satu contoh, hal yang tidak biasa adalah pengumuman kenaikan harga BBM itu dilakukan dan diberlakukan di siang hari. Bukannya ingin membandingkan dengan kebijakan di jaman orde baru, dimana pengumuman kenaikan harga BBM dilakukan dan diberlakukan saat tengah malam pukul 00.00.Â
Mengapa ini penting, ini bukan masalah mengelabui masyarakat dengan kenaikan yang tiba-tiba. Jika dilakukan dan diberlakukan tengah malam, hampir sebagian besar stok BBM hari itu telah habis terjual. Ketika esok harinya harga beli dan harga jual SPBU sama berlaku harga yang baru.
Lain halnya dengan pemberlakuan harga baru di pukul 14.30, ini sama sekali tidak berpihak kepada rakyat, tetapi lebih cenderung menguntungkan pengusaha dalam hal ini, SPBU. Betapa tidak, di jam begitu persediaan BBM yang harusnya dijual dengan harga lama tentu masih banyak yang tersimpan di tangki SPBU (belum terjual).Â
Nah berarti, pengusaha SPBU akan mendapatkan keuntungan lebih banyak dari selisih harga lama dengan harga baru yang berlaku. Dan bagi masyarakat yang seharusnya membeli dengan harga lama, namun misalnya karena satu dan lain hal belum sempat membeli sebelum pukul 14.30, tentu akan dirugikan, yang tadinya bisa mendapat 4 liter tetapi jadinya hanya bisa mendapat 3 liter saja.
Menaikkan harga BBM sejatinya bukanlah hal yang sederhana, bukan hanya menyangkut pertimbangan keuangan negara, ekonomi, sosial dan juga politik, akan tetapi juga harus melihat momentum serta sense of belonging atas rakyat dari negeri kita yang tercinta ini.Â
Salah satu alasan penting dari membengkaknya subsidi BBM ini adalah akibat banyak BBM subsidi yang digunakan oleh orang yang tidak berhak (Orang berada). Sungguh bukanlah hal yang sulit untuk melihat mana yang kaya dan mana yang bukan saat akan membeli BBM di SPBU, mulai dari petugas SPBU hingga masyarakat bisa menjadi penilai mana yang bisa membeli BBM bersubsidi.
Namun, nasi telah menjadi bubur. Mau tidak mau masyarakat harus bisa beradaptasi dengan keadaan, kenaikan harga BBM ini jelas akan membawa dampak signifikan yang tidak mudah bagi banyak orang. Resiko pertama yang akan kita hadapi adalah inflasi. Sebagai contoh saat pemerintah menaikkan harga BBM pada tahun 2013 dan 2014, hal itu menyebabkan tingkat inflasi mencapai 8, 38 persen dan 8, 36 persen.
Selain inflasi kenaikan harga BBM juga berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi yang bisa saja pertumbuhan ekonomi kita terkoreksi dari proyeksi 4,9 persen menjadi di bawah 4,5 persen. Begitu juga dengan konsumsi rumah tangga akan berpotensi menurun akibat kenaikan harga BBM ini.
Kenaikan harga BBM bersubsidi juga diprediksi akan memicu terjadinya pelemahan nilai tukar  rupiah akibat terjadinya inflasi domestik. Apalagi jika The Fed juga menaikkan nilai suku bunga acuan, maka tekanan terhadap pelemahan nilai tukar rupiah semakin berat.
Efek domino kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada dunia kerja. Dimana kenaikan harga BBM, mau tidak mau akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, menurunnya daya beli masyarakat tentu akan menjadikan dunia usaha melakukan pengurangan produksi, dan ini akan berpotensi membuat dunia usaha merumahkan pekerjanya/karyawannya. Salah satu yang rentan terhadap penurunan daya beli masyarakat adalah industri tekstil dan garmen.