Malam sudah mulai larut, tapi suasana warung kopi Daeng masih cukup ramai, kelompok kami juga masih asyik dan semakin seru tenggelam dalam obralan ngalor ngidul ala warung kopi.Â
Mulai dari topik olahraga, budaya, kejantanan pria serta politik hingga perjuangan kemerdekaan bangsa ini, ramai jadi bahan cerita namun tak pernah tuntas, tiba tiba entah bagaimana telah berganti topik.Â
Namun bincang-bincang warung kopi kami mulai lebih fokus, ketika berbicara tentang pahlawan bangsa, pejuang bangsa yang sepertinya telah kehilangan tempat di hati para generasi milenial kita.Â
Kisah-kisah perang kemerdekaan memang selalu asyik untuk diceritakan, namun entah mengapa, di jaman milenial ini, kisah-kisah heroik dan patriotik para pahlawan dan pejuang bangsa ini, sepertinya kalah pamor, dengan cerita super hero imajinatif dari eropa ataupun jepang.Â
Mereka lebih mengenal dan bangga menyebutkan pahlawan imajinatif asing yang tergabung dalam justice league, seperti Superman, Capt. Marvel, Batman, bahkan Power Rangers.Â
Juga pahlawan imajinatif rekaan dari Jepang seperti Ultraman, Kamen Raider dan lain-lain. Anak milenial mungkin hanya mengenal nama-nama pahlawannya, bukan sebagai wujud penghargaan atas jasa-jasa mereka, tapi sekedar pengetahuan agar bisa lulus ujian sekolah saja.Â
Bahkan mungkin mereka hanya mengenal nama pahlawan sekedar sebagai nama dari sebuah jalan di kota mereka, lalu bagaimana mereka bisa mengenal perjuangan dan pengorbanan yang heroik para pejuang yang namanya dan perjuangannya tidak tercatat dalam sejarah perjuangan yang diajarkan di sekolah, padahal ada begitu banyak hal-hal heroik dan membanggakan yang telah ditunjukkan oleh pejuang bangsa baik yang telah gugur sebagai pahlawan tanpa nama, maupun yang kini sebagai veteran perang yang dipandang sebagai laskar tak berguna, begitu miris.Â
Heroisme dan patriotisme para pejuang bangsa hanya ada di dada para pejuang itu sendiri, paling jauh itu hanya mengalir dalam diri sanak keluarganya saja.Â
Padahal sejatinya semangat heroisme dan patriotisme itu haruslah mengalir dalam dada para pemuda generasi penerus bangsa, sebagai pembangkit dari rasa nasionalisme yang perlahan mulai luntur.
"Sepertinya anak-anak sekarang, justru lebih mengidolakan Batman, karena mereka melihat heroisme Batman melawan Joker, yang divisualisasikan secara nyata dan heroik dalam film, begitu juga Superman, Spiderman, Kamen Raider dan macam-macam" kata Andi mencoba memberikan pendapatnya.
"Coba kita tanya pada diri kita sendiri, perjuangan heroik seperti apa yang dilakukan oleh Jendral Sudirman, oleh Imam Bonjol, paling kita tahu beliau-beliau semua berjuang melawan penjajah Belanda, tapi kita tak pernah tahu atau sudah lupa bagaimana mereka berjuang selamat dari musuh dan menghancurkan musuh, yang sebenarnya jauh lebih seru daripada pertarungan antara Batman melawan Joker" kata Andi lagi begitu serius.
"Betul sekali, bisa jadi anak milenial sekarang hanya tahunya pahlawan itu cuma nama jalan saja atau nama Bandara dan nama Universitas" kataku menambahkan.
"Coba lihat di Mall-Mall, kostum super hero imajinatif banyak dijual, tapi adakah yang menjual kostum model pejuang kemerdekaan, sulit, kita harus berburu dan bahkan harus buat sendiri, kalau mau ikut karnaval agustusan" kata Leman tak mau kalah.
"Malah yang ngetop sekarang adalah cosplay dari tokoh-tokoh fiktif, animasi dan imajinatif, mereka rela merogoh kocek yang dalam, demi sebuah kebanggaan dengan penampilan cosplaynya, yang bahkan dilombakan" lanjut Leman lagi.
Fian yang kutu buku juga tidak mau kalah, memberi pandangannya.
"Aku pernah sedih dan nelangsa membaca sebuah kisah sederhana dari salah satu laman di internet, wawancara dengan seorang pejuang yang tidak dikenal oleh sejarah". Fian berhenti sejenak menghisap rokoknya.
"Saking antusiasnya beliau minta izin untuk mengganti kaos yang dipakainya, dan menggantikannya dengan seragam kebanggaan, seragam biru muda dengan sederet tanda penghargaan di dada kiri plus baret jingga TNI AU di kepala, Seragam yang jadi simbol pengabdian tulusnya pada negeri tercinta, lalu kebanggaan manalagi yang bisa mengalahkan kebanggaan seorang pejuang" lanjut Fian lagi dengan intonasi yang sedih.
Pahlawan sekarang tinggallah nama saja, siapa dia ? dan bagaimana dia ? hanya tinggal catatan usang di buku-buku yang berdebu, yang masih selalu baru walau telah lama dicetak, karena tak pernah disentuh untuk dibaca.Â
Pahlawan yang tercatat saja begitu tersisihnya, bagaimana pula dengan mereka yang hanya sebagai pejuang kemerdekaan, yang hanya menjadi catatan pinggir buku sejarah, atau bahkan yang terabaikan sama sekali, hilang ditelan usia tuanya dan digulung oleh ajal yang menjemput, pergi bersama kebanggaannya sebagai pejuang yang rela berkorban, jiwa dan raga demi merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini.
Kisah-kisah heroik perjuangan kemerdekaan dulu, begitu heroik, mengandung nilai-nilai patriotisme, nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai nasionalisme yang dalam. Yang sekarang sepertinya menjadi barang langka, perjuangan dengan pengorbanan tanpa pamrih.
"Perjuangan dulu itu, bukan hanya diwarnai realitas tapi banyak yang diwarnai dengan hal-hal supra natural, hal-hal mistis" kata Fian.
"hal mistis seperti apa itu Fian ?" tanyaku.
Fian kemudian menceritakan kisah yang dibacanya di sebuah laman internet, bagaimana ketika tentara pejuang kita, mencoba menghambat laju pergerakan maju dari pasukan Belanda, dengan cara ingin meruntuhkan sebuah jembatan tua, namun cukup strategis.
Berkali-kali upaya meruntuhkan jembatan tersebut, dengan cara meledakkannya, selalu saja gagal, dinamit yang dipasang dan ditanam tidak bisa meledak, berkali-kali dicoba dan hasilnya selalu saja tetap sama, hal ini tentu saja membuat para pejuang berkesimpulan bahwa ada satu kekuatan gaib yang melindungi jembatan tersebut.Â
Dan demikianlah adanya, ketika Sang Komandan pasukan, pergi untuk melihat langsung kondisi jembatan, disaat itu menjelang malam, mereka melihat disisi jembatan telah menunggu pasukan kerajaan dari jaman dulu, lengkap dengan persenjataan kuno mereka menghadang para pejuang, kontan saja mereka semua berhamburan melarikan diri, meninggalkan Sang Komandan seorang diri.Â
Namun Sang Komandan meskipun dalam keadaan takut tapi tetap tenang, beliau memperkenalkan diri sebagai komandan dari pasukan pejuang, dan mohon izin untuk menghancurkan jembatan demi menghalangi tentara musuh.Â
Selesai berkata demikian tiba-tiba ribuan tentara kerajaan kuno tersebut raib, entah kemana. Ketika keesokan harinya percobaan menghancurkan jembatan tersebut dilakukan, hanya sekali coba langsung meledak dan jembatan tersebut runtuh. Begitu cerita Fian tentang hal-hal mistis yang kadang terjadi dan mewarnai perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan ini.
Diceritakan pula oleh Fian, bagaimana ketika sang komandan itu tertangkap oleh pihak musuh, beliau dibawa ke markas musuh untuk diinterogasi, beliau dipaksa untuk menyerah dan menjadi pasukan musuh, namun beliau bersikukuh tak mau bergabung dengan musuh, beliau tak terbujuk oleh rayuan musuh dan tetap menjaga kerahasiaan kekuatan pasukannya dan juga kawan-kawannya.Â
Tentu saja kekeras kepalaan sang komandan yang tidak mau bekerjasama dengan pihak musuh ini, harus dibayar mahal olehnya, siksaan demi siksaan baik secara fisik maupun psikis terus saja dialaminya, namun dia tetap tak bergeming, hingga pada akhirnya beliau dijatuhi hukuman mati. Pelaksanaan eksekusi akan dilaksanakan di lapangan keesokan harinya.Â
Tengah malam saat sudah berganti tanggal, proses eksekusi akan segera dilaksanakan, sang komandan digiring ke sebuah ladang untuk segera dieksekusi. Dalam keadaan yang kritis ibarat telur di ujung tanduk, ibarat leher telah di ujung kilau pedang, pertolongan Allah datang. Saat akan dinaikkan ke atas kendaraan, tiba-tiba saja ada kabut tebal yang turun, membuat para serdadu musuh sejenak kehilangan fokus.Â
Dalam sepersekian detik Sang Komandan melihat ada peluang untuk meloloskan diri, melihat para tentara yang mengawalnya sedikit lengah, hanya seorang pengawal yang ada tepat di belakangnya, entah kekuatan darimana dengan sekali ayunan tangan yang masih dalam keadaan terborgol, Sang Komandan memutar tubuhnya dan tangannya tepat menghantam kepala penjaganya yang langsung terjengkang ke belakang dan jatuh dari atas truk, belum sempat ia tersadar Sang Komandan telah melompat tepat di atas perutnya yang membuat Sang Penjaga langsung tak berkutik.Â
Tanpa menunggu lama Sang Komandan pun langsung melarikan diri menerobos kelebatan semak, meski dengan kedua tangan yang masih terborgol. Dia pun berhasil lolos dan mencapai ke batas kota, meski dengan sejumlah luka yang menghiasi wajah dan sekujur tubuhnya akibat dari penyiksaan kala diinterogasi.Â
Sang komandan pun akhirnya berhasil menemui sisa pasukannya, yang begitu bersukacita melihat komandannya berhasil meloloskan diri dari maut yang sudah di depan mata.
Malam sudah semakin larut, kamipun mengakhiri acara minum kopi. Kami kembali ke rumah masing-masing dengan membawa rasa penasaran, bagaimana membangkitkan kembali heroisme perjuangan masa lalu ke dalam jiwa generasi kini untuk berkontribusi di palagan perjuangan yang dihadapi oleh bangsa ini di masa sekarang dan juga di masa depan.
Daftar bacaan: historia.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H