"Betul sekali, bisa jadi anak milenial sekarang hanya tahunya pahlawan itu cuma nama jalan saja atau nama Bandara dan nama Universitas" kataku menambahkan.
"Coba lihat di Mall-Mall, kostum super hero imajinatif banyak dijual, tapi adakah yang menjual kostum model pejuang kemerdekaan, sulit, kita harus berburu dan bahkan harus buat sendiri, kalau mau ikut karnaval agustusan" kata Leman tak mau kalah.
"Malah yang ngetop sekarang adalah cosplay dari tokoh-tokoh fiktif, animasi dan imajinatif, mereka rela merogoh kocek yang dalam, demi sebuah kebanggaan dengan penampilan cosplaynya, yang bahkan dilombakan" lanjut Leman lagi.
Fian yang kutu buku juga tidak mau kalah, memberi pandangannya.
"Aku pernah sedih dan nelangsa membaca sebuah kisah sederhana dari salah satu laman di internet, wawancara dengan seorang pejuang yang tidak dikenal oleh sejarah". Fian berhenti sejenak menghisap rokoknya.
"Saking antusiasnya beliau minta izin untuk mengganti kaos yang dipakainya, dan menggantikannya dengan seragam kebanggaan, seragam biru muda dengan sederet tanda penghargaan di dada kiri plus baret jingga TNI AU di kepala, Seragam yang jadi simbol pengabdian tulusnya pada negeri tercinta, lalu kebanggaan manalagi yang bisa mengalahkan kebanggaan seorang pejuang" lanjut Fian lagi dengan intonasi yang sedih.
Pahlawan sekarang tinggallah nama saja, siapa dia ? dan bagaimana dia ? hanya tinggal catatan usang di buku-buku yang berdebu, yang masih selalu baru walau telah lama dicetak, karena tak pernah disentuh untuk dibaca.Â
Pahlawan yang tercatat saja begitu tersisihnya, bagaimana pula dengan mereka yang hanya sebagai pejuang kemerdekaan, yang hanya menjadi catatan pinggir buku sejarah, atau bahkan yang terabaikan sama sekali, hilang ditelan usia tuanya dan digulung oleh ajal yang menjemput, pergi bersama kebanggaannya sebagai pejuang yang rela berkorban, jiwa dan raga demi merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini.
Kisah-kisah heroik perjuangan kemerdekaan dulu, begitu heroik, mengandung nilai-nilai patriotisme, nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai nasionalisme yang dalam. Yang sekarang sepertinya menjadi barang langka, perjuangan dengan pengorbanan tanpa pamrih.
"Perjuangan dulu itu, bukan hanya diwarnai realitas tapi banyak yang diwarnai dengan hal-hal supra natural, hal-hal mistis" kata Fian.
"hal mistis seperti apa itu Fian ?" tanyaku.