"Karena aku mencintaimu." lanjut Sarah. "Aku mencintaimu lebih dari apa pun. Tapi cinta saja tidak cukup jika kau terus menerus melukai perasaan orang yang mencintaimu."
Bayu mendekati istrinya, mencoba menggenggam tangannya. Namun, Sarah menarik diri.
"Aku sudah memaafkanmu terlalu banyak kali, Mas. Aku lelah. Aku tidak bisa terus hidup dalam lingkaran ini."
"Sarah, aku bisa berubah. Kumohon, beri aku satu kesempatan lagi." Bayu memohon.
Sarah menggeleng. Air matanya mengalir pelan. "Aku sudah memberimu banyak kesempatan. Tapi kali ini aku harus memilih diriku sendiri. Aku ingin bahagia, Mas. Dan aku tak lagi bisa menemukannya di sini."
Sejak hari itu, hidup Bayu berubah total. Rumah yang dulu dipenuhi suara tawa Sarah kini menjadi sunyi. Bayu mulai merasakan kehilangan pada hal-hal kecil yang selama ini dianggap remeh: aroma masakan Sarah, gelak tawa mereka saat menonton film, dan bahkan pertengkaran kecil yang dulu dianggap menyebalkan.
Ia menghabiskan malam-malamnya dengan menatap layar ponsel, berharap ada pesan dari Sarah. Namun, tidak pernah ada.
Bayu mencoba mencari pelarian. Ia kembali bertemu dengan teman-temannya, mencoba mengalihkan perhatian dengan tawa dan alkohol. Tapi semua terasa hampa.
Suatu malam, Bayu berdiri di depan cermin di kamar mereka yang dulu. Ia melihat bayangan dirinya yang berbeda. Mata yang dulu penuh percaya diri kini tampak lesu. Wajah yang dulu selalu dihiasi senyum kini dipenuhi garis-garis penyesalan.
"Ini semua salahku." gumamnya.
Bayu mencoba menghubungi Sarah. Ia mengirim pesan, menelepon, bahkan mencoba menghubungi teman-teman dekatnya. Namun, Sarah tetap tidak memberikan jawaban.