Tentu banyak dari mereka yang merasa heran, maupun sedikit takut, ketika para Kanisian diberikan tugas untuk menjalankan ekskursi sebagai perjalanan keluar terakhir mereka sebelum mereka terdorong tugas-tugas kelas 12 lainnya.
Persepsi banyak orang akan pondok pesantren sudah banyak terpengaruh oleh media yang dikonsumsi. Hal itu sama pula dengan para Kanisian, yang hampir semuanya hanya pernah bersekolah pulang pergi dari rumah. Konsep belajar beserta tinggal di sekolah setiap hari merupakan hal yang begitu asing bagi mereka.
Walaupun ada rasa bingung, bahkan sampai rasa takut itu, banyak Kanisian didominasi oleh perasaan penasaran dan ingin tahu untuk mengikuti kegiatan selama di pondok pesantren masing-masing. Seminar dialog antar agama yang seharusnya menjadi pendahuluan bagi para Kanisian memberikan gambaran toleransi dari perspektif agama lain, sekaligus mempersiapkan para Kanisian dalam mengikuti kegiatan ekskursi sebenarnya.
Setidaknya, Kanisian dapat mengetahui lokasi mereka untuk kegiatan ekskursi, walaupun tidak melebihi dari itu dan beberapa peralatan yang perlu dibawa. Pengalaman yang dapat diekspektasi di pondok pesantren adalah pengalaman-pengalaman yang tidak perlu dipikirkan sebelum mulai.
Ini adalah satu-satunya saat spesial bagi Kanisian untuk merasakan bagaimana tinggal di suatu sekolah di mana murid-muridnya tinggal dan bersekolah di tempat yang sama. Bagaimana perasaan mereka dalam mengalami kesempatan ini adalah interpretasi keberagaman mereka yang khas.
Mencari Amanat di Amanah Tasikmalaya
Beberapa Kanisian diperuntukkan tinggal di Pondok Pesantren Amanah Tasikmalaya. Dibangun pada tahun 1998, tidak hanya dimaksudkan sebagai tempat mengajar, tetapi juga sebagai tempat tinggal siswa. Tempat ini menjadi tempat tinggal tidak hanya untuk para santri dan santriwati, tetapi akan menjadi tempat tinggal 20-an Kanisian selama tiga hari dari 30 Oktober 2024 sampai dengan 1 November 2024.
Sampai di gerbang dalam pondok pesantren, banyak Kanisian mengira bentuknya sebagai suatu sekolah biasa, tetapi tidak lebih dari satu jam mereka semua melihat-lihat sekitar daerah pondok pesantren untuk mengetahui bahwa tempat tinggal bagi 270-an murid di SMP dan SMA kini berbeda dari yang ada di Kanisius.
Hari kedatangan Kanisius di Pondok Pesantren Amanah Tasikmalaya tidak membawa para santri dan santriwati keluar dari keseharian mereka, kecuali mereka yang ikut dalam IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah). Bagi mereka, itu adalah tanggung jawab mereka untuk menyiapkan sebagian besar dari kedatangan Kanisian bersama dengan pimpinan pondok pesantren itu sendiri.Â
Hal ini berbeda dengan Kanisius, yang walaupun banyak tugas diselenggarakan oleh OSIS dan badan yang terkait, belum begitu integral dalam keberlangsungan banyak kegiatan; di Amanah Tasikmalaya, santri selalu bekerjasama dengan pimpinan.
Perbedaan keseharian itu menjadi dorongan bagi para Kanisian untuk mengetahui lebih dalam tentang dinamika yang dijalani para santri dan santriwati hari ke hari. Terutama pula, bagaimanakah mereka bisa hidup tanpa menggunakan ponsel, dan mempersiapkan masa depannya.