Mohon tunggu...
Christophorus Daniel Kurniawan
Christophorus Daniel Kurniawan Mohon Tunggu... Murid

Filosofer abal-abalan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Ekskursi, Cermin Jernih Kehidupan Pondok Pesantren

21 November 2024   23:42 Diperbarui: 22 November 2024   03:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto KBM bahasa Inggris dan Arab di Masjid (sumber: Mattheo AR)

"Aja mbedakake marang spadha-padha." (Hargai perbedaan, jangan membeda-bedakan sesama manusia)

- Pepatah Jawa


"Pada akhir hari, kita sama-sama manusia saja."

Ulat dalam Baskom Apel Bersih

Data Indonesia mencatat bahwa Indonesia memiliki sekitar 39.043 pondok pesantren di seluruh kepulauannya pada jenjang tahun 2022/2023. Selain itu, tak kalah pula banyaknya santri yang tinggal di pondok pesantren, yang pada saat itu pula mencapai 4,09 juta jiwa.

Tidak ada salahnya untuk melihat Indonesia sebagai suatu hal yang sepenuhnya sangat beragam. Dilihat tidak hanya dari banyaknya ras dan kepercayaan masing-masing orang, tetapi kalau dari tempat di mana dan cara setiap orang menjalani hidup mereka, hanya dari itu dapat dilihat kebenaran dari kata keberagaman.

Walaupun banyak orang dapat mengatakan bahwa Indonesia itu terbukti beragam, kini lebih penting dari apapun bahwa orang melihat keberagaman tersebut dengan mata diri mereka sendiri. Tidak melebihi masa ini di mana berita buruk lebih menggaruk kegatalan dramatis para penonton dibandingkan hal-hal berbuat baik. Sungguh membingungkan masa kini dan konsumsi media.

Pondok pesantren pun kini tidak dapat begitu mudahnya saja luluh dari berita buruk. Berita Satu menayangkan artikel berita terkait dengan kasus pencabulan yang terjadi pada tiga santri oleh dua guru ngaji di pondok pesantren tersebut.

Meskipun demikian, meskipun banyak dari kasus-kasus ini seharusnya menjadi suatu pengecualian daripada suatu norma, ide-ide ini yang justru ditayangkan kepada para penonton dan konsumen media massal. Persepsi mereka akan pondok pesantren menjadi sangat berbeda dari kenyataan, terutama bagi mereka yang belum pernah mendekati ataupun merasakan pengalaman tinggal di tempat seperti itu. Rasa paranoia dan ketakutan yang irasional kini menjadi pegangan mereka apabila topik tersebut diungkit-ungkit.

Penasaran Tak Sering Membunuh Kucing


Tentu banyak dari mereka yang merasa heran, maupun sedikit takut, ketika para Kanisian diberikan tugas untuk menjalankan ekskursi sebagai perjalanan keluar terakhir mereka sebelum mereka terdorong tugas-tugas kelas 12 lainnya.

Persepsi banyak orang akan pondok pesantren sudah banyak terpengaruh oleh media yang dikonsumsi. Hal itu sama pula dengan para Kanisian, yang hampir semuanya hanya pernah bersekolah pulang pergi dari rumah. Konsep belajar beserta tinggal di sekolah setiap hari merupakan hal yang begitu asing bagi mereka.

Walaupun ada rasa bingung, bahkan sampai rasa takut itu, banyak Kanisian didominasi oleh perasaan penasaran dan ingin tahu untuk mengikuti kegiatan selama di pondok pesantren masing-masing. Seminar dialog antar agama yang seharusnya menjadi pendahuluan bagi para Kanisian memberikan gambaran toleransi dari perspektif agama lain, sekaligus mempersiapkan para Kanisian dalam mengikuti kegiatan ekskursi sebenarnya.

Setidaknya, Kanisian dapat mengetahui lokasi mereka untuk kegiatan ekskursi, walaupun tidak melebihi dari itu dan beberapa peralatan yang perlu dibawa. Pengalaman yang dapat diekspektasi di pondok pesantren adalah pengalaman-pengalaman yang tidak perlu dipikirkan sebelum mulai.

Ini adalah satu-satunya saat spesial bagi Kanisian untuk merasakan bagaimana tinggal di suatu sekolah di mana murid-muridnya tinggal dan bersekolah di tempat yang sama. Bagaimana perasaan mereka dalam mengalami kesempatan ini adalah interpretasi keberagaman mereka yang khas.

Mencari Amanat di Amanah Tasikmalaya

Foto pembukaan ekskursi kelas 12 (sumber: Mattheo AR)
Foto pembukaan ekskursi kelas 12 (sumber: Mattheo AR)

Beberapa Kanisian diperuntukkan tinggal di Pondok Pesantren Amanah Tasikmalaya. Dibangun pada tahun 1998, tidak hanya dimaksudkan sebagai tempat mengajar, tetapi juga sebagai tempat tinggal siswa. Tempat ini menjadi tempat tinggal tidak hanya untuk para santri dan santriwati, tetapi akan menjadi tempat tinggal 20-an Kanisian selama tiga hari dari 30 Oktober 2024 sampai dengan 1 November 2024.

Sampai di gerbang dalam pondok pesantren, banyak Kanisian mengira bentuknya sebagai suatu sekolah biasa, tetapi tidak lebih dari satu jam mereka semua melihat-lihat sekitar daerah pondok pesantren untuk mengetahui bahwa tempat tinggal bagi 270-an murid di SMP dan SMA kini berbeda dari yang ada di Kanisius.

Hari kedatangan Kanisius di Pondok Pesantren Amanah Tasikmalaya tidak membawa para santri dan santriwati keluar dari keseharian mereka, kecuali mereka yang ikut dalam IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah). Bagi mereka, itu adalah tanggung jawab mereka untuk menyiapkan sebagian besar dari kedatangan Kanisian bersama dengan pimpinan pondok pesantren itu sendiri. 

Hal ini berbeda dengan Kanisius, yang walaupun banyak tugas diselenggarakan oleh OSIS dan badan yang terkait, belum begitu integral dalam keberlangsungan banyak kegiatan; di Amanah Tasikmalaya, santri selalu bekerjasama dengan pimpinan.

Perbedaan keseharian itu menjadi dorongan bagi para Kanisian untuk mengetahui lebih dalam tentang dinamika yang dijalani para santri dan santriwati hari ke hari. Terutama pula, bagaimanakah mereka bisa hidup tanpa menggunakan ponsel, dan mempersiapkan masa depannya.

Tangga Galunggung, Kolam Cipanas, dan Konser Malam

Foto konser malam di aula Amanah Tasikmalaya (sumber: Mattheo AR)
Foto konser malam di aula Amanah Tasikmalaya (sumber: Mattheo AR)

Sebagai tamu di Amanah Tasikmalaya, para Kanisian tidak mengharapkan hal-hal terlalu banyak dari mereka dari pondok pesantren. Sesuai dengan tujuan kedatangan mereka, banyak sudah aman-aman dengan mengikuti pembelajaran bersama dengan para santri di kelas-kelas masing-masing.

Namun, dapat dibayangkan senyuman dari telinga ke telinga satu ketika mereka semua bersama dengan para IPM Amanah Tasikmalaya menaiki belakang truk untuk pergi ke gunung Galunggung di pagi hari yang amat cerah dan adem. Tidak melupakan juga dinginnya suasana di puncak gunung itu setelah menaiki 600-an anak tangga.

Turun dari gunung pula tidak perlu cepat-cepat, sampai ada waktu untuk berendam dalam salah satu dari beberapa puluhan aliran sungai dan kolam yang berada di tempat wisata Cipanas. Air yang hangat dan matahari yang terik menjadi kombinasi sempurna untuk menghanguskan banyak Kanisian, berfungsi pula sebagai bentuk partisipasi mereka dalam ekskursi kelas 12.

Malam hari tentu tidak kalah dari pagi dan siang hari, dengan konser malam yang terdiri dari nyanyian para Kanisian bersama dengan santri, santriwati, bahkan guru dari Amanah Tasikmalaya. Lagu-lagu seperti Die with A Smile, Golden Hour, dan Bertaut merupakan beberapa iringan yang populer bagi para santri dan santriwati, tidak hanya bagi Kanisian saja.

Tapi, dengan perlunya Kanisian untuk pulang pada hari ke-tiga, apa yang bisa, harus dilakukan untuk preservasi saat ini?

Perasaan itu Sementara, Kenangan itu Sehidup

Foto penutupan sebelum keberangkatan ke Kolese Kanisius (sumber: Mattheo AR) 
Foto penutupan sebelum keberangkatan ke Kolese Kanisius (sumber: Mattheo AR) 
Para santri dan santriwati di Amanah Tasikmalaya mengikuti kehidupan dengan cara yang berbeda dari para Kanisian. Hal tersebut jelas tidak hanya untuk kalangan mereka saja, tetapi untuk mayoritas bahkan sampai semua pondok pesantren. Aturan-aturan seperti harus menggunakan sarung saat ke masjid dan tidak menggunakan ponsel di kawasan sekolah menjadi salah beberapa contoh.

Namun, banyak Kanisian menjadi lupa bahwa pada akhir hari, santri dan santriwati Amanah Tasikmalaya adalah manusia, sama seperti mereka dari Kanisius. Lebih tepatnya, mereka sama-sama remaja yang masih perlu belajar dan diketahui; masih perlu diajarkan, dan diberikan arahan.

Tentu, yang dinamakannya pondok pesantren itu merupakan dua-duanya tempat tinggal dan sekolah bagi para santri dan santriwati, tetapi itu tidak mengurangi identitas mereka sebagai pelajar maupun sebagai manusia yang tinggal di dunia ini. Dengan itu pula, keberagaman tidak mengambil dan mengurangi dari berbagai aspek, tetapi menjadi corak kekhasannya manusia.

Bagaimana manusia dapat dilihat dari berbagai segi, perspektif, warna dan kacamata, bahkan melewati pengembangan yang berbeda dan masih menunjukkan kemiripan dengan sesama mereka menunjukkan bahwa keberagaman bukan menjadi suatu hal yang mengerikan. Sebaliknya, keberagaman menunjukkan bagaimana manusia itu adaptif dan selalu bersifat jujur pada dirinya, dan seharusnya kita pelihara dan kenangkan selalu.

Mereka adalah manusia. Kita adalah manusia. Berbeda itu hanya semantik, tetapi kita tetap satu.

Sumber:
https://dataindonesia.id/pendidikan/detail/selain-al-zaytun-berapa-jumlah-pesantren-di-indonesia#
https://www.beritasatu.com/jabar/2845198/skandal-ayah-dan-anak-cabuli-3-santriwati-di-pondok-pesantren-bekasi-ulasan-negatif-menyerbu-di-google-maps
https://pstamanah.sch.id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun