Perkataan Rindu membuatku berpikir. Pantaskah berjuang buat Elang. Sainganku sekelas Jesi.
"Aku pengen jadi pacar Elang tapi malu-maluin nggak ya, kalau aku yang pedekate?"
"Semangat dong. Aku dukung kamu." Rindu meremas tanganku.
"Ini sotonya, Mbak." Suara dari ibu penjual membuat senyum kami merekah. Kami sudah sangat kelaparan.
Tanganku mencoba menggapai tempat sambal yang letaknya agak jauh ke sisi satunya, ternyata tidak sampai. Aku nyaris menggeser tempat duduk saat ada yang meraih tempat sambal dan menaruh tepat di samping mangkuk sotoku.
"Terima ka ... sih," kataku tergagap karena saat aku menoleh ada Elang di sana.
"Su ... sudah dari tadi, Lang?" Aku yakin wajahku sudah pucat pasi, begitu pula dengan Rindu.
"Nggak, baru saja duduk."
Jawaban Elang membuatku lega. Semoga saja dia tidak mendengar apa-apa. Bisa malu banget nih.
Elang mengambilkan lepek yang berisi jeruk nipis sekaligus piring sate. Tumben banget Elang baik gini.
"Kalian nggak lagi pura-pura mesra supaya aku cemburu kan?" tanya Fahmi sambil memainkan alis. Tanpa ijin dia duduk di seberang Elang.