"Ih, Elang kok gitu sih. Itu tadi kan bekasnya mbak-mbak ini. Kalau masih haus, ta beliin minum ya. Elang mau minum apa?" tanya Jesi dengan centilnya.
"Es jeruk," sambar Fahmi sambil tersenyum tanpa dosa.
"Nggak nawarin kamu," sahut Jesi judes.
"Es jeruk dua. Satunya buat Fahmi." Fahmi tersenyum penuh kemenangan. Dia bahkan masih sempat memainkan alis untuk menggoda Jesi.
"Tunggu di sini. Biar Jesi belikan." Jesi melesat pergi meninggalkan kami.
"Dia tidak pernah menuruti permintaanku, tapi kalau kamu yang ngomong pasti langsung dipenuhi." Nada bicara Fahmi terdengar sinis. Apa Fahmi cemburu.
Tanpa berpamitan, aku kembali ke kursiku. Rindu dan Hera sudah senyum-senyum nggak jelas. "Apa? Udah nggak usah mikir macem-macem. Aku jadi kambing congek kok," ujarku sebelum diintrograsi mereka.
Dosen sudah memulai materi saat Jesi melenggang memasuki kelas. "Apa yang kamu lakukan di sini? Masuk ke kelasmu sendiri!"
Aku, Rindu, dan Hera terkikik melihat Jesi yang pucat pasi karena disemprot dosen.
"Rasain. Suruh siapa keganjenan," Â ejek Hera.
Hera menggandengku menuju ruang praktikum parasitologi setelah dosen keluar. Wajahnya berseri-seri seperti sedang jatuh cinta.Â