"Namaku Ema. Kamu tahu rumah Maya? Bisa minta tolong untuk menunjukkan jalannya," pinta Ema dengan sopan.
"Tentu saja. Aku juga mau ke rumah Maya. Kita jalan sama-sama saja. Namaku Eri."
Mereka berdua jalan bersama-sama tapi Eri tidak mau jalan terlalu dekat dengan Ema.Â
"Pasti tidak enak memiliki tubuh yang hitam membosankan. Setahuku, ayam juga memiliki bulu yang beraneka warna seperti burung. Lihat buluku, sangat indah membuat hewan lain iri." Eri kembali membentangkan ekornya untuk pamer.
"Kalau pun ada yang berwarna hitam, pasti ada bagian tubuh lain yang memiliki warna selain hitam. Lihat dirimu. Aku nyaris pingsan karena ketakutan. Kalau malam pasti kamu nggak kelihatan." Eri memandang Ema dari cakar sampai ke jengger.
Ema juga memperhatikan Eri. Sepanjang sisa perjalanan dia hanya diam mendengarkan celoteh Eri.
...
Ema menghembuskan napas panjang setelah selesai bercerita. Dia menanti perkataan induknya.
"Seperti yang emak bilang tadi, Ema itu cantik. Kamu harus mensyukuri pemberian Tuhan. Dia memberi yang terbaik bagi masing-masing ciptaanNya."
"Terus, apa yang harus Ema syukuri?"
"Bersyukur karena diberi kecantikan yang lain dari pada yang lain. Tidak ada ayam yang memiliki tubuh hitam sepenuhnya seperti ayam cemani. Kalau malam tidak kelihatan jadi bisa terhindar dari binatang pemangsa." Indung memeluk Ema.