Bila cuaca cerah, mungkin malam ini adalah waktu yang tepat untuk rihat sejenak dari gadget kehidupan, menghela napas panjang dan menikmati keindahan jagad raya yang akan menyuguhkan kedipan bintang-bintangnya di langit malam.
Pesta bintang malam ini sebenarnya sudah lama melesap dalam angan. Menjalankan peran dalam kehidupan sesuai skenario ternyata telah menyita malam-malam yang seharusnya dapat mewujudkan sebuah pesta istimewa di dalam keheningan.
Sebenarnya ribuan bintang telah hadir mewarnai jagad semesta meskipun tidak diundang pada pesta bintang malam ini. Namun tiga bintang utama yang saya undang, sudah pasti akan hadir menyempurnakan kemeriahan pesta. Ketiga bintang itu adalah Bintang Sirius, Bintang Canopus dan Bintang Alpha Centauri.
Banyaknya jumlah materi dalam sebuah benda itulah massa, dan berkat massa itulah bintang dapat bersinar. Semakin banyak materi dalam sebuah bintang, semakin tebal dan panas pula intinya, yang kemudian dapat memulai rantai reaksi kimia. Atom hidrogen saling bertabrakan, membentuk helium dan melepaskan energi super besar yakni cahaya dan panas pada sebuah bintang.
Demikian pula kehidupan manusia. Untuk menjadi bintang, manusia juga perlu memiliki massa yang besar dengan mengisi banyak materi yang diperlukan hingga menghasilkan energi yang besar pula untuk dapat bersinar. Maka, semakin besar bintang semakin terang pula cahayanya.
Matahari adalah sebuah bintang karena ia memiliki massa yang besar meskipun termasuk kecil untuk ukuran sebuah bintang di Jagad Raya. Tetapi saya sengaja tidak mengundangnya dalam pesta bintang malam ini.
Saya sangat bersyukur sepanjang hari telah mendapatkan kehangatannya. Membiarkannya beristirahat adalah sebuah kebijaksanaan sebagai bentuk rasa terima kasih yang tak terhingga. Esok pagi, saya akan bangun lebih awal untuk menceritakan kemeriahan pesta dengan memberikan senyum termanis saya.
……
Realita dan nostalgia akhirnya bertemu. Ya, pesta bintang yang akan digelar malam ini sebenarnya mempertemukan realita dan nostalgia. Seperti menggunakan telepati, bintang-bintang itu telah datang sebelum saya mengundangnya. Karena cahaya bintang yang akan saya lihat malam ini sejatinya adalah cahaya bintang beberapa tahun silam, bahkan ada yang dari ratusan tahun silam.
Siapkah hati saya mengundang masa lalu? Tertawa atau akan menangiskah saya nanti? Persiapan pun kemudian saya lakukan. Kemantapan batin, semangat yang membara namun terkendali, serta senyum manis yang perlahan-lahan akhirnya membuka satu per satu pintu ruang dan waktu.
Sebelum pesta dimulai, ada satu kenangan tiba-tiba merobek keheningan yang mulai tercipta. Darah. Ada darah yang mengalir dari satu lubang hidung saya ketika saya masih kanak-kanak pada suatu malam. Sungguh pengalaman pertama yang tak dapat saya lupakan begitu saja.
Setelah malam itu, banjir darah di sarung bantal terjadi hampir setiap malam, seolah langit malam mengundang saya untuk melihat bintang-bintangnya karena saya harus keluar rumah, mengambil daun sirih di halaman rumah untuk menutup satu lubang hidung saya yang mengalirkan darah.
Listrik belum masuk desa saya ketika itu. Tak ada polusi cahaya saat saya menengadahkan wajah melihat bintang-bintang di langit malam. Begitu indah dengan kedipan-kedipannya, sampai sebuah bintang paling terang seolah memanggil nama saya, Minuk… Minuk… Minuk… Ah, saya pun mencoba segera menyadari dan memastikan bahwa itu hanya suara dalam pikiran saya.
Saya kemudian melihat kecemasan pada wajah ibu saya di bawah benderang cahaya rembulan. Begitu jelas. Dan dalam sekejap saya pun kemudian menjadi riang gembira, berceloteh tentang rasi bintang meskipun saya tidak tahu sama sekali apa itu rasi bintang.
Waktu itu, yang penting saya bisa mengalihkan rasa khawatir ibu saya. Membuatnya tertawa adalah tujuannya. Dan benar saja, akhirnya ibu saya pun tersenyum seraya memeluk saya ke dalam dekapannya, di bawah benderang sebuah bintang paling terang malam itu. Oh, rasanya begitu indah.
Malam-malam kemudian berlalu tanpa menyisakan satu pun cerita tentang mimisan. Tak ada lagi malam seindah itu. Listrik telah masuk desa. Polusi cahaya mulai menghalangi kejernihan cahaya bintang yang saya lihat waktu itu.
Nostalgia muncul sebelum pesta dimulai. Saya yakin pasti ada maksudnya. Baiklah, berangkat dari realita dan nostalgia saya akan mencari tahu bintang yang bersinar paling terang malam itu. Apakah bintang nyata? Ataukah bintang semu.
……
Langit telah berubah warna menjadi jingga dan pesta bintang akan segera dimulai. Berbekal intuisi, saya akan mencoba menemukan bintang yang telah menyapa saya ketika saya masih kecil itu. Yang memanggil nama saya melalui suara dalam pikiran saya. Minuk… Minuk… Minuk…
Bintang itu sangat terang, hanya saja saya tidak bisa membedakan apakah itu bintang nyata atau bintang semu. Maka, saya akan mengajak putra kecil saya untuk menyambut bintang-bintang yang hadir pada pesta malam ini, generasi Alpha yang tertarik menekuni dunia astronomi.
“Semakin besar bintang semakin terang cahayanya. Akan tetapi, tentu saja semakin banyak reaksi yang terjadi, akan semakin pendek pula usia bintang. Dan saat mulai kehabisan energi (bahan bakar), ia pun memasuki fase raksasa, mengembang dan menjadi merah sebelum kehidupannya berakhir.” jelas putra saya kepada saya.
“Wah, berarti sama dengan perjalanan kehidupan manusia ketika menjadi bintang kehidupan. Ia memiliki batasan waktu yang cepat atau lambat akan memasuki fase untuk berakhir bersinar. Apakah itu bintang besar atau pun bintang kecil.” timpal saya.
“Benar, Bu. Jika bintang itu besar, di akhir hidupnya ia akan menjadi Nova atau Supernova. Kemudian membentuk bintang Neutron atau Lubang Hitam, tergantung materi atau gravitasinya yang lebih kuat. Bila materi yang lebih kuat ia akan menjadi bintang Neutron dan sebaliknya apabila gravitasinya yang lebih kuat ia akan menjadi Lubang Hitam. Ledakan Supernova juga memancarkan debu kosmik yang kemudian menjadi nebula, cikal bakal lahirnya bintang baru.” jelasnya lagi.
“Namun, jika ukuran bintang itu kecil, kurang lebih seperti matahari kita, di akhir hidupnya ia akan menjadi bintang katai putih karena tidak memiliki cukup massa. Bintang katai putih adalah bintang kecil yang tak lagi bersinar.”
“Dari mana kamu tahu itu semua, Nak?”
“Tentu saja dari berbagi sumber, Bu.”
Percakapan pun kemudian terhenti, dua pasang mata kini menghadap ke langit malam. Seorang ibu dan seorang putra. Mengadakan pesta bintang di dalam keheningan. Mempertemukan realita dan nostalgia.
……
Berkilau adalah satu kata yang tepat untuk bintang Sirius. Datang pada pesta bintang malam ini dengan kesempurnaan kilaunya. Ia tetap menjadi yang paling terang pada langit malam.
Tak hanya malam ini, pada malam-malam sebelumnya ia telah menjadi permata di langit semesta, meskipun ia termasuk bintang kecil seperti matahari kita. Namun karena memiliki massa yang lebih besar, ia menjadi lebih panas dan lebih terang dari matahari kita.
Dan benar dugaan saya, ia menjadi bintang utama di langit malam pada pesta kali ini disebabkan oleh luminositas dan kedekatannya dengan Tata Surya kita.
Tetapi, ada yang menawan hati saya dan membuat mata saya enggan berkedip. Dialah Canopus, bintang paling terang pada Konstelasi Carina di langit Selatan. Menjadi pelita di kegelapan itulah bintang Canopus, bintangnya Kanjuruhan, sebuah kerajaan tertua di Jawa Timur.
Karena pada masa kerajaan ini, memang ada sebuah candi, bernama Candi Badut yang berasal dari bahasa Sanskerta yakni Bha dyut yang memiliki arti sorot Bintang Canopus atau sorot Agastya, seorang bijaksana Weda yang dihormati.
Canopus benar-benar bersinar terang di antara bintang-bintang lainnya, karena tak ada satu pun bintang yang mengalahkan terangnya pada langit malam kecuali Sirius meskipun jaraknya sangat jauh, berlokasi pada 310 tahun cahaya dari Matahari. Tentu saja itu sangat masuk akal dikarenakan ia adalah bintang raksasa, sangat terang dengan warna kuning-putihnya.
Beranjak dari Konstelasi Carina, pandangan mata saya tertuju pada rasi bintang Sentaurus. Di rasi ini, Alpha Centauri adalah bintangnya karena ia yang paling terang di antara bintang-bintang lainnya.
Meskipun tampak sendirian, Alpha Centauri sejatinya adalah sistem tiga bintang. Dengan massa lebih besar dari Matahari dan jarak yang paling dekat dengan Tata Surya kita, maka kehadirannya di pesta bintang malam ini tetap memukau meskipun masih kalah terang dari Sirius dan Canopus.
Alpha Centauri boleh kalah terang dari Sirius dan Canopus, tetapi pada momentum pesta bintang malam ini ia memberikan penampakan terbaiknya, karena ia berada di sekitar meridian pada tengah malam ini.
………
Bintang-bintang semu juga turut hadir pada pesta bintang malam ini. Cahayanya sangat terang dan cukup stabil, hingga dapat mengalahkan sinar dari bintang-bintang yang sesungguhnya karena jarak mereka yang cukup dekat dengan bumi.
Venus yang memiliki julukan bintang kejora, Mars, Yupiter dan Saturnus adalah bintang-bintang semu yang hadir melengkapi kesempurnaan pesta bintang malam ini. Karena memang tidak semua planet dapat memantulkan cahaya dari bintang nyata.
Bila kita jeli, kita tentu dapat membedakan mana yang semu dan mana yang nyata. Sang bintang sejati tentu tak akan kalah dari bintang semu dalam memancarkan keindahannya di langit malam, ia dapat berkedip-kedip seolah memiliki denyut nadi kehidupan, yang tak mungkin dilakukan oleh bintang semu. Namun, baik bintang semu maupun bintang nyata, keduanya telah menyempurnakan keindahan pesta bintang malam di awal Mei ini.
Jika berkedip, berarti itu adalah bintang nyata karena ia memproduksi cahayanya sendiri, yang memungkinkan cahayanya menjadi tidak stabil, selain karena ia harus menembus lapisan-lapisan atmosfer bumi yang membuat perubahan cepat pada tingkat kecerahan bintang atau warna bintang, istilah ilmiahnya adalah kilau atmosfer.
Itu artinya, yang saya lihat pada masa kanak-kanak itu adalah bintang nyata. Dari ketiga bintang nyata yang paling terang di langit malam, saya yakin bintang itu adalah Bintang Canopus.
Malam ini, realita benar-benar bertemu dengan nostalgia yang mengingatkan cerita ibu saya tentang mimpi semalam sebelum kelahiran saya. Di dalam mimpinya, seorang bijaksana Weda tua yang dihormati dengan jubah putih datang kepadanya dan mengatakan,”Besok anakmu lahir. Berjenis kelamin perempuan dan beri nama Minuk.”
Pesta bintang memang masih belum berakhir, tetapi saya sudah tersenyum manis setelah dapat menjawab pertanyaan yang telah lama saya lupakan. Dan esok pagi saya akan menceritakan kepada matahari tentang realita dan nostalgia dalam kemeriahan pesta bintang.
Cuaca cerah dan malam ini memang waktu yang tepat untuk rihat sejenak dari gadget kehidupan, menghela napas panjang dan menikmati keindahan jagad raya yang menyuguhkan kedipan bintang-bintangnya di langit malam, mempertemukan realita dan nostalgia.
Bandungan, 2 Mei 2023 (22.40)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H