Mohon tunggu...
Sketsanol
Sketsanol Mohon Tunggu... Guru - Meraih kebebasan berkarya dan berekspresi tanpa batas.

Sketsanol tercipta dari sketsa-sketsa kehidupan yang diawali titik nol.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kentung

21 Juli 2019   19:05 Diperbarui: 24 Juli 2019   12:07 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Untukku, bang"

"Untuk apa kau permisi padaku ? Ambil saja, Polan" ucapku semangat karena tak perlu bersusah payah membuang Kentung ke tempat yang jauh. Untung  Polan si bocah dekil yang suka keliaran di jalanan mau mengambil kucing keparat itu. Bocah itu liar karena ibunya pergi meninggalkanya saat umur 4 tahun, sedangkan ayahnya bekerja di rumah makan seharian.

Ia pulang saat Polan telah pulas tidur kemudian kembali berangkat kerja sebelum Polan bangun pagi. Masa sekolah tak ada dibenak Polan, baginya sekolah hanya membuang duit. Anehnya, ia mahir pula berhitung cepat dan membaca.

Namun jangan ditanya mengenai tulisan, 7 dukun tersohor di negeri ini pun tak akan sanggup membaca tulisan tangan anak itu. Badannya tinggi semampai didukung kulit putih bersih tak akan ada yang tahu kalau dia anak melarat sama seperti diriku. Beda dengan diriku, wajah dan kulit cerminan penghasilan yang pas-pasan.

Sejak Kentung pergi keadaan dapur kembali seperti semula. Aku mulai makan di dapur dan memasak tanpa perasaan was-was. Hidup kembali normal, tiada gangguan mahkluk kaki empat yang berbulu kuning. Ketika hendak tidur malam, kembali teringat si Polan yang begitu lugu meminta Kentung agar diambil olehnya.

Sudah berulang kali mengingat Polan meminta Kentung padaku. Terselip rasa lucu lalu tertawa sendiri menganggap Polan bodoh mau memelihara kucing liar tak berguna. Tidak ada yang menarik dari Kentung, kotor dan bau. Mengingat muntah dan kotoran Kentung saja jijik sekali rasanya. Polan yang malang pasti berebut makanan dengan si Kentung. Suasana hening sesaat. Tiba-tiba mataku mendelik mendengar suara berisik di dapur.

Beberapa kali terdengar suara perkakas di dapur jatuh. "Tikus?" gumamku. Kembali teringat sebelum Kentung datang tikus banyak berkeliaran di dapur. Mereka menggigit semua apa saja yang bisa digigit termasuk kabel listrik. Aku melongo kayak orang bego baru sadar selama ini Kentung berjasa mengusir tikus. Sungguh diriku lupa masalah tikus selama ini pikiranku cuma tertuju kerugian dilakukan Kentung terhadapku.

Barulah kutemukan jawabanya, Kentung betah di gubuk reot ini karena banyak tikus. Seharusnya aku bisa ikhlas berbagi makanan denganya meskipun secuil.

Tanpa pikir panjang, aku langsung pergi ke rumah Polan berada di ujung jalan. Berharap Polan akan mengembalikan Kentung. Sampai di depan rumah Polan, aku disambut dengan beberapa kawannya sedang minum miras sambil bernyanyi dengan suara yang fals. Ku lempar pandangan ke segala arah di ruangan namun tak ku temui Kentung.

Polan muncul dari kamar sambil memegang botol miras. Dia menatapku dengan kening berkerut, "bang Sugeng?" ucapnya tak yakin dengan penglihatannya sambil melirik jam menunjukkan pukul 00.30.

"Aku mau kucing itu kembali" ucapku tanpa basa-basi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun