Sejak peristiwa Kentung merampas jatah makan siang, ia tidak jera malah nekat mengambil lauk di depan mata. Seolah-olah perbuatannya harus dimaklumi sebagai manusia peri-kehewanan. Ia tak tahu diriku merasa tidak dihargai sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi punya kuasa untuk menghajarnya sampai babak belur.
Dapur tak lagi aman dari serangan Kentung kini kamar beralih fungsi menjadi tempat menyimpan makanan. Kentung mengitari dapur beberapa kali lalu meloncat ke atas meja makan tak ditemukannya  juga makanan. Bolak balik ia mengendus lantai dapur mencoba mencari jejak makanan sampai ke depan pintu kamar, saat itulah diriku beraksi mengusir pake sapu.
Ia pun berlari keluar pintu sambil mengeong di luar tanda menggerutu. "Kena kau, Tung. Kalo menjarah tu sama orang kaya. Gih, sono!" ucapku ketus seraya banting pintu. Kentung membalas dengan mengeong panjang.
Tak pernah terpikir olehku si Kentung melakukan serangan pembalasan. Ketika hendak mencuci pakaian di sore hari, tiba-tiba aroma bau tak sedap tercium dari tumpukan pakaian kotor di ember.
Setelah diperiksa ternyata ulah Kentung muntah dan buang kotoran. Kotoran kentung tidak saja mengotori pakaian kotor, teras rumah, dan terakhir yang bikin pitam di kursi santai  satu-satunya kursi peninggalan orangtua yang masih empuk diduduki. Kentung biasa buang kotoran di kamar mandi atau di halaman  lalu dengan cepat ia tutup pake tanah ataupun pasir. Ia sengaja berubah sebagai unjuk rasa galau kelaparan. Kentung sudah kelewat batas, dia harus angkat kaki dari rumah
Mataku mengawasi kehadiran Kentung ke segala sudut ruangan, tiba-tiba ia muncul di pintu depan rumah. Masih dalam puncak emosi, aku menendang Kentung seperti bola. Melesat dan terlempar jauh di halaman rumah tepat di depan kaki Polan anak kelayapan. Ia menggeliat sebentar  lalu kembali beridiri kokoh dengan empat kakinya. Polan langsung menangkap Kentung, "kenapa kucingnya ditendang, bang?" tanya si Polan sambil mengelus-elus leher Kentung.
Kucing jantan itu keenakan dielus si polan sampai matanya terpejam. "Maling ikan. Kamu ngapain kemari?" tanyaku balik penasaran lihat remaja tanggung ini datang kemari.
 "Mau ajak abang pergi mancing," jawab anak itu tanpa melihatku. Dia terus mengelus-elus badan Kentung dengan mata berbinar seperti bocah baru ketemu mainan di jalan.
"Abang lagi banyak kerja"
 "Ini kucing abang?"
 "Gak! Gak tahu kucing siapa. Selalu datang kemari nyuri ikan"