Rintik Awan di Atas Jendela Hati
Rintik awan berdansa di langit biru,
Menari-nari dengan gemulai irama,
Sejuta cerita terukir dalam titik-titik lembut,
Di atas jendela hati yang merindu.
Mengalun sendu di antara sunyi malam,
Rindu membelai dalam senja yang beranjak,
Dalam pilu, sepenuh jiwa merintih,
Mencari makna di setiap hela nafas.
Dalam cermin hati, terpancar khayal indah,
Seperti rintik hujan menari di kolong angan,
Berbisik pesona, mengurai misteri,
Menggugah jiwa yang pernah terluka.
Jendela hati membuka tirai cinta,
Menyambut mentari pagi yang bersemi,
Mengusir duka yang pernah merajai,
Menyapa bahagia, memeluk harapan.
Namun, tak selamanya langit cerah bercahaya,
Ada saat pilu melintas di wajah fajar,
Namun biarkanlah rintik awan tetap bertamu,
Melodi kesedihan, memaknai hidup yang fana.
Karena di balik rintik-rintik itu,
Tersimpan kekuatan yang tiada tergoyahkan,
Mengajarkan kita tentang arti kesabaran,
Di atas jendela hati yang teguh bertahan.
Biarlah puisi ini menjadi sahabat setia,
Di kala senyap, di kala riuh,
Mengingatkan bahwa hidup adalah perjalanan,
Rintik awan tetap menari, tak pernah berhenti.
Begitu pula jendela hati, hadapilah ia,
Sambutlah cinta dan duka dengan bijaksana,
Biarkan rintik awan mengajar makna kehidupan,
Di atas jendela hati, kita tetap berharap dan mencinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H