By Christie Damayanti
Aku memang seorang traveller, bahkan setelah aku menjadi seorang disabilitas pemakai kursi roda berkeliling dunia denagn tabungnku sendiri. Sejak muda setelah bekerja, sejak bapakku memang berjata bahwa dunia adalah indah dan aku harus melihatnya sebelum berpulang, dan beliau yang mengajarkan aku untuk menabung khusus untuk keliling dunia.
Bapak dan ibuku selalu membawa kami travelling disela2 kesibukan beliau. Beliau bukan orang tua yang berlebihan secara materi, tetapi belisu berdua menabung khusus untuk kami ketiga anak beliau dan membawa kami selalu travelling negara demi negara.
Sebelum aku mandiri dan sebelum aku bekerja setelah lulus kuliah dan menjadi seorang sarjana arsitektur, aku sudah berkeliling dunia, dan aku bertekad untuk terus berkeliling dunia dengan lebih detail.
Ada status ku di Facebook yang aku PIN di drpan, untuk mengingatkan aku bahwa semuanya berawal dari mimpi, karena aku pun bukan seorang yang berkelibahn secara materi tetapi aku menabung keras untuk bisa traveling, minimal 1x dalam 1 tahun.
Dan, ketika aku menjadi seorang pemakai kursi roda, aku tetap bertekad untuk terus traveling dengan cara dan tujuan yang berbeda ....
Berikut adalah statusku di PIN Facebook, yang membuat aku tetap percaya tentang sebuah mukjizat dan berkat dari Tuhan,
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Travelling VS Prestise
-----------------------------------
Untukku,
Travelling adalah hobiku. Sebagian tabunganku hanya untuk travelling. Aku sudah pernah  berada di 4 benua, dengan 44 negara, dan beberapa negara dan kota lebih dari 2x, 3x sampai belasan kali. Bahkan Amerika sudah puluhan kali.
Sombong? Bukan!Â
Travelling itu bukan untuk gaya dan prestise. Tetapi justru untuk membuka wawasan tentang suatu kota atau negara. Dan dari travelling itulah, aku menimba banyak sekali ilmu ......
Ketika bapak masih ada dan aku masih kecil, jika travelling bapak mengajak aku untuk melakukan riset. Misalnya, apa saja yang aku lihat, dimana dan bagaimana perasaanku. Â Itu ketila aku SD kecil. Dan kita diskusi.
Lebih detail lagi ketika aku SD besar dan SMP, Â bapak memintaku untuk membuat tabel2. Misalnya, berapa jauh antar kota atau berapa jauh antar pompa bensin.
Untuk apa?Â
Riset. Nalar. Konsep. Bagaimana merancang kota. Bagaimana bersosialisasi. Bagaimana menyelesaikan masalah (besar) di negeri orang, tanpa ada yang bisa membantu. Dan, itu yang aku lakukan, denagn berbagai masalah bahkan hamper putus asa .....
Ketika aku semakin dewasa, pengajaran dari bapak kuterus terapkan. Bukan hanya membuat tabel2 atau pengamatan saja lewat foto2, tetapi lebih detail lagi. Aku menuliskan perjalananku.
Tulisan2ku tentang wisata, bukan seperti tempat2 wisata top yang ada di toko2 buku. Klo itu sih sudah banyak sekali. Ga ada yang istimewa.
Tulisan2ku tentang apa yang aku lihat, apa yang aku rasakan sebagai seorang disabled diatas kursi roda, dan sebagai seorang arsitek serta seorang urban planner .....
Travelling adalah membuka pikiranku. Melihat dunia luas. Buku2ku tentang travelling sudah cukup banyak.
10 buku tentang Eropa.
4 buku tentang Amerika,
13 buku tentang Jepang,.
2 buku tentang Singapore,
1 buku tentang Korea.
4 buku tentang Australia,
1 buku tentang New Zealand
1 buku tentang Penang dan Malaysia
1 buku tentang Yogyakarta,
3 buku tentang Flores,
Next,
Sedang digarap buku tentang Bali, 2 buku tentang Singapore (lagi) serta 10 buku tentang Erops
4 benua sudah aku jelajahi, sejak masih kecil sampai sekarang. Sejak aku sehat, sampai saat aku cacat karena stroke dengan kursi roda ajaibku.
Keliling dunia, bukan 1x saja per-negara. Amerika sudah kujelajahi lebih dari 10x. Eropa lebih dari 5x, Australia justru aku pernah kuliah di Perth selama 2 tahun. Jepang, 3x setahun sebelum pandemi, aku jelajahi karena anakku tinggal di Tokyo
Dana darimana?
Sudah kubilang, aku nabung keras untuk ini, dan terus menabung untuk petualangan2 ku berikutnya. Turkey, Canada dan beberapa negara di Scandinavia dan Eropa Timur.
Belum lagi mimpiku menjelajah dan menulis ttg disabilitas di 4 benua. Sebuah mimpi besar untukku, dengan cacatku lumpuh 1/2 tubuh kanan, sendirian ......
Bagaimana dengan prioritas?
Semua orang punya prioritas hidup. Ketika bapakku dan aku punya prioritas untuk mengasah ilmu dan pengalaman keliling dunia, tabungan kita pun diprioritaskan pergi ke luar negeri, setiap saat
Tentu saja, prioritas ini setelah prioritas2 sebelumnya dahulu, seperti membeli rumah, mobil dan sekolah anak2.
Tabunganku pun, kupakai mengajak anak2 keliling dunia, supaya mereka bisa "melihat dunia" dan ingin mengulanginya lagi, dengan keluarga mereka. Dan, tentunya mereka sudah mengasah pengalaman batinnya tentang bagaimana hidup bisa terus berbahagia ......
Ketika semua sudah terjadi, prioritasku adalah mengasah ilmu dan pengalaman, bukan hedonis, membeli barang2 branded dan mewah ......
Jadiiiiii ......
Siapa yang bilang, travelling itu untuk berfoya2?Â
Untukku, travelling adalah memberi banyak informasi dan mendapatkan semua ilmu dunia. Ditulis dan disebarkan, juga ke seluruh dunia ......
Lalu, bagaimana tentang cacatku?
Tentang keterbatasan diatas kursi roda? Ga ngaruh!
Jika aku bisa, tentu yang lain  juga bisa! Karena cacat bukan menjadi halangan, karena juga tidak ada pembatas untuk melihat dunia, walau duduk di kursi roda, walau dengan berbagai masalah yang tidak akan bisa terjadi jika non-diatas kursi roda .....
Travelling bukan sebuah kesombongan. Travelling bukan berfoya2. Justru, travelling memberikan uang untukku, lho! Berjualan dan hasilnya untuk menutup biaya tiket dan hidup sehari2 disana!
Ga percaya?Â
Mari diskusi .....
Catatan :
Aku lebih memilih travelling daripada membeli barang2, termasuk investasi. Itu semua secukupnya saja. Sisanya untuk travelling .....
Dan aku pun menanamkan konsep yang sama untuk anak2ku. Untuk membuka wawasannya. Dan untuk menimba ilmu darinya ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H