By Christie Damayanti
                                          Â
Nak2 muda disabilitas diajari computer untuk bisa mandiri, sementara pemerintah bukan hana pemberdayaan fisik dan mentalnya saja, tetapi bagaimana Bali memounyai ruang kota yang ramah disabilitas, supaya anak2 muda disabilitas ini, mamu mengauh kursi rda na sendiri pulang, tanpa bntuan orang lain .....
Â
Sebenarnya, pemerintah daerah Bali pun cukup sadar bahwa Bali masih jauh tentang kepedulia tentang disabilitas, drmikian yang diucapkan oleh Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra pada tanggal 18 Agustus 2020 di web www.baliprov.go.id.
Beliau menyatakan tentang kesetaraan hak dan kewajiban penyandang disabilitas di Provinsi Bali, yang merupakan provinsi penting yang harus diperhatikan, tidak hanya untuk pemerintah daerah Bali saja, tetapi untuk seluruh asyarakat Bali, khususnya.
Beliau juga mengakui bahwa selama ini praktek dan implementasi kesetaraan hak dan kewajiban para penyandang disabilitas itu masih sangat jauh dari konteks dan belum optimal. Kesemuanya dikarenakan berbagai factor, seperti regulasi yang belum mengakomodur kepentingan para penyandang disabilitas serta prktek di masyarakat Bali.
Untuk mendapatkan kehidupan yang nyaman bagi penyandang disabilitas, khususnya di Bali tentunya kan memakan waktu lama, aplagi jika tidak adanya pengawasan oleh berbagai pihak, agar regulasi2 tidak berakhir diatas kertas saja!
Tahun 2020, menurut pemerintah Daerah Bali, jumlah penyadang disabilitas di Bali cukup besar, sekitar 17.024 orang dengan berbagai jenis kecacatan. Pemerintah provisi Bali mempunyai visi baru, "Nangun Sat Kethi Loka Bali", melalui pola pembangunan semesta berencana menuju Bali Era Baru, yang berakhir tahun 2025 dengan biata operasionalnyq dari APBD.
***
Ketika aku googling terus urutan2 berita2 ini, semuanya tetap menuju kepada sebuah pemahaman yang "salah" untuk disabilitas.
Sebagian orang berpikir dan berpendapat bahwa disabilitas itu perlu dikasihani, pertu diberi pertolongan dan usaha2 medis untuk "menyembuhkan" pada penyanda dsabilitas. Kata tentang Dikasihani, Charity atau Diberi bantuan dan Medis, itu benar2 mencederai kami, sebagi bagian dari kaum disabilitas!
Sebagian orang berpikir, bahwa kami kaum disabilitas itu hanya ingin mengadahkan tangan kami untuk "mengemis" kasihan, materi, bantuan bahkan bantuan medis. Dimana pada akhirnya yang para kaum disabilitas itu, sudah tebiasa diperlakukan demikian, dan akhirnya banyak dari mereka lebih memilih menengadahkan tangannya, ibading kan dengan mencari uang tanpa meminta bantuan dari orang2 sekelilignya.
Konsep inilah yang harus dikurangi. Pemerintah daerah dimanapun, khusus nya Bali, harus memberikan pemahaman kepada seuruh warga bahwa kaum disabilitas itu bukan membentuk orang2 yang akhirnya menjadi beban, tetapi bagaimana mereka sebagai kaum disabilitas, mampu hidup mandiri dengan membangun kehidupan inklusi serta mensejahterakan keluarga dan lingkungan.
Dari awal aku mulai akan menuliskan tentang "disabilitas Bali", sampai sekarang pun aku belum mendapatkan sebuah makna dari kata disabilitas Bali. Yang ada selalu berhubungan dengan belas kasihan, charity serta bantuan2 medis. Padahal, semua warga termasuk disabilitas, membutuhkan yang namanya KESEMPATAN untuk mengubah diri menjadi lebih baik.
Memang, disabilitas membutuhkan bantuan, tetapi bukan sebuah bantuan yang berhubungan dengan cara berpikir yang membuat mereka menjadi semakin lemah! Mereka membutuhkan bantuan2 sebagai fasilitas2 ruang kota, sehingga mereka mampu mandiri dngan fasilitas2 tersebut.
Ruang kota seharusnya dibangun secara inklusi dan raah disabilitas. Bukan membangun ruang kota yang egois hanya untuk warga kota yang muda, sehat dan kuat saja! Bahkan, Bali sementara ini seakan tidak ingin kaum disabilitas ikut menikmati keindahan Pulau Dewata ini, seperti yang aku rasakan, ketika aku sama sekali tidak diberi ruang untuk mulai belajar mandiri di Bali!
Tidak adanya pedestrian yang bisa aku dengan kursi roda ajaibku, melaju diatasnya, Bahkan, dari hotel ku mau keluar pun, aku tidak bisa, karena tidak adanya ramp dengan ketinggian 20 cm, dengan kursi roda ajaibku!
Betapa aku meninggalkan sebuah kekercewaan besar, ketika akhirnya aku hanya bisa naik taxi online kemana2 walaupun jaraknya sangat dekat! Dan, hanya di mall saja yang aku bisa berjalan2 karena beberapa mall di Bali cukup ramah disabilitas .....
Ketika di beberapa artikelku sebelum ini, aku menuliskan betapa Bali sangat mengecewakan untukku, sebagai seorang disabilitas dan juga seorang arsitek dan urban planner, aku tetap berusaha untuk membukakan mata para petinggi neeri ini, terutama Bali sebagai sebuah destinasi dunia yang dilirik oleh wisatawan2 dunia untuk datang ke Bali. Bahwa, KEPEDULIAN itu sangatlah penting!
Jika tidak ada kepedulian, pada akhirnya nantinya kaum disabilitas Indonesia lebih memilih selalu bergantung kepada Negara, tanpa mau berusaha semdir dan mandiri, karena sudah terbiasa untuk menengadahkan tangannya, daripada mengepalkan tangannya untuk bekerja ......
Berita tentang Bali Era Baru, sebenarnya adalah sebuah berita yang menggembirakan untuk warga Bali khususnya, dan pasti untuk Indonesia. Bahwa Bali Era Baru, diharapkan akan bisa membawa Bali ke jaman keemasannya, dengan keidupan Bali dn warganya yang sejahtera, tanpa berpihak! Termasuk juga kaum disabilitas Bali.
Tetapi, jika aku membaca ini, dimana rencana Bali Era Baru sejak tahun 2020 sampai 5 tahun kedepan, yaitu tahun 2025, padahal aku datang ke Bali Mei 2022 ini, aku sama sekali tidak melihat perunahan tentang kepedulian Bali kepada kum disabilitas!
Tidak ada penambahan atau perunahan bahkan tidak ada penataan embali jika memang tidak bisa melakukan perubahan2, untuk membangjun fasdilitas2 disabilitas di ruang2 kota di Bali!
Lalu, bagaimana konsep Bali Era Baru yang akan berakhir tanuh 2025 besok? Bisakan 3 tahun keepan Bali mengubah struktur perkotaannyan menjadi apa yang aku pikirkan tentang "kota ramah disabilitas?"
Sepertinya, tidak mungkin, karena sekaarng ini saja Bali sama sekali belum menunjukkan perbahan apa2 dalam mulai memberian kepeduliannya kepada warga nya (atau turis2 nya) yang mempunyai keterbatasan2 fisik, seperti aku .....
Kebutuhan kaum disabilitas sebenarnya tidak erlalu neko-neko. Karena, kaum disabilitas merupakan asset bangsa, yang dijaminkan hak dan kewajibannya ssebagai warga Negara. Jika warga non-disabilitas (terutama petinggi2 pengambil keputusan) bisa membantu untuk membangun fasilitas2 perkotaan supaya inklusi dan ramah disabilitas, tentu saja kaum disabilitas akhirnya menunainkan kewajibannya sebagi warga negarfa dengan bekerja, karena hak2 nya sudah diberikan olwh Negara.
Kan begitu?Â
Saling membantu, simbiosis mutualisma. Antara warga disabilitas dan warga non-disabilitas da  saling membutuhkan untuk membangun Negara .....
***
Memang kenyataan yang sulit untu diubah, selama mindset sebagian orang sudah terbentuk sejak lama, dan entah erapa generasi lagi, mereka akan melihat kebyataan bahwa kaum disabilitas jangan menjadi beban Negara, melainkan harus dibangun empower, pemberdayaan dari mereka untuk bisa terus mandiri, tanpa meminta bantuan orang lain.....
Mindset itu yang haru diubah, untuk semua warga. Baik warga non-disabilitas dan petinggi2pengambil keputusan, juga waga kaum disabilitas itu sendiri, spaya tidak selalu menengadahkan tangannya untuk meminta dan menerima bantuan ......
Ayo kaum disabilitas, tunjukkan kepiawainya mu, untuk membangun negeri ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H