Rekrutmen
Ekspresi budaya kita adalah konversi positif dan menantang dari marginalisasi sosial kita menjadi perayaan perbedaan kita. Ini mendorong penyandang disabilitas (khususnya penyandang disabilitas baru dan muda) untuk "keluar" sebagai bagian dari masyarakat.
Memungkinkan mereka akhirnya untuk mengintegrasikan disabilitas mereka ke dalam identitas individu mereka dan menawarkan mereka rasa "memiliki" kelompok.
Dengan fungsi2 budaya disabilitas ini, bersama dengan arsitek2 yang sudah mulai peduli dengan berbagai konsep disabilitas, mengkolaborasikan antara budaya disabilitas dengan bagaimana desain universal perkotaan.
Unsur2 budaya disablitas termasuk, tentu saja, penindasan sosial yang sudah berlangsung lama, yang tetap berada di jaman ini, dimana seakan2 pemangku jabatan peduli kepada disabilitas, tetapi hasilnya hanya kepedulian yang basa-basi.
Terutama tentang fasilitas perkotaan untuk isabilitas, banyak yang terlihat ada, tetapi tidak ada. Fasilitas2 perkotaan itu memang ada dan dibangun, tetapi fungsi2nya justru bnyak disabilitas tidak bisa memakainya.
Misalnya, jalur kuning untuk disabilitas netra, yang dipakai oleh fungsi2 yang lainnya.
Budaya disabilitas telah ditenggelamkan oleh kedalaman penindasan dan kekuatan yang telah memisahkan kita satu sama lain, antara disabilitas dan non-disabilitas..
Tetapi setiap kali penyandang disabilitas dapat berkumpul, budaya telah berkembang - di bangsal rumah sakit, di sekolah khusus, di kamp amal, selama aksi duduk, selama lokakarya kreatif, dalam kelompok dukungan sebaya, di koridor hotel konferensi disabilitas , di penjara.
Sekarang, disabilitas terus bertambah.
Bagi yang masih junior, mereka akan meneruskan perjuangan kami, sebagai disabilitas senior. Aku terus berjuang untuk terus meningkatkan fasilitas2 disabilitas di perkotaan Jakarta, khususnya.