"Pak, sekarang kan di Stasiun Setia Budi, lift mana yang ada di sebelah Hotel Le Meredien?"
"Ooo lift ini, bu", sambil menunjuk lift di ujung sana dan dia mengantar kami kesana.
Tetapi, setelah kami hendakmenuju lift tersebut, tiba2 si petugas meralat penyataan tadi,
"Eh ... salah bu, /itu lift seberang Le Meredien. Sudah benar lift yang tadi", ralatnya, padahal tadi kami sudah berada di lift yang benar.
Ketika aku melihat signage yang di gantung di plafond, ya memang benar, walau penunjuk arahnya aku merasa tidak jelas.
Menurutku, membuat signage, apalagi di tempat fasilitas umum yang ramai dan padat dengan banyak orang, signage haruslah "bersinar" dan "memaksa" mata kita melihat kea rah signage tersebut.
Karena, jika signage seperti ini, jika stasiun MRT ramai dan padat sementara petugas kewalahan, signage tidak akan terlihat dan kita pun kehilangan arah dan orientasi .....
Masih bagus, stasiun MRT di Jakarta baru hanya 2 arah saja dan Cuma 2 sisi jalan saja. Bagaimana jika nantinya stasiun MRT Jakarta ini terus berkembang? Akan bayak jalur2 keuarnya, akan lebih banyak juga, yang terseseat salah arah dan salah orientasi, hihihi .....
Karena walau dipakai stiker scotlight yang bersinar tetapi latar belakang warna hitam, mata kita tidak akan tertarik untuk meihat dan membacanya. Alhasil, kita bisa salah naik kereta, yang bertolak belakang .....
Masih banyak catatan2 ku tentang signage2 di jalur pedestrian protocol Sudirman -- Thamrin, Cuma salah satunya saja, apa yang aku tuliskan diatas.