Â
                              Aku dibantu perawat2 untuk membolak balikkan tubuhku untuk supaya tubuhku tidak kaku ......Â
Hari kedelapan aku di Rumah Sakit Katolik -- St Francis Hospital, San Francisco USA
Banyak Bayang2 Ketakutan pun, Menyeruak!
Hari itu, bisa dibilang, aku tidak bisa tidur nyenyak.
Bayangan, aku akan ditinggal oleh kedua orang tuaku pulang ke Jakarta, dan aku hanya ditemani oleh Didit, adikku yang tinggal di Bali. Berdua saja, dengan berbagai macam permasalahan tentag aku yang tidak akan terpikirkan sebelumnya!
Aku bangun tidak segar. Galauku terus terasa dan denyutan otakku semakin berat!
Pagi itu, aku tidak merasa segar, ketika suster yang melayaniku, membimbing ku untuk tubuhku dibersihkan. Lalu, tubuhku ditegakkan, dan seperti biasa sebuah bantal besar harus mengganjal tubuh kananku supaya aku tidak doyong ke kanan.
Setelah itu, suster mengoles roti bakar untukku dengan segala macam isinya, dan aku makan dengan tidak nyaman.
Denyutan otakku semakin berat terasa, semakin sakit!
Aku tahu, jika aku mau denyutan itu berhenti, aku harus menghentikan galauku. Aku tahu itu!
Tetapi, bagaimana caranya?
Aku benar2 sedang gadau dan sush untuk ditahan, karena aku akan ditinggal sendiri, di belantara Amerika, serta tubuh cacat yang tidak bisa apa! Bagaimana aku tidak galau?
Semakin aku berusaha menghentikan galauku, semakin pikiran negatifku terus membuncah!
Bayangkanku benar2 ngawur!
Seperti ketika kedua anak2 ku dibawa oleh keluarga adikku ke Las Vegas, lalu ke Los Angeles dari San Francisco dengan bermobil. Waktu itu, aku membayangkan yang benar2 ngawur, sehingga aku tidak berhenti menangis semalaman, dan aku tidak tahu harus berkaa apa, ketika kedua orang tuaku bertanya,
"Kamu kenapa? Anak2 akan bersenang2 koq. Tidak usah nangis terus" .....
Aku tidak akan memberitahukan kepada siapaun, betapa jeleknya pikiran ku dengan ke-parno-an yang tinggi. Aku takut, tiba2 mobil yang membawa mereka menyusuri Pantai Barat Amerika, terguling dan masuk ke laut dan tidak dapat ditemukan!
Begtu juga, saat ini, disaat itu.
Jika nanti kedua orang tuaku terbang dari San Francisco ke Los Angeles, lalu klo pesawatnya meledak dan hancur berkeping2, bagaimana mereka? Lalu, bagaimana aku?
Bayang2 kengerian dan ketakutan melandaku terus menerus, dan aku tidak berhenti mengais waktu itu.
Aku berusaha untuk tidak menangis, tetapi air mataku keluar sendiri!
Kedua orang tuaku mungkin berpikir, aku sedang dropt dengan keadaanku, seperti yang Dokter Gandhi mengatakan sejak awal, bahwa aku akan mengalami depresi tinggi dengan keadaanku, seperti yang pasien2 pasca-stroke lakukan.
Aku akan tidak bisa menerima keadaanmu, dan aku tidak akan bisa bangkit kagi sebelum aku bisa berdamai dengan keadaanku dan menerima diriku sendiri dengan beraneka keterbatasan2ku karena serangan stroke!
Itu sebabnya, Dokter Gandhi memvonis bahwa aku hanya berbaring saja di sisa hidupku! Ya, secara medis demikian, itu yang aku ketahui setelah aku mulai mempelajari apa yag terjai tentang sebuah otak pasien pasca stroke/
Apalagi, ketika pasien pasca stroke tidak mampu menerima dirinya sendiri, sehingga semakin parahlah keadaannya ......
Mungkin, begitulah pemikiran kedua orang tuaku, mengapa aku dropt dan menangis terus menerus, dan bapak memelukku terus dan semakin dalam kegalauan dan kesedihanku!
Bapak mengusap2 punngungku, seperti yang selalu beliau lakukan jika aku mengamuk atau dropt tentang sebuah keadaan, sejak dulu, sejak aku masih kecil.
Beliau mengatakan yang baik2 di telingaku, berkata2 yang menguatkan untukku. Beliau bernyanyi di telingaku utuk menguatkan aku. Bagi beliau, tangisku adalah kegalauan yang tidak terima keadaanku, dengan kecacatanku.
Tidak ada yang tahu, bagaimana keadaanku sebenarnya!
Tidak ada yang tahu, mengapa aku menangis terus menerus, jua sewaktu anak2ku dibawa pergi ke Las Vegas!
Tidak ada yang tahu, bagaimana ketakutan2ku tentang kepergian orang2 yang kucintai, itu yang terakhir yang bisa ku temui!
Tidak ada yang tahu!
Tidak ada yang tahu!
Di dadaku, dihatiku dan di otakku, bukan karena aku cacat dan mungkin memang aku tidak bisa sembuh lagi! Bukan itu!
Di pikiranku adalah aku tidak akan bisa bertemu lagi dengan anak2ku dan kedua orang tuaku, karena pesawat mereka meledak dan hancur berantakan sewaktu dalam perjaanan dari manapun ke tempat tujuan!
Itu! Itu yang ada di otakku, yang membuat aku menangis terus menerus!
Apakah etis, jika aku mengatakan hal tersebut, sementara aku sedang masih 8 hari setelah serangan stroke?
Apalah etis, jika aku mengatakan ketakutan2 ku karena dipiranku, pewasat mereka akan meledak di udara dan hancur lebuh melayang dan jatuh ke bumi?
Huhuhuhu .....
Itu yang ada di otakku! Itu yang ada di pikiran dan hatiku!
Otakku terus berdenyt, semakin keras, semakin keras! Sambil aku memegangi kepalaku yang semakin tersas sakit, aku terbungkuk2 dalam aku tegak duduk di atas ranjangku, dan aku terus menangis, semakin lama semakin keras.
Aku yakin, saat itu semua yang di sekelilingku, bingung dan sedih dengan keadaanku. Ditambah lagi, adikku yang Tinggal di Dallas, Bagus, datang ditengah2 tugas nya yang waktu itu memang di San Francisco.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan :
Sebelum aku menulis ini, sungguh aku tidak pernah bercerita tentang ini. Ada 2x aku menangis terus menerus, ketika anak2ku dibawa oleh Didit dan keluarga nya ke Las Vegas bermobil dan ketika kedua orang tuaku akan terbang pulang bersama kedua anak2ku, naik pesawat.
Dan, mereka, diluar sana, atau siapapun yang mengenal aku, idak pernah tahu, apa yang terjadi waktu itu!
Dokter Gandhi, kedua rang tuaku dan setelahnya, Didit adikku, aku yakin mereka berpikir aku terus menerus menangis karena kegalauan dan ketakutanku tentang keadaanku. Tentang aku belum menerima diriku. Dan, tentang kecacatanku1
Aku percaya itu, tidak ada seorangpun yang berpkir tentang kegalauan dan ketakutanku tentang "kematian" orang2 yang kucintai, karena kecelakaan ......
Dan, baru inilah, aku mengungkapkannya .....
___________________________________________________________________________
Tidak lama kemudian, Dokter Gandhi masuk ke ruanganku, seperti biasa dia memeriksaku secara fisik.
Mencatat apa2 dari suster2 yang melayaniku, dan beratanya2 kepdaku yang waktu itu tidak mampu "menjawab", walau hanya dengan kata2 yang tidak jelas dan suara2 menggumam seperti suara alien, kata anak2ku .....
Dokter Gandhi tersenyum bijak.
Aku yakin, dia pun berpikir bhwa aku galau dan takut dengan keadaanku saat tu. Cacat, tidak bisa berbuat apa2 dan belum mampu mnerima diri sendiri dengan keadaan itu ....
Ah, biar saja!
Aku tidak berniat untuk menjeaskannya.
Dan aku bisa dengan tenang dalam kesendirianku.Â
Biarkan saja mereka tahunya aku galau dengan keadaanku, da mereka tidak tahu, bagaimama yang sebenarnya .....
Sungguh, aku ingat, aku mengis terus menerus, sampai kedua orang tuaku meresa tidak bisa meninggalkanku dalam keadaanku seperti ini. Tetapi, tidak bisa. Mereka berdua harus terbang ke Los Angeles, segera untuk menemani kedua anak2ku!
Siapa yang bisa menjaga kedua anak2ku? Mereka masih kecil. Mereka masih SD! Dan, Inka serta Rama, istri dan anak Didit adikku pun, harus bersiap tebang ke Denpasar Bali, sedangkan anak2ku harus terbang ke Jakarta!
Bagaimana aku bisa membarkan kedua anak2ku tidak ada yang menemani?
Kedua orang tuaku harus segera terbang ke Los Angeles untuk menemani kedua ank2ku!
Kesadaran itu, memicu semangatku kembali! Aku harus tidak menangis lagi, supaya kedua orang tuaku bisa terbang ke Los Angeles. Aku harus kuat! Aku harus kuaat!
Perlahan, denyutan otakku mereda.
Ya, hatiku sudah tenang, seiring dengan seangatku yang baru saja muncul lagi di permukaan. Dan, drnyutan otakku, semakin mereda .....
Makan siang, kedua orang tuaku dan adikku membawa makanan dan makan bersama di ruanganku dan ketika setelah selesai, Didit datang dari bandara, dari Los Angeles ......
Aku senang, melihatnya, tetapi aku pun menjadi sangat sedih, karena setelah itu, kedua orang tuaku bersiap untuk diantar Bagus ke bandara, untuk terbang ke Los Angeles.
Tangis ku meledak lagi.
Bayang2 mengerikan itu datang lagi! Pesawat yang meledak diketinggian puluhan ribu meter dari permukaan bumi, dan rangka pesawat itu meluncur dan jatuh berkeping menuju laut, dan menghilang .....
Bayangan mengerkan itu, sungguh nyata!
Sungguh, aku benar2 ketakutan sehingga aku menangis tak henti, bahkan setelah kedua orang tuanku dengan berat hanta meninggalkan aku dalam kedaan dropt seperti ini.
Adikku, Bagus, membimbing bapak dan ibuku untuk segera keluar dari ruanganku dengan membawa 2 buah koper besar yang akan dibawa pulang.
Aku sungguh terpuruk saat itu!
Dengan tidak lulasanya aku berbicara dan mencurahka hatiku, serta tidak mmpunya aku bergerak untuk ikut terbangnpulang ke Jakarta, keterpurukkan ku benar2 sebuah keterpurkkan yang tidak terbatas .....
Aku terus menangis.
Aku ingat betul, setelah kedua orang tuaku dengan adikku Bagus keluar ruangan, adikku Didit, memelukku. Mencoba menggantikan posisi bapakku. Dia memelukku dengan hangat, mengelus2 punggungku dalam tangisanku.
Aku yakin, dia bingung dan berpikir, "Betapa sulitnya membantuku" .....
Aku sadar, jika aku terus menerus seperti ini, aku tidak akan sembuh! Aku tidak akan pulih dan sampai kapan? Sampai kapan aku bisa bertemu dengan anak2ku di Jakarta?
Denyutan otakku mulai lagi. Nyut ... nyut ... nyut ... semakin cepat dan semakin keras. Membat kepalaku semakin sakit. Aku tidak tahu, harus bagaimana aku memulai semangatku lagi?
Pelukan adikku dilepaskan, dan katanya sedikit menyejukkan aku.
Aku tahu, sejak pertama kali aku dirawat di rumah sakit ini, masih berada di ruang ICCU selama 3 hari, Didit meng-update keadaanku sebagai pasien pasca-stroke.
Mulai dari aku terserang stroke, dan di posting di timeline Facebook. Sehingga, teman2ku di Facebook tahu tentang keadaanku.
Mereka memberi berbagai macam komentar yang mendukungku. Doa2 mereka terus mengalir untukku. Dukungan mereka, nyata untuk memberikan aku semangat, dan aku baru tahu tetang ini, sesaat Didit membuka laptopnya saat itu.
Setiap hari, dia meng-update keadanku. Tidak hanya 1 atau2 kali saja per-hari, tetapi setiap saat Didit menemukan hal2 yang baru tentang pemulihanku, dia akan menuliskannya di timeline Facebook ku.
Aku baru tahu tentang itu, aku merasa doa2 mereka sangat membantuku. Dan, itu terus dijalankan Didit, meng-update keadaanku.
Dia serius di depan laptop. Dan jika sudah ada komentar, dia membawa laptopnya kepadaku, supaya aku melihatnya.
Hahaha, aku mulai tertarik ketika adikku membawa laptopnya untuk aku baca. TEtapi, aku baru sdar bahwa aku pun tidak bisa membaca!
Ya, aku benar2 baru sadar bahwa AKU TIDAK BISA MEMBACA, BAHKAN DALAM BAHASA INDONESIA ......
Aku bergumam dengan suara alien dan berkata2 kepada Didit. Aku ingin bilang,
"Dit, aku ga bisa baca! Tolong bacain, donk", ....
Sepertinya dia tahu atau sudahkah dia mengerti kata2ku? Sehingga, dia langsung membacakan komntar2 yang semuanya positif, dari teman2ku, sahabat2ku bahkan keluargaku yang sempat membaca di timeline Facebook mereka.
Aku mulai tersenyum.
Aku mulai bangkt dengan semangat yang tinggi. Doa2 mereka menyejukkanku dan aku mulai tertarik untuk menulis balasan dan berterima kasih untuk mereka.
Tetapi, aku sadar itu tidak mungkin bisa. Atau, setidaknya itu belum bisa! Jangankan mengetik, membaca dan ingin membalas apa saja pun, tidak terpikir aku bisa! Otakku memang masih error dan tidak mmpu, bahkan membaca pun tidak bisa!
Tetapi, tetap saja aku semangat!
Walau aku tidak bisa melakukan yang ingin aku lakukan, aku mencoba berpikir, bagaimana aku bisa berhubungan denagn dunia luar. Bisa berhubungan dengan teman2ku dimanapun, walau hanya lewat Facebook.
Aku menjadi semangat sekali!
Ada celah, yang walaupun sangat kecil, untuk aku bisa tersambung lagi dengan duniaku! Dengan teman2ku! Walaupun lewat Facebook!
Karena, selama 8 hari ini, duniaku sudah terttutup. Paling tidak, dunia ku sudah tertutup selama 8 hari ini, menuruku. Tidak bisa berbuat apa2, bahkan berbicara pun aku tidak atau belum bisa.
Belum bisa bergerak, dan jika butuh aku bergerak karena tubuhku pegal2, iu harus dibantu suster atau dokter. Dan, seperti kata kedua adikku, aku saat itu hana bisa melihat, tersenyum, berpkir yang terbatas, dan berdoa .....
Ya, aku memang bisa berpikir walau sangat terbatas. Tetapi, aku tetap berusaha berpkir, apa yang harus aku lakukan untuk bisa terhubung dengan duniaku, lewat Facebook.
Adikku bercerita dan membacakan komentar2 teman2ku di Facebook, dan aku semakin semangat! Tidak ada yang mustahil! Semoga, setelah aku bisa membaca dengan bantuan Miss Randy, aku bisa menulis lagi.
Eh .... Mengetik di laptop!
Miss Randy? Dimana dia? Koq belum datang?
Semangatku semakin deras terbang!
Aku lupa dengan kegalauanku apalagi ketakutan2ku tentang "kecelakaan" yang kubuat sendiri! Kecelakaan gila, pesawat terbang yang membawa kedua orang tuaku dan kedua anak2ku", yang aku buat sendiri lewat otakku yang memang sudah cacat!
Semangat itu membuat aku mencri2 Miss Randy untuk segera datang dan mengajar aku membaca dan menulis. Dibenakku, jika aku sudah bisa membaca dan menulis, dunia akan terbuka lebar untukku, walau aku berada jauh dari duniaku di Jakarta!
Sama dengan kata2 peribahasa yang sebenarnya sebagai kiasan, bahkan "membaca itu jendela dunia".Â
Sekilas, itu hanya lah kiasan saja. Tetapi, tidak! Itu benar2 ada di depan mataku. Selama aku tidak bisa atau belum bisa membaca,
Bagaimana aku bisa tahu komentar2 teman dan sahabat2ku?Â
Bagaimana aku bisa tahu tenang keadaanku di pekerjaanku di Jakarta?
Dan, bagaimana aku bisa membalas doa teman dan sahabatku, jika aku tidak bisa membaca dan menulis?
Peribahasa atau kiasan atau apapun itu, nyata2 ada di depanku. Aku harus bisa membaca dan menulis, supya aku bisa melihat dunia! Ya! Itu yang aku mau lakukan! Segera!
Semangatku meletup2!
Dan, ketika Miss Randy datang untuk menterapiku, aku menyambutknya dengan semangat dan gumaman seperti alien dan kata2 yang tidak jelas artinya, serta tawa lebarku.
Suara ku yang menggumam dan kata2ku yang tidak jelas, mungkin membat Miss Randy tertawa, dan semangat belajarku, diterangkan oleh Didit, sehingga sore itu Miss Randy pun mengajarkan aku itu semangat .....
Memulai lagi denan mengeja lafal semua huruf, dalam bahasa Inggris, lalu Miss Randy menggabung2kan huruf2 itu menjadi 1 kata, demi 1 kata.
Miss Randy mulai mengajarkan aku membaca .....
Dog, book, cat, ball adalah beberapa kata pertama untuk aku belajar membaca dalam bahasa Inggris. Untuk membaca beberapa 1 kata itu, aku harus berjuang untuk meluruskan lidahku untuk tidak bergumam dan supaya kata2ku bisa terdengar.
Mengeja dog, book, cat, ball, itu aku pelajar sampiai seharian dan esoknya. Sampai aku bisa melafalkannya walau belum baik, tetapi Didit jga sudah bisa mengerti kata2 yang aku lafalkan.
Memang, tidak gampang sebagai seorang pasca-stroke berat seperti aku ini, mampu untuk sekedar mengatakan 1 kata demi 1 kata, dimana bagi yang sehat, tidak bermasalah.
Aku tidak perduli dengan orang2 sehat! Aku hanya mau belajar membaca, agak aku pulih dan semakin sembuh, dan agar aku bisa terhubung dengan duniaku, walau hanya lewat Facebook.
Aku tidak peduli, atau lebih tepatnya, aku belum peduli, jika aku masih berada di ruma sakit ini, krena aku sadar bahwa aku baru saja pulih sedikit sekali setelah serangan stroke 8 hari lalu.
Aku tidak peduli jika aku masih lama di rumah sakit ini, karena aku memang masih jauh dari pulih. Aku sadar sekali dengan itu. Bahkan, sejak awal aku mendengar Dokter Gandhi mengatakan bahwa aku hanya bisa berbaring saja disisa hidupku.
Tetapi, aku pun tidak percaya sepenuhnya. Yang aku tahu dan aku percaya adalah, jika aku masih hidup, seperti apapun bentuk tubuhku, berarti Tuhan masih punya rencana untukku.
Dan, ketika aku masih hidup dengan keadaanku saat itu yang cacat, mengapa aku tidak bersaha untuk pulih dan sembuh, walau dokter sudah memvonis demikian? Memang aku mau, jika aku masuh hidup, entah berapa lama lagi, tetapi aku tidak berusaha untuk pulih dan sembuh?
Tetapi, sepertinya, itu bukan aku!
Aku ini adalah seseorang yang kat, dan selalu berpikir positif!
Apalagi, aku sadar dengan semua tanggung jawab hidupku. Minimal, untuk kedua anakku yang masih SD, dan aku harus membiayai mereka sampai lulus sarjana. Dan dengan berbagai masalah, antara lain tidak adanya dana dari mantan suamiku, aku harus benar2 bekerja keras untuk mereka.
Masalah tentang "terhubung dengan duniaku walau hanya lewat Facebook", mungkin hanya sekedar sentilan Tuhan di hari kedelapan aku terserang stroke sebagai pasca-stroke. Tuhan benar2 menolongku, dengan caranya.
.Jika Tuhan tidak menyentilku lewat tulisa2 Didit yang meng-update keadaanku di Facebook, dan aku tetap menangis tidak berhenti karena ketakutan2ku, mungkin kah hati dan pikiranku terbuka tentang masa depanku?
Ya, mungkin juga pikiranku tetap terbuka, tetapi apakah pikiranku itu sama dengan Rencana Tuhan? Karena, yang terjadi selama ini, pemikiran2 manusia itu belum tentu sama dengan Renacana NYA .....
Jadi, ketika Tuhan menyentilku kecil sekali, bahkan saat itu aku sedang galau dan dengan ketakutan2 yang aku ciptakan sendiri, otakku langsung tegak berdiri. Ini adalah momen yang tepat untuk aku benar2 bangkit!
Bangkit dari keadaanku ini, yang memang tidak atau belum jelas sampai kapan!
Bangkit dari kemungkinan2 terburuk yang bisa aku dapatkan!
Tetapi, jika aku tidak mau peka dengan Rencana Tuhan dengan cara NYA memberiahu kepdaku, entah smpai kapan aku bisa pulih dan sembuh. Karena puulih dan sembuh itu bukan hanya secara fisik saja,
Masalah fisik pun jika sembuh, tetapi tidak dibarengi dengan masalah psikologis yang tetap egois, itu pun tidak menjadikan pasca-stroke sembuh.
Untukku sendiri, sejak itu pun aku tahu dan sadar. Bahwa jika aku tidk sembuh secara fisik pun, aku tetap akan bersyukur dengan keadaanku, karena aku niat sekali untuk memulihkan pikiranku dan menerima diri dengan keberadaanku.
Karena jika aku pulih secara psikologis, aku yakin bahwa aku tetap bisa berkarya, walau terbatas denan fisiku. Ya, itu niatku!
Dan sejak saat itu, sekitar hari kedelapan, dengan kesadaran penuh, aku harus benar2 bangkit! Aku harus bangkit untuk pulih! Tetap berusaha, walau aku tidak tahu, apakah benar2 aku bisa pulih, secara fisik. Karena secara medis, fisikku tidak akan pernah pulih lagi.
Tetapi, secara pemikiran, aku bisa benar2 pulih, seiring IMAN ku dan kepercayaan ku pada Tuhan .....
Hari itu, aku tidur dengan nyenyak, tanpa dihantui oleh kegalauan dan ketakutan2ku yang aku ciptakan sendiri. Karena sejak saat tu, aku serahkan kepada Tuhan, apapun yang akan terjadi, aku yakin, DIA akan tetap disisiku untuk aku bisa bertumbuh dengan IMAN ku kepada NYA .....
Aku benar2 bahagia, ditengah2 keterbatasanku ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H