Dalam arsitektur, desain universal berarti menciptakan ruang yang memenuhi kebutuhan semua orang, muda dan tua, mampu dan cacat atau disabilitas. Dari penataan kamar hingga pilihan warna, banyak detail digunakan untuk pembuatan ruang yang dapat diakses.
Arsitektur cenderung berfokus pada aksesibilitas bagi penyandang cacat, tetapi Desain Universal adalah filosofi di balik aksesibilitas.
Tidak peduli seberapa cantik, sebuah rumah tidak akan nyaman atau menarik jika si penghuni tidak dapat bergerak bebas melalui kamarnya dan secara mandiri melakukan tugas2 dasar kehidupan.Â
Sekalipun setiap orang dalam keluarga memiliki tubuh yang sehat, kecelakaan mendadak atau efek jangka panjang dari penyakit dapat menciptakan masalah mobilitas, gangguan visual dan pendengaran, atau penurunan kognitif. Merancang untuk orang buta adalah salah satu contoh desain universal.
Mungkin, rumah impian kita memiliki tangga spiral dan balkon dengan pemandangan indah, tetapi apakah itu dapat digunakan dan diakses oleh semua orang di keluarga atau untuk tamu2 yang datang di rumah kita?
***
Realitas yang aku lihat dan aku hadapi di banyak sekali rumah2 mewah (terutama) di Jakarta atau di kota2 besar lainnya di Indonesia, adalah si arsitek LUPA untuk mendesain rumah2nya bisa didatangi oleh semua orang. Baik tua, muda, sehat atau disabilitas.
Rumah2 mewah itu bertngga2 berundak, cukup tinggi bagi sebagian orang. Terutama bagi orang tua yang susah untuk naik tangga, apalagi bai disabilitas pengguna kursi roda!
Atau, jika antar ruang harus terdapat perbedaan ketinggian lanai, bisa dibuat ramp, dari pada dengan tangga walau hanya 2 atau 3 anak tangga, supaya fungsinya bisa kolaborasi dengan pengguna kursi roda.
Padahal sebagai arsitek, kami dituntut untuk mempunyai empati yang tinggi untuk karya2 kami. Mendesain itu bukan hanya sekedar cantik dan keren saja, tetapi desain kita harus bisa di datangi oleh demua orang, tanpa perbedaan.
Desain produk dan arsitektural serta lingkungan memang harus dapat digunakan oleh semua orang, sejauh mungkin, tanpa perlu adaptasi atau desain khusus.
Ketika merancang ruang2 di sebuah rumah yang diharapkan menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi penghuninya, dan mempunyai desain inklusi.
Mereka harus menyiasati dimensi2 yang nyaman untuk akses disabilitas diatas kursi roda, dengan ukuran2 ruangan, pinut serta perabotannya. Dengan fasilitas2 yang juga harus disesuaikan dengan kebutuhan penghuninya.
Tingkaat kecacatan seorang disabilitas memang berbeda termasuk tingkat keterbatasan fisik nya, sehingga desain arsitektural pun harus disesuaikan.
Sebuah rumah yang inklusi pun, Â harus di desain dengan pengemangana dan metode2 yang semakin uptodate, sebagimana ditunjukkan oleh beberapa proyek serta inovasi2 yang bisa diakses oleh si pengguna.
Alat bantu yang terbesar bagi disabilitas adalah pengguna kursi roda, sehingga rumah yang nyaman bagi disabilitas pengguna kursi roda, mungkin merupkan rumah yang bisa lebih dipakai oleh jenis2 disabilitas yang berbeda.
Manuver2 khusus untuk kursi roda, harus dipersiapka, misalnya dengan sesedikit mungkin perabotan dan asesoris2 yang ada.
Jendela dan pintu yang setinggi ruangan, dan integrasi jalur landai untuk sirkulasi, desain tidak termasuk hambatan bagi orang yang menggunakan kursi roda.
Dengan adanya disabilitas diatas kursi roda, berarti sebisa mungkin juga mempunyai permukaan lantai yang datar tanpa perbedaan ketinggian sama sekali.
Karena jika ada perbedaan ketinggian, memungkinkan kursi roda akan terantuk dan akhirnya tidak bisa bergerak karena rodanya bergeser.
Lain lagi, ketika desain arsitektural sebuah rumah atau bangunan2 fasilitas publik dengan pengguna disabilitas netra, yang tidak bisa melihat, serta disabilitas rungu, yang tidak bisa mendengar. Desainnya harus khusus.
Misalnya, untuk disabilitas netra, harus mempunyai "pegangan" supaya si pengguna yang tidak bisa melihat ini, dengan desain khususnya. Bisa mendsain di lantai denan jalur2 untuk tongkat putihnya, atau di desain di dinding seperti foto dibawah ini.
Dinding2 ini disebut "dinding sensorik"Â untuk membantu si penderita menguasai mobilitas dan ketrampilan orientasi mereka.
Bagaimana denan pintu bagi sebuah rumah dengan pengguna disabilitas diatas kursi roda?
Karena aku adalah seorang disabilitas diatas kursi roda, aku merasakan sendiri bahwa jika aku membuka atau menutup pintu untuk pintu swing standard, akan susah sekali, karena aku harus beberapakali memajukan atau memundurkan kursi rodaku untuk membuka atau menuup pintu swing itu.
Sehingga, pintu sebaiknya dengan model pitu geser, seperti foto dibawah ini.
***
Ruang2 arsitektura inklusi dan ramah disabilitas, sebenarnya tidak terlalu berbeda, kesuali dengan modifikasi2 yang dibutuhkan.
Modifikasi2 itu pun, tidak melulu dengan tambahan2 fasilitas saja, tetapi banyak juga dikolaborasikan dengan material2 yang nyaman untuk kebutuhan disabilitas dan untuk pandangan matanya.
Material2 khusus, untuk menambah keamanan dan kenyamanan atau ide2 inovatif dan kreatif, itu juga yang membuat sebuah rumah atau bangunan ruang public, menjadi bagian dari dunia yang ramah disabilitas .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H