Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Karya Arsitektur Humanis dan Berorientasi "Ramah Disabilitas"

3 Juni 2020   16:32 Diperbarui: 3 Juni 2020   16:39 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
firstreference.com | Fungsi tangga nya jelas, bagi orang2 sehat, non-disabilitas/prioritas. Dan, fungsi ramp disisi tangga pun jelas, bagi kursi roda. Sebuah konsep arsitektural yang humas dan

By Christie Damayanti

Sebagai seorang arsitek "tua" yang lulus tahun 1992 lalu, aku banyak belajar tentang lmu arsitektur nya sendiri, yang sebagian besar dalam perkuliahan selama tahun 1988 sampai 1991 lalu.

Tetapi, ketika aku memulai bekerja dalam karierku, aku terus belajar bukan hanya arsitektrnya sendiri, tetapi bagaimana aku bisa mendesain sebuah bangunan dengan baik, dan bisa dipakai oleh orang lain, siapapun itu, tanpa diskriminasi.

Memulai dengan konsep "arsitektur humanis", aku mulai menempa diriku sendiri untuk mempeljari konsep2 baru tentang konsep dan desain "arsitektur ramah disabilitas", yang mungkin tidak banyak yang mau mengerti bahwa ada beberapa kelompok kehidupan di dunia ini, yang belum mendapatkan tempat untuk bisa hidup aman dan nyaman.

Kelompok itu, adalah kaum disabilitas, dengan berbagai jenis kecacatannya, serta kelompok prioritas, untuk orang tua lansia dengan tongkat atau walker, ibu2 hamil, keluarga mda dengan bayi dan anak2 mereka dalam stroller, serta orang2 sakit dengan alat bantu tertentu.

Konsep arsitektural humanis ini, lebih global. Bisa meliputi lingkungan atau kepedulian apapun.

Dan, mulai artikelini, aku akan membahas berabagai konsep arsitektural humanis yang global dan akan masuk ke konsep2 arsitektur yang ramah disabilitas serta prioritas.

***

Arsitek Kent Bloomer dan arsitek Charles Moore, menguraikan bagaimana arsitektur berasal sebagai respon tubuh, dimana konsep arsitekturalitu dlam arti tertent merupakan sebuah seni yang berpusat pada tubuh.

Sangat bisa dimengerti, ketika kita punya kebutuhan hidup untuk bertempat tinggal atau melakukan kegiatan tertentu, kita membutuhkan sebagai fasilitas2 yang tentunya harus difasilitasi oleh arsitek2 dengan  karya2 mereka.

Kebutuhan2 manusia ini akan menjadi sangat kompleks, ketika kita semakin membutuhkan fasilitas2 tertentu untuk bisa memudahkan kegiatan2 kita. Lalu, kita akan mengalami dalam diri kita, yang konsisten secara harafiah, menjadi sebuah "kepribadian" ......

Kemudian, dalam arti tertentu, kita merasa bahwa lingkungan kita telah menjadi bagian dari kehidupan sehari2 dan desain arsitektural itu menjadi media yang kita butuhkan.

Kebutuhan2 kita akan desain arsitektural yang aman dan nyaman, sekarang ini bukan sekedar mmpunyai rumah atau berkegiatan di sebuah bangunan yang indah saja.

Bukan sekedar mempunyai rumah dan berkegiatan di bangunan2 keren dan berteknologi tinggi saja, tetapi berbiaya mahal, sehingga manusia akan  lebih mencari tempat tinggal yang fungsional tanpa biaya lebih banyak.

Konsep tentang "bentuk mengikuti fungsi" atau yang terkenal dengan "form follow function", adalah prinsip arsitektural yang terkait dengan desain industry di akhir abad ke-19, dan awal arsitektur secara umum. Dan itu berarti, bentuk bangunan atau obyek utama harus berkaitan dengan fungsi atau tujuan bangunan itu didirikan.

Konsep "form follow function" ini, member penguatan pada banyak arsitek termasuk aku, untuk melihat dan mendesain bangunan, bukan hanya sekedar dari bentuk serta keindahannya saja, tetapi lebih kepada fungsinya, supaya bangunan itu menjadi lebih bermanfaat.

Contoh saja, tentang sebuah rumah tempat tinggal kita.

Untuk rumah2 fungsionalis, akan mengacu sebenarnya kepada rumah2 standar bahkan rumah sederhana. Fungsinya sederhana, untuk tempat kita tinggal. Akomodasi. Tidur, beristirahat dengan keluarga. Memasak untuk makan dan belajar serta bekerja rumah tangga.

Fungsinya demikian.

Tetapi, karena manusia tidak pernah puas, menjadikan rumah kita dihiasi pernak pernik, dan arsitektural nya semakin indah.

Rumah menjadi lebih besar, karena fungsi nya juga bukan hanya sekedar tidur, makan dan berumah tangga saja, tetapi ada kegiatan2 yang lain. Seperti berkebun, misanya. Ingin mempunyai rang khusus home theater, atau dapurnya ada yang kotor atau pantry.

Wajar. Sangat wajar.

Dan, kesemuanya itu akan menjadikan rumah kita yang awalnya sederhana, berkembang menjadi rumah mewah. Kesemuanya mempunyai resiko yang mengikutinya. Berbiaya mahal .....

Desain2 rumah yang besar dan semakin bombastis, bahkan ada rumah yang seperti mall saking besarnya, juga fasilitas2 yang sangat mewah, menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih egois.

Sering tidak mengindahkan aturan2 untuk membangunnya, keegoisan manusia bertumpuk, menjadikan konsep arsitektural sebuah tempat tinggal semakin egosentris tanpa kepedulian.

Jika sebuah rumah tinggal sederhana, tidak mempunyai tangga karena akan menjadikan cost nya semakin tinggi, tidak demikian dengan sebuah rumah tinggal mewah.

Tangga berundak, fasilitas2 mewah kolam renang atau tempat fitness keluarga, membuat akhirnya tidak semua orang bisa masuk kedalamnya.

Benar2 tidak bisa masuk, karena lingkungan yang tidak biasanya. Tangga tinggi untuk masuk, misalnya.

Jika mereka mempunyai orang tua yang sudah berumur, mereka tidak mampu untuk memasuki rumah mewah itu. Dan, jika orang tua itu sudah menggunakan alat bantu seperti tongkat, walker atau kursi roda, berarti mereka lebih tidak mampu lagi untuk memasuki rumah mewah tersebut .....

Sebuah rumah ber-arsitektur humanis dan berorientasi "ramah disabilitas"

Papa adalah seorang sinsinyur sipil, dan tahun 1972 beliau mendesain rumah kami sekarang ini, dengan pemikirn yang luar biasa.

Beliau almarhum sudah sadar karena sebuah rumah harus sesuai dengan fungsinya, dan bisa dimasuki oleh semua orang. Konsepnya jelas. Ruang2 besar tanpa penyekat dan tanpa tangga2 berundak, kecuali untuk naik ke lantai atas.

Permukaan rumah benar2 rata dari permukaan jalan, kecuali sekedar perbedaan peil sekitar 2 cm dari permukaan jalan utama, untuk memberikan ruang yang brebeda dengan ruang public.

Sama sekali tidak ada anak tangga, sehingga ketika ibuku masih ada sekarang dengan usia 78 tahun, menjadi ibu nyaman untuk bergerk tanpa kesulitan.

Dan untukku, yang sejak 10 tahun lalu sebagai pasca-stroke lumpuh tubuh kaan, sehingga aku sedikit kesulitan untuk bergerak, tetapi berkat desain almarhum papaku, aku sama sekali tidak kesulitan.

Dan, walau rumah kami, dan kamar kami di lantai atas, kami pun nyaman untuk naik turun tangga. Mengapa?

Karena papaku benar2 merencanakan nya dengan sangat baik!

Setiap anak tangga, hanya setinggi 10 cm (biasanya sekitar 15 cm -- 20 cm), dan lebar anak tangga sebesar 30 cm (bisanya sekitar 20 cm -- 25 cm) membuaat kami, aku dan ibuku, nyaman untuk naik turun tangga!

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi | Tinggi anak tangga hanya 10 cm dan lebar anak tangga 30 cm. Sehingga, anak2 tangga dari kantai dasr ke lantai atas, menhadi lebih bera, Yang biasanya dihindari oleh beberapa orang, yang ingin rumah mereka agak sedikit lebih luas, dengan mengorbankan fungsi2 utamanya (tangga) ......
Dokumentasi pribadi | Tinggi anak tangga hanya 10 cm dan lebar anak tangga 30 cm. Sehingga, anak2 tangga dari kantai dasr ke lantai atas, menhadi lebih bera, Yang biasanya dihindari oleh beberapa orang, yang ingin rumah mereka agak sedikit lebih luas, dengan mengorbankan fungsi2 utamanya (tangga) ......
Untukku, rumah papaku yang sekarang aku tinggali ini merupakan contoh sebuah rumah yang berarsitektur humanis, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsional nya, sebagai rumah tinggal yang aman dan nyaman.

Nyaman karena membuat aku yang cacat serta ibuku yang berusia 78 tahun, tidak kesulitan untuk bergerak!

Dan aman, karena aku sebagai kaum disabilitas lumpuh tubuh kanan, aku bisa berjalan tanpa was-was karena perbedaan permukaan lantai, serta aku pun nyaman bergerak diatas kursi roda ajaibku jika aku capai berjalan .....

Konsep "form follow function" di rumah ini benar2 terwujud. Bentuk mengikuti fungsi. Fungsinya adalah rumah tinggal yang aman dan nyaman, dan bentuknya pun sesuai.

Walau mungkin rumah ini mungkin tidak semodern dan tidak sebombastis bagi eberapa arsitek atau orang lain, tetapi rumah ini benar2 sangat nyaman dan aman untukku dan ibuku.

Ditambah lagi, realitasnya rumah ini menjadi "sebuah seni yang berpusat pada tubuh", yang artinya fungsi2 tubuhku dan ibu yang harus mendapat fasilitas2 khusus, karena aku yang lumpuh dan ibu yang sudah berumur .....

Contoh sebuah bangunan berkonsep arsitektur humanis, serta menuju arsitektur yang "ramah disabilitas" ......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun