Jalan-jalan di pusat kota modern dan distrik yang baru dibangun kembali cenderung memiliki trotoar yang relatif luas dan berdedikasi dengan trotoar yang besar.Â
Begitu juga, ketika pelabuhan Kobe yang pernah hancur di gempa bumi tahun 1995 lalu, membuat pelabuhan ini semakin meningkatkan fasilitas-fasilitas keamanan dan kenyamanan, termasuk kaum disabilitas.
Paving kuning atau jalur kuning bagi disabilitas netra, ada di mana-mana di Jepang. Demikian juga, ada banyak informasi dalam braille yang ditemukan di fasilitas umum. Namun, informasinya ada dalam huruf Braille Jepang yang didasarkan pada suku kata Jepang.
Mungkin, ke depannya Jepang bisa mencetak dengan huruf latin Bahasa Inggris sehingga Jepang benar2 mampu menjadi Negara yang sangat memperhatikan disabilitas ......
Selain itu, suara memainkan peran besar dalam membantu orang yang disabilitas netra bergerak. Berbagai suara berulang dan pengumuman di stasiun dan fasilitas publik lainnya, termasuk pelabuhan Kobe ini, diputar di dekat pintu keluar, toilet dan peta braille untuk membantu meningkatkan orientasi dalam hubungannya dengan jalur kuning tadi.
Sinyal suara di beberapa lampu lalu lintas menunjukkan bahwa persimpangan itu aman. Seperti, ketika kami menyeberang di sana, juga ketika di mana-mana aku menyeberang di manapun di Jepang.
***
Rasa aman dan nyaman itu bertumbuh dengan kenyataan. Tidak bisa hanya dengan kata-kata promosi, yang biasanya untuk menarik minat wisatawan lewat brosur. Seringkali, aku menemukan betapa brosur mampu membuat wisatawan senang atau sebaliknya, terkecoh.
Brosur-brosur memang dicetak semenarik mungkin, dengan tata bahasa yang sangat baik dan foto-foto cantik. Tetapi, brosur seringkali justru bisa membuat, terutama kaum disabilitas terkecoh.Â
Keindahan brosur memang setara dengan keindahan tempat-tempat wisata yang dipromosikan, tetapi mereka tidak mampu untuk benar-benar sesuai dengan yang dipromosikan, terutama secara detail.