Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ketika Ramah Disabilitas Menjadi Pelayanan Utama Sepanjang Pelabuhan Kobe

24 Februari 2020   09:36 Diperbarui: 25 Februari 2020   16:25 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi | Bagi disabilitas netra, memang area luasan besar seperti pelabuhan Kobe, tidak disediakan jalur kuning, karena disabilitas netra tidak mampu melihat. Tetapi, jalur kuning aka nada di sepanjang permukaan yang tidak terlalu luas, dekat dengan pengaman, seperti railing ini.

                                                                                                                                 
Tahu, tidak?

Selama jalan-jalan di seputaran pelabuhan Kobe, kursi rodaku sama sekali tidak "tersangkut". Artinya, semua permukaan tanah yang sebagian tertutup oleh berbegai macam conblok, dan sebagian lagi tertutup oleh pelapis keramik dan sedikir parquette, benar-benar mulus.

Bukan. Bukan berarti permukaan tanah yang dilapisi itu tidak ada perbedaan ketinggian, tetapi perbedaan-perbedaan itu sangat diperhatian oleh si pemilik. Baik pemerintah ataupun instansi.

Perbedaan ketinggian itu diperhatikan dengan cara memberikan ramp ringan, atau tambahan perbedaan jenis pelapis. Sehingga, kursi roda ajaibku benar-benar tidak pernah "tersangkut" apapun, walau aku tidak terlalu melihat apa yang ada di depanku.

Artinya lagi, 

Ketika aku mengamati lingkungan sekitar pelabuhan dan mencatat yang aku perlukan dalam otakku, dan aku tidak memperhatikan jalan-jalan yang aku lalui di atas kursi roda, berarti sepanjang jalanku adalah sebuah pelabuhan yang sangat ramah disabilitas.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Ketika area luas di pelabuhan Kobe ini tidak dipasang jalur kuning, karena memang disabilitas netra tidak mampu melihat, sehingga mereka akan dibimbing melalui jalur-jalur khusus dengan pengaman. Tetapi, di ujung pelabuhan berbatasan dengan laut, mereka memasang pengaman kuning, bagi kursi roda supaya tidak jatuh.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Bahkan, ketika Baskoro mengajakku dan Michiko untuk naik Menara Merah atau Kobe Port Red Tower yang menjadi salah satu landmark kota Kobe, dan aku mengiyakan, aku benar-benar melihat dan merasakan betapa konsep "ramah disablitas" ada di semua lini dan di semua tempat dan fasilitas-fasilitas di Jepang!

Awalnya, aku agak ragu dengan tidak cukup besar nya Menara Merah itu. Dengan kursi roda ajaibku, pasti jika ada wisatawan yang mau naik ke atas, akan menjadi sempit. Lift nya pun sempit dan kecil. Kupikir, pengguna kursi roda tidak diijinkan naik ke atas, seperti di Menara Eiffel Paris.

Di Eiffel Tower Paris, aku hanya diijinkan untuk naik ke lantai 3 saja, sementara lift ke ujung menara, walau kursi roda tetap bisa sampai atas. 

Waktu aku ke sana yang ketiga kalinya, tahun 2014 dan aku sudah sebagai pemakai kursi roda, ijin itu tidak bisa dengan berbagai hal yang bisa membahayakan bagi pengguna kursi roda itu sendiri.

Di Eiffel Tower Paris juga, kaki menaranya memang sangat "kecil" dengan 1 lift kira-kira berdimensi sekitar 1,2m x 1,2m. Betul, kursi roda yang berdimensi sekitar 80cm x 80cm, pasti bisa masuk tetapi sangat berbahaya bagi pengguna kursi roda, dimana jika ada kesalahan teknis si pengguna kursi roda akan kesulitan untuk dievakuasi.

Dengan kursi rodanya sendiri, dan si penderita, aku sangat mengerti jika tidak ada ijin pengguna kursi roda untuk naik ke ujung menara. Sehingga, aku hanya bisa berada di lantai 3 saja, pada wakyu itu.

Tetapi, ternyata beda dengan Menara Merah Kobe. Entah bagaimana mereka memikirkannya, disabilitas pengguna kursi roda pun diijinkan naik ke ujung menara, dengan naik lift. 

Mungkin, karena memang Menra Merah Kobe tidak terlalu tinggi yang menyebabkan mereka mengijinkan naik, atau ada alasan2 lainnya, yang aku yakin mereka sudah memikirkannya masak-masak.

"Pengaman-pengaman" bagi pengguna kursi roda pun beragam. Mulai dengan beerbagai macam railing, serta berbagai jenis pelapus permukaan tanah pun, membuat aku berdecak kagum.

Jangankan yang non-disabilitas. Aku sebagai bagian dari disabilitas pun, sering kali tidak terpikir untuk memberikan fasilitas2 khusus bagi disabilitas, SEBELUM AKU MERASAKANNYA SENDIRI.....

Tetapi, Jepang memang sangat memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh segenap manusia. Dari anak kecil sampai orang dewasa. Dari disabilitas sampai non-disabiiltas. Bahkan, material-material khusus untuk disabilitas pun sangat diperhatikan.

***

Keadaan aksesibilitas, terutama bagi disabilitas, di Jepang telah meningkat secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir dengan dorongan ke arah fasilitas "bebas hambatan" yang dapat dinavigasi dengan kursi roda, bus non-step, toilet multiguna dan lift lebar dengan tombol-tombol yang diturunkan. 

Namun, memang masih ada banyak tantangan. Karena, biasanya untuk mendesain hal-hal tersebut, adalah non-disabilitas.

Jalan-jalan di pusat kota modern dan distrik yang baru dibangun kembali cenderung memiliki trotoar yang relatif luas dan berdedikasi dengan trotoar yang besar. 

Begitu juga, ketika pelabuhan Kobe yang pernah hancur di gempa bumi tahun 1995 lalu, membuat pelabuhan ini semakin meningkatkan fasilitas-fasilitas keamanan dan kenyamanan, termasuk kaum disabilitas.

Paving kuning atau jalur kuning bagi disabilitas netra, ada di mana-mana di Jepang. Demikian juga, ada banyak informasi dalam braille yang ditemukan di fasilitas umum. Namun, informasinya ada dalam huruf Braille Jepang yang didasarkan pada suku kata Jepang.

Mungkin, ke depannya Jepang bisa mencetak dengan huruf latin Bahasa Inggris sehingga Jepang benar2 mampu menjadi Negara yang sangat memperhatikan disabilitas ......

Dokumentasi pribadi |   Railing2 dicetak huruf Braille, dengan Bahasa Kanji Jepang .....
Dokumentasi pribadi |   Railing2 dicetak huruf Braille, dengan Bahasa Kanji Jepang .....

Selain itu, suara memainkan peran besar dalam membantu orang yang disabilitas netra bergerak. Berbagai suara berulang dan pengumuman di stasiun dan fasilitas publik lainnya, termasuk pelabuhan Kobe ini, diputar di dekat pintu keluar, toilet dan peta braille untuk membantu meningkatkan orientasi dalam hubungannya dengan jalur kuning tadi.

Sinyal suara di beberapa lampu lalu lintas menunjukkan bahwa persimpangan itu aman. Seperti, ketika kami menyeberang di sana, juga ketika di mana-mana aku menyeberang di manapun di Jepang.

***

Rasa aman dan nyaman itu bertumbuh dengan kenyataan. Tidak bisa hanya dengan kata-kata promosi, yang biasanya untuk menarik minat wisatawan lewat brosur. Seringkali, aku menemukan betapa brosur mampu membuat wisatawan senang atau sebaliknya, terkecoh.

Brosur-brosur memang dicetak semenarik mungkin, dengan tata bahasa yang sangat baik dan foto-foto cantik. Tetapi, brosur seringkali justru bisa membuat, terutama kaum disabilitas terkecoh. 

Keindahan brosur memang setara dengan keindahan tempat-tempat wisata yang dipromosikan, tetapi mereka tidak mampu untuk benar-benar sesuai dengan yang dipromosikan, terutama secara detail.

Sangat wajar, memang! 

Apalagi kaum disabilitas hanya sebagian kecil saja, dibanding mayoritas wisatawan dan warga kota.

Tetapi, yang aku saksikan di pelabuhan Kobe ini, justru membuat aku merasa sangat aman dan nyaman, tanpa pertama kali dahulu, aku tahu tentang kenyataannya. Apalagi, ketika hasil pengamatanku disana ini, semakin membuat aku sebagai disabilitas pengguna kursi roda, merasa sangat aman dan nyaman.

Tidak bisa hanya 1 hari saja, jika mau mengeksplor pelabuhan Kobe, karena luasnya. Tetapi, selama 2 jam kami berkeliling di sana, paling tidak aku mampu merasakan suasana serta "rasa" aman dan nyaman, tanpa kata-kata muluk, sebagai bagian dari disabilitas dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun