Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Danau Purba" Ochino Hakkai di Narusawa Village, sebagai Situs Warisan Budaya UNESCO

5 Februari 2020   10:34 Diperbarui: 5 Februari 2020   10:39 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolam ketiga, agak jauh dibelakang sana, dan tidak banyak yang mendatanginya, karena memang lebih terpencil dan jalannya pun sepi.Terlihat dibelakangku, wisatawan asing bule2, yang lebih berminat kesini, dibandingkan keramaian di depan. | Dokumentasi pribadi

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Kolam kedua, yang bersisian dengagn kolam terbesar, masih di datangi oleh wisatawan2 disana. Mereka hanya memandanginya, sambil bercengkerama saja.
Kolam kedua, yang bersisian dengagn kolam terbesar, masih di datangi oleh wisatawan2 disana. Mereka hanya memandanginya, sambil bercengkerama saja.
Kolam ketiga, agak jauh dibelakang sana, dan tidak banyak yang mendatanginya, karena memang lebih terpencil dan jalannya pun sepi.Terlihat dibelakangku, wisatawan asing bule2, yang lebih berminat kesini, dibandingkan keramaian di depan. | Dokumentasi pribadi
Kolam ketiga, agak jauh dibelakang sana, dan tidak banyak yang mendatanginya, karena memang lebih terpencil dan jalannya pun sepi.Terlihat dibelakangku, wisatawan asing bule2, yang lebih berminat kesini, dibandingkan keramaian di depan. | Dokumentasi pribadi
Suasana yang diciptakan menurutku memang berhasil. Ketika aku berjalan kaki lepas dari kurso roda karena tidak ada jalan msuk kesana dengan kursi roda, bulu kudukku sedikit merinding.

Dengan digandeng oleh Michelle, aku menapaki jalan setapan seadanya dari permukaan batu2 alam, sehingga aku kesusahan untuk kesan. Tetapi, aku memang penasaran, apa yang ada di lingkungan sebuah kolam yang aku datangi, sebagai "kolam purba".

Kami harus berhati2 untuk mendekat kolam tersebut. Tidak banyak wisatawan yang tertarik untuk mendekat, karena memang disana tidak seperti sebuah titik wisata. Walau justru inilah titik wisata itu, kolam2 purba yang dipelihara sesuai dengan keadan aslinya, sejak kolam2 tersebut ditemukan .....

Lingkungan sekitar memang sengaja tidak digarap semuanya, seperti untuk menerima pengunjung. Karena ini memang benar2 desa, dan dengan beberpa rumah kecil milik penduduk local, pemerintah disana pun membangun jalan setapan yang nyaman dan cantik, guna untuk mereka lewat.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Jalan setapak yang semakin kecil, diarea desa ini, tetapi terus "ramah disabilitas", lho!
Jalan setapak yang semakin kecil, diarea desa ini, tetapi terus "ramah disabilitas", lho!
Kolam2 keenam dan ketujuh, semakin masuk kepelosok, dan tidak ada akses untuk kursi roda. Bahkan, untuk berjalanpun, harus berhati2 dengan bebatuan yang terjal. | Dokumentasi pribadi
Kolam2 keenam dan ketujuh, semakin masuk kepelosok, dan tidak ada akses untuk kursi roda. Bahkan, untuk berjalanpun, harus berhati2 dengan bebatuan yang terjal. | Dokumentasi pribadi
Kolam ke empat dan kelima, kami memotong jalan, karena hanya 1 jam kami harus kembali, jika tidak mau kehujanan. | Dokumentasi pribadi
Kolam ke empat dan kelima, kami memotong jalan, karena hanya 1 jam kami harus kembali, jika tidak mau kehujanan. | Dokumentasi pribadi
Kolam kedelapan, atau yang terakhir, suasananya cukup mencekam. Dengan air yang tidak terlalu penuh, serta bibir kolam dari bebatuan dan rumpu2 liar, serta suara angin semilir mendayu, membuat suasana agak "menakutkan". Seperti bayanganku, "kolam purba" itu memang menghanyutkan. | Dokumentasi pribadi
Kolam kedelapan, atau yang terakhir, suasananya cukup mencekam. Dengan air yang tidak terlalu penuh, serta bibir kolam dari bebatuan dan rumpu2 liar, serta suara angin semilir mendayu, membuat suasana agak "menakutkan". Seperti bayanganku, "kolam purba" itu memang menghanyutkan. | Dokumentasi pribadi
Tidak terlihat wisatawan disana, hanya kami saja yang bela2in turun, karena kola mini terletak di bawah. Ada beberapa anak tangga kayu, yang sengaja dibuat sebagai fasilitas wisata.

***

Pepohonan disana pun hijau royo2, karena memang tidak menjadi kan tempat ini dibabat untuk area lokasi wisata saja, tetapi tetap sangat melihat lingkungan sekitar.

Tidak jalan wisatawan yang berkeliling disekitarnya, karena fokusnya adalah kolam terbesar, yang memang digarap terbaik. Mereka banyak duduk disana sambil menikmati alam dan pemandangan, serta makan cemilan2 yang banyak di jual disana.

Atau sekedar berjalan2 diarea itu saja, tanpa mau berjalan lebih jauh lagi, seperti yang kami lakukan. Walau aku di atas kursi roda, dan Mr. Sugiyama dan istri jusa adalah bagian dari lansia, kami tetap semangat berjalan2, menikmati lingkungan serta menghabiskan waktu yang hanya 1 jam saja.

Dan, dari situlah aku semakin tahu, bahwa Jepang benar2 sangat memanjakan warganya, dan sangat peduli dengan negaranya. Walau ini wisata "tidak terlihat", dan aku belum perah melihat brosur2 tentang desa ini di Tokyo, tetapi pemerintah pun membangun wisata yang layak untuk menyambut dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun