Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sendirian, Keliling Tokyo Hanya dengan Kursi Roda "Ajaibku"

29 Januari 2018   09:25 Diperbarui: 29 Januari 2018   10:14 2083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku di Funabashi Hoten, Jepang. Diatas kursi roda 'ajaibku'. Dokumentasi pribadi.

By Christie Damayanti

Traveling ke luar negeri memang impian semua orang sejak dulu. Keliling dunia adalah impianku sejak kecil. Terinspirasi papa yang juga ingin anak2nya 'go internasional', beliau sudah sempat mengajakku dan adik2ku untuk berlibur ke tanah impian, ke banyak negara, sebelum aku mandiri dan bisa mendapatkan uang sendiri.. Dan puji Tuhan, itu juga berlaku untukku, membawa anak2ku traveling ke tanah impian mereka, dengan uang gajiku sendiri.

Sebelum terserang stroke, mudah bagiku untuk melakukannya. Tubuh yang sempurna, tinggal aku menabung sesuai dengan kemampuanku. Dan semua tercapai.

Tetapi ketika keberadaanku sebagai insan pasca stroke lumpuh 1/2 tubuh kanan, kadang membuat orang2 disekitarku mengolok2an ku bahkan mencibirku dengan kata2 yang menyakitkan. Tidak tahu dirilah, tidak sayang dengan tubuh sendiri lah, sok mau mengambil hak orang sehatlah atau kata2 yang lebih menyakitkan lagi. Seorang cacat yang tidak tahu diri dan menyusahkan orang lain, tapi ingin traveling keliling dunia ..... lebay!

Tetapi kata2 itu justru menjadi cambuk untukku. Bahwa semua orang itu punya mimpi yang sama, baik yang sehat dan kuat, juga orang2 disabled dan yang sakit. Bedanya adalah, masing2 akan menyesuaikan dengan kemampuan dirinya, berusaha untuk mencapainya lewat apa yang masing2 bisa lakukan. Semua orang berhak menggantungkan mimpinya setinggi langit, mengejarnya dan meraihnya, asal mereka semua langsung "bangun". Karena jika tidak bangun untuk berusaha meraihnya, impiannya hanta sekedar impian2 belaka .....

Walau aku cacat, pertama yang aku lakukan untuk mengjar ketertinggalanku adalah mencoba dan berusaha lagi untuk terbang tinggi dan melanjutkan mimpiku mengajak anak2ku keliling dunia. Dan negara pertamaku setelah terserang stroke untuk latihan fisikku, dengan memakasi kursi roda, aku membawa seluruh keluargaku, orang tua dan anak2ku, ke Singapore, Agustus tahun 2012.

Lihat tulisanku Ternyata, Anak-Anakku Bisa Mengurus Kami Sebagai 'Disabled Persons'.....

Sukses dengan itu, traveling ke Singapore diatas kursi roda, aku mulai percaya diri lebih tinggi lagi. Melatih fisikku dan otakku serta meladih dri untuk berkomunikasi dengan Tuhan ku. Sebagai IPS, sebenarnya akan sangat bermasalah jika aku terbang tinggi dan dalam waktu yang lama. Jadi, aku memamg mencoba dahulu dengan Singapore karena dekat dan terbang sedang, dibawah 10.000 kaki.

Tahun 2013, papa dipanggil Tuhan, yang membuat aku semakin melecut diri, bahwa aku harus bisa mengejar ketinggalanku untuk mengantar anak2ku ke masa depan yang lebih baik. Bekerja keras dan menabung untuk keliling Eropa, dan itu terjadi bulan Agustus tahun 2014, setelah menabung agak lama. Karena 1 bukan di Eropa dengan keterbatasan2ku yang aku miliki, tidak bisa sembarangan.

Kontrol dan diskusi dengan dokter2 sampai menentukan akomodasi yang ramah disabled, pun aku tekuni sampai tentang transportasinya. Karena aku diatas kursi roda manual, dan membawa 3 koper besar serta 3 koper cabin, kasihan anakku2 harus membawa dan mendorong kursi rodaku. Sehingga aku putuskan untuk naik pesawat antar negara atau kota, yang seharusnya bisa dengan kereta atau bus.  

Ya, itulah pengorbananku. Dengan biaya yang lebih mahal, aku harus menabung untuk impianku bersama anak2ku keliling Eropa .....

Lihat tulisanku,

Ketika Aku Membawa Anak-Anakku Keliling Eropa, Dengan Separuh Tubuh Lumpuh .....

Menuju Amsterdam... Aku dalam Keterbatasan? Sudah Lupa, Tuh.....

 Tahun 2015, aku sibuk dengan even2ku, berpameran dan pelayanan serta launching buku2ku, sehingga baru tahun 2016 aku pergi lagi ke Singapore, Juni 2016 dan ke Amerika Desember 2016, yang ketika pulang pesawatku dirajam badai dari utara benua!

Dan ketika anakku, Michelle mendapat kesempatan Berkat dari Tuhan untuk melanjutkan belajar di Jepang, tahun 2017 bulan Agustus, aku dengan Dennis kakaknya, berksempatan menengok Michelle ke Tokyo dan sekitarnya.

Tetapi sekali lagi, ketika Dennis semakin sibuk dengan kuliah2nya dan tugasnya, sebagai seorang mama yang melepas Michelle berjuang menempuh pendidikannya di Jepang sendirian, membuat hatiku sering dan selalu galau. Sehingga aku merencanakan untuk minimal 3x dalam setahun aku akan menjenguk Michelle dan menemaninya. Memberikan kehangatan sebagai mamanya, dan menyiapkan segelas susu dan setangkap roti bagi nya pagi, sebelum dia berangkat kuliah.

Ketika aku mengajak Dennis untuk ke Jepang lagi dan bersama merayakan Natal disana bersama Michelle, dia menolak karena Desember adalah musim kumpul tugas dan awal tahun 2018 setelah selesai libur Tahun Baru, dia harus ujian. Jadi, memang agak susah untuk membagi waktunya antara menemaniku menengok Michelle di Jepang, dengan tugas2 dan belajarnya.

Aku sangat mengerti tentang itu, sehingga aku berpikir "out of the box", bagaimana caraku untuk ke Jepang tanpa menyusahkan orang lain, termasuk anak2ku. Dan akhirnya, keputusanku sudah bulat bahwa aku harus menjalankannya sendirian, dengan ditemani oleh kursi roda 'ajaibku' ......

Ke Jepang, sendirian?

Aku sudah pernah merasakannya. Bukan hanya ke Jepang saja, tetapi keliling Eropa dan keliling Amerika, beerapa kali SENDIRIAN, baik karena memang masih sendiri sebelum menikah, atau karena tugas dari kanor yang harus aku lakukan sendirian. Tetapi tidak sekarang, sebagai seorang pasca stroke dengan tubuh lumpuh sebelah kanan, dan pemakai kursi roda!

Pro-kontra antara anak2ku sendiri, sahabat2ku bahkan teman2 di sosmed. Memicu cibiran demi cibiran. Tetapi seperti yang aku tuliskan di atas sebelumnya, semakin aku di ejek dan di cibir, semakin aku bertekad mematahkan cibiran mereka, bahwa AKU BISA, walau hanya dengan tubuh lumpuh sebelah kanan, diatas kursi roda .....

Bahkan, ibuku sangat kawatir, dan ketika beliau dan Dennis mengantarku ke bandara pada tangggl 15 Desember 2017 ke Tokyo Narita, beliau menangis dan Dennis memelukku erat2, yang ku terjemahkan dengan kekawatiran yang berlebihan.

Aku hanya memeluk mereka dengan senyuman, dan menjawab beribu pertanyaan tentang ini, dengan 1 jawaban saja, "Jangan takut, akan selalu ada Tuhan yang menjagaku ....."

Dan itulalah yang mengawaliku, berdiri dengan kakiku sendiri, mandiri bersama Tuhan, mengawali perjalananku sendiri bersama NYA, untuk menengok Michelle di Jepang, selama 2 minggu ......

***

Walau aku tahu bahwa Tuhan terus dan selalu mendampingiku, tetapi bukan tanpa masalah. Bukan juga tanpa perjuangan, mentang2 Tuhan ada. Semuanya membutuhkan proses. Minimal, aku berproses lewat hatiku. Ini adalah pengalaman spiritualku.

Pertama kali aku berjalan bersama Tuhan, sebenar2nya dan senyata2nya, hanya aku yang ditemani dengan kursi roda ajaibku saja, secara fisik. Walau kadang2 Michelle atau teman2nya menemaniku, tapi itu hanya beberapa saat saja, karena mereka harus kuliah dan bekerja ......

Tulisan2ku berikutnya adalah semua pengalaman2 dan perjanganku selama "berjalan bersama Tuhan", sendirian, dengan kursi roda ajaibku.

Sebelumnya :

Funabashi, "Kota Belanja" untuk Turis yang Tidak Siap dengan Harga Mahal Jepang

Funabashi, Konsep Kota Ideal 

Beranjak ke Kota Funabashi

Bukan Sekedar Berkuda di Funabashi Hoten

"Aku Ingin Tinggal di Rumah Nobita, yang Ada Doraemon", dan [Hampir] Menjadi Kenyataan

"Negeri Impian" Funabashi Hoten 

Sekali Lagi, Mengapa Funabashi Hoten?

'Funabashi-Hoten', Kota Kecil Awal Sebuah Kemandirian

Denyut Kehidupan di Nishi Funabashi sebagai "Kota Transit"

Awal Perjuangan untuk Menaklukan Jepang di Nishi Funabashi

'Nishi Funabashi', Sebuah Kota Kecil Tempat Hatiku Berlabuh

Mengapa Chiba?

Sebuah Negara dari 'Antah Berantah' dengan Bahasa dan Tulisan Cacingnya, Duniaku yang Baru .....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun