Tetapi adiiku berkata,
“Mba, badai akan terus terjadi sampai akhir Februari. Jika mba menunda untuk pulang, memang mba mau tinggal disini sampai akhir Februari?”
Sebuah ketakutan, cukup membuat tensiku (pasti) naik. Aku berdoa, walau mungkin orang2 melihatku tenang2 saja. Selalu tersenyum bahkan narsis berfoto2. Ketika mamaku bertnya, ada apa, aku pun menjawab dengan santai, seakan tidak terjadi apa2. Tetapi kami mulai sibuk mencri makan. Karena sudah jam makan malam, walau maskapai atau bandara sudah menyedikanan minum dan banyak snack …..
7 jam kami lalui. Dari mulai ketakutan yang melanda, dengan berbagai macam bayangan yang menakutkan, seperti di film2 kecelakaan pesawat karena badai. Kemudia berangsur tenang, sambil santai makan malam burger di bandara, bahkan sempat cari2 souvenir untuk oleh2. Dan akhirnya, bahkan aku dan anakku chatting dan ketawa2 lewat teman2 kami di Facebook, menertawai badai yang membuat kami harus delay selama 7 jam ……
Mamaku santai dan tertidur, tetapi ketika di televisi terus menerus sosialisasi tentang badai dan adikku pun terus memantau bedai yang sedang melanda di San Francisco, aku tersadar bahwa hidup kami seperti diujung tanduk …..
Bersambung ……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H