Ketika kita tinggal di sebuah kompleks (mix-used) dengan fasilitas nomor 1, tanpa harus meninggalkan kompleks tersebut, tentu saja kita bisa mengurangi pergerakan kita. Bisa bersepeda untuk kesekolah, atau jalan kaki. Bisa les juga jalan kaki, bersepeda atau jika harus naik mobil pun bisa berbarengan dengan teman2. Sehingga system transportasi berkelanjutan, itu bisa bejalan dengan lebih baik.
Mix-used2 itu bisa berdekatan, dan antar mix-used bisa memakai shuttle bus atau kereta listrik. Bisa dibayangkan, betapa indahnya Jakarta tanpa banyak asap mobil …..
Pertanyaan baru lagi,
“Apakah mereka yang tinggal disana benar2 menerapkan konsep system transportasi berkelanjutan??”
Sekali lagi, TIDAK!
Padahal arsitek2 itu mendesain mix-ussed dengan sangat detail. Dengan pedestrian cantik dan lebar, jalur2 sepeda (walau memang belum ada) mudah untuk dibuat serta taman2 lingkungan pun banyak. Tetapi, sebagian besar orang2 yang berkegiatan disana, justru “merusak”nya ……
***
Konsep ‘compact city’, walau sudah banyak ada di Jakaarta dan sekitarnya, ternyata baru sebagian warga saja yang menyadarinya. Banyak yang tinggal di kawasan mix-used ini, justru berkantor di ujung Jakarta. Juga anak2 sekolah mereka jauh di sana. Bahkan, mereka pun justru bertandang ke mix-used lainnya untuk membanding2kan demi sebuah keserakahan ……
Akibatnya?
Compact city pun tidak berhasil. Malahan, mereka tinggal di mix-used tertentu itu demi sebuah gensi saja, dibandingkan untuk mengurangi pergerakan hidupnya. Ya … lagi2 gengsi masih diatas semuanya …..