Jujur, apa yang terjadi fasilitas2 ini di Jakarta?
“Pengebirian” fasilitas2 perkotaan non-yang tidak banyak mengeluarkan uang, yang notebene merupakan kebutuhan besar bagi warga kota yang hidupnya pas-pasan, ini lah yang terjadi sekarang!
Aku ingat ketika aku masih berada di bangku SD tahun sekitar 1976-1982. Aku banyak bermain di taman2 umum. Didepan sekolah SD di Blok M, ada tamah bermain yang besar dengan fasilitas2 bermain anak2. Ada ayunan, jungkat jungkt, juga ruang terbuka yang luas untuk bermain basket dan volley ….
Ah … banyak dan menarik!
Lalu dari sekolahku berjalan ke selatan ada balai warga yang besar, indoor, yang banyak dipakai untuk berolah raga, atau berlatih cheerleader. Antara anak2 SD seperti ku dan teman, anak2 SMP bahkan kakak SMA tidak ada jarak. Kami bermain bersama. Berlatih music bersama dan tertawa bersama, walau bukan dari sekolah yang sama …..
Dan balai warga itu tersebar di beberapa titik kota, sesuai denganperencanaan (itu aku pastikan, karena dulu kami sering diundang untuk berkumpul dengan teman2 kami, ke balai warga di kecamatan lain.
Bahkan aku selalu ujian karate Inkai di Balai Warga di Pasar Minggu. Menyenangkan dengan bertemu teman2 baru di perkampungan sekitar itu.
Berlanjut ke SMP, aku dan teman2 sudah diperkenalkan dengan mall2 pertama, seperti Melawai, Ratu Plaza tau Gajah Mada Plaza. Oya ….. nama “mall” belum ada. Yang ada adala “plaza”.
Dari situ mulai “pengebirian” dengan mulai tidak dirawatnya taman2 kota atau balai warga di Jakarta. Bahkan taman2 kota justru digarap menjadi toko2 kecil tempat berdagang dan balai warga semakin tidak berfungsi, bahkan banyak taman2 kota menjadi tempat2 tidur para gelandangan atau untuk beristirahat mereka …..
Semakin kini, jaman SMA aku seakan “dibius” dengan kenyamanan dan kemodernan Jakarta. Aku merasa tidak diarahkan sebagai remaja Indonesia, yang tumbuh dan besar dengan konsep2 perkotaan awal.
Dan semakin dewasa ketika aku kuliah di Jakarta, aku mulai sadar tentang sebuah “generasi yang hilang” …..