By Christie Damayanti
[caption id="attachment_186123" align="aligncenter" width="640" caption="Dokumen pribadi"][/caption]
Tuuuuh, kaaannnn ..... Yang aku bilang, bahwa pemda Jakarta sselalu memberikan 'solusi' dalam 1 titik saja jika ada permasalahan? Semuanya seperti itu, tidak pernah memberikan solusi dengan komprehensif! Ckckckckck .....
Beberapa hari ini aku mengamati tentang jalur jalan tol dari Cawang - Grogol, yang sebagian jalur yang berlawanan arah, 'diambil' dari arah Cawang sampai Senayan, yang mengakibatkan arah yang berlawanan ( Grogol - Cawang ) menjadi macet. Padahal, aku selalu lewt. Tol untuk ke kantorku di daerah Grogol, dan arah yang berlawanan dari Grogol - Cawang, tidak macet. Ya, yang arah Cawang - Grogol, hanya sesekali macet, tetapi tidak significan.
Hampir selalu, jika aku langsung ke kantor dari rumahku ( karena kalau aku harus terapi dulu, aku tidak lewat tol karena dari rumah sakit Cikini ), aku datang dari arah Pancorang kea rah Grogol, 'naik' tol. Begitu masuk tol, sebenarnya sedikit macet, tetapi kami biasanya langsung 'memotong' ke jalur paling kanan, karena jika di jalur kiri bahkan jalur tengah, pasti macet, karena banyak mobil yang ingin keluar ke perempatan Kuningan. Tetapi memang, jika kami 'naik' tol' dari Cawang, macetnya tidak karuan, karena Cawang merupakan simpangan dari arah Tanjung Priok, Bogor dan Cikampek.
Dulu, sewaktu aku masih tinggal di Klender, dengan mengendarai mobil lewat tol, macetnya mulai keluar dari Bintara ......
Pemda mencoba untuk membuka jalur 'baru' yang berlawan arah, dari Cawang ke Grogol, dan 'masuk lagi' di jalur yang semestinya, di 2 tempat : di depan Hotel Kartika Chandra dan di Senayan, sebelum gedung MPR / DPR. Beberapa hari ini, aku benar2 mengamati, apakah 'konsep' membuka jalur yang berlawan arah ini 'berhasil' atau hanya 'untung2an?'
Fakta tentang konsep membuka jalur yang berlawanan :
Jalur dari arah Grogol ke Cawang, mulai di depan gedung MPR / DPR, macet! Padahal, biasanya, jalur ini sama sekali tidak macet, walau hanya sesekali saja, karena jalur Grogol - Cawang memang berlawanan arah kea rah perkantoran. Paling2, di setiap bukaan tol untuk masuk - keluar, memang macet sebentar.
'Jalur baru' dari arah Cawang - Grogol. Jalur dari Grogol - Cawang, menjadi macet, karena 1 jalur dipenuhi kendaraan yang ke Grogol .....
Jalur dari Cawang - Grogol, seperti perjalananku, begitu mendekati jalur keluar tol di perapatan Kuningan, biasanya lancar, kecuali ada demo di MPR / DPR, atau kecelakaan. Tetapi, beberapa hari ini, di setiap bukaan yang merupakan bukaan dari jalur 'baru' yang berlawan arah, menjadi macet, karena jika biasanya kami ( kami selalu ada di jalur paling kanan ) nyaman dengan jalur kanan, tiba2 kami harus 'menyingkir' ke jalur tengah, bahkan jalur kiri. Padahal di setiap jalur ( tengah dan kiri ), sudah mempunyai 'pasar pengemudi' sendiri2 ...... sehingga, mereka tidak welcome, kami masuk ke jalur itu. Dan di bukaan2 itu menjadi macet ....
Tanda2 lalu lintas mulai banyak, jika mendekati jalur bukaan untuk kembali lagi ke jalur yang semestinya.
Jalur bukaan yang dijaga polisi. Coba lihat, arah Grogol - Cawang yang macet sekali .....
Fakta tentang 'konsep2' dalam mencari solusi di Jakarta :
Seperti yang sering aku katakana di banyak tulisanku tentang Jakarta, sangat spesifik, bahwa solusi pemda Jakarta merupakan 'solusi 1 titik' saja! Bahwa, di 1 titik itu ada masalah, solusinya hanya di 1 titik itu saja. Sehingga, titik itu MUNGKIN menjadi lebih baik ( mungkin lhooo ), tetapi dampaknya ke titik-titik yang lain!
Lihat saja solusi kemacetan di jalan tol ini. Apakah menjadi lebih baik-kah? Atau walau lebih baik ( jalur Cawang - Grogol ), tetapi lebih 'jelek' di jalur Grogol - Cawang. Sama seperti cerita tentang jalur 'three in one'. Apakah lebih baik? Tidak! Ditambah lagi dengan joki2 yang sering membuat jalur kemacetan baru dan kesempatan terjadi kejahatan ......
Masih banyak solusi2 pemda yang hanya di 1 titik, yang berlanjut dengan dampak solusi yang bisa membuat permasalahan baru. Misalnya, tata ruang kota, design kota, atau ruang2 terbuka yang menjadi mengecil karena 'kalah' dengan keuntungan bagi segelintir warga saja. Juga tentang banjir, tidak gampang dan tidak cepat untuk membuat Jakarta bebas banjir! Jangankan Jakaarta, di jaman Belanda ( Belanda adalah bangsa dan negara yang sangat ahli di bidang 'air' ) pun mereka sudah memikirkan tentang adanya BKB dan BKT ( itu sudah di mulai sejak jaman penjajahan Belanda ), walau setelah Belanda tidak ada di bumi Indonesia, negara kita malah tidak peduli dan penerusan penggalian BKB dan BKT itu, menjadi tertunda SAMPAI SEKARANG ( sudah ratusan tahun, lho ) .....
Aku belajar arsitektur dan konsep tata ruang kota, bahwa kita memang harus membuat atau mencari solusi dengan komprehensif, karena ini adalah sebuah kota, bukan hanya 1 rumah saja! Bahkan dalam 1 rumah juga harus memikirkan solusi yang berhubungan satu dengan yang lain, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tidak 'buang2 uang' serta tidak 'bolak balik' untuk memperbaiki sesuatu .....
Permasalahan Jakarta, memang sudah seperti benang kusut, sangat kompleks. Buat aku pribadi, sangat susah untuk mengurai benang kusut itu, TETAPI tetap masih bisa ada kesempatan untuk mengurainya, walaupun sangat lama. Jadi, menurutku, sangat tidak rasional dengan kata2 cagub tentang penyelesaian2 dan solusi2 bahwa Jakarta bebas banjir atau bebas macet dalam 3 tahun ....... Heh???
Mungkin Jakarta akan bebas banjir atau bebas macet bisa sampai 1 generasi, pun jika kita benar2 harus selalu berdiskusi untuk lebih baik. 'Orang2 pintar' ( benar2 pinta secara akademis lho ) Jakarta itu banyak, tetapi sudah kalah demi kepentingan segelintir orang yang hanya mengeruk keuntungan saja .....
Aaaahhhhh ..... sudahlah. Aku hanya wanita biasa, aku hanya bisa menulis dan hanya bisa cuap-cuap saja. Terserahlah ..... terserah buat yang empunya Jakarta saja ..... Walau aku tetap terus memikirkan tentang Jakarta, walau mungkin otakku tidak 'sampai' ...... Maaf lho, jika memang otakku terllu dangkal untuk membuat Jakarta lebih baik ......
Salam untuk Jakartaku, kota tercinta .....
Sumber gambar : Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H