By Christie Damayanti
Sudah banyak kota2 metropolitan di dunia, yang sudah menerapkan 'green building' dan sebenarnya konsep green building mulai berkenang sejak tahun 1970. Konsep ini mulai santer dibicarakan di dunia karena kondisi lingkungan yang berhubungan dengan masalah lingkungan serta cara2 untuk menghemat enegi.
Di Jakarta sendiri, sudah banyak bangunan yang menggunakan konsep 'green building', walau pada kenyataannya warga Jakarta kususnya, belum mengerti dengan konsep2 tersebut. Sebenarnya, mereka sangat tahu bahwa bangunan2 ini dilengkapi mareial dan fasilitas2 yang baru dan baik, tetapi masalahnya mereka belum peduli untuk membuat bangunan2 itu bisa dipakai sesuai fungsinya, terutama bangunan2 untuk masyarakat umum, seperti yang akan kita bahas : Bandara Soekarno-Hatta sebagai pintu gerbang Indonesia.
Yang dimaksud dengan 'pintu gerbang', pastilah mengandug unsure arsitektural dan estetis. Dan pintu gerbang Indonesia pasti mengandung maksud bahwa, 'inilah gerbang Indonesia, dan inilah yang pertama kali memamerkan konsep2 Indonesia untuk supaya ingin terus melihat2 Indonesia lebih lama dan bisa ketempat2 yang di tawarkan Indonesia'. Dengan kata lain, 'pintu gerbang Indonesia' harus bisa menarik minat wisatawan asing untuk terus berwisata ke seluruh Indonesia dengan hanya mulai melihat Bandara Soekarno-Hatta.
Sebelumnya, akan ada sedikit penjelasan, apa yang dikonsepkan tentang 'green building' itu sendiri, barulah memasuki study kasus.
'Green building adalah konsep untuk 'bangunan berkelanjutan' dan mempunyai syarat tertentu, yaitu lokasi, sistim perencanaan dan perancangan, renovasi dan pengoperasian, yang menganut prinsip hemat enrgi serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. Untuk memenuhi hal ini, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam membangun green building, yaitu :
Material :
Material yang digunakan harus dari alam, merupakan sumber energy terbarukan dan dikelola secara berkelanjutan ( dampak lingkungan ). Artinya, material itu harus di dapat secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi (Â dampak ekonomi ). Daya tahan material harus tetap teruji dan jika mungkin mengandung unsure sistim daur ulang untuk mengurangi produksi sampah ( dampak sosial ).
Energi :
Sebuah bangunan 'green building' selayaknya dilengkapi jendela optimal untuk menghemat penggunaan energy ( lampu dan AC ). Jika siang hari, lampu tidak digunakan. Jendela tentunya juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktifitas penghuni. Jika memungkinkan, green building menggunakan lampu hemat energy, peralatan listrik hemat energy serta teknologi energy terbarukan, seperti memakai panel surya.
Air :
Air hujan bisa dipakan untuk menghemat air. Misalnya, dengan mendaur ulang untuk menyiran tanaman atau mencuci mobil atau menyiram toilet. Jika memungkinkan, di kamar mandi jangan menggunakan bathtube dan menggunakan sistim toilet flush hemat air dan memasang pemanas air tanpa listrik ( dengan menggunakan sinar matahari ).
Kesehatan :
Yang disebut dengan 'kesehatan' adalah menggunakan bahan2 bangunan dan furniture yang tidak beracun serta produk yang dapat meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan untuk mengurangi resiko asma, alergi dan penyakit yang lain. Kualitas udara dalam ruangan juga dapat ditingkatkan melalui sistim ventilasidan alat2 pengatur kelembabab udara.
Lalu, apa hubungannya denga Bandara Soekarno-Hatta? Seperti kata seorang Kompasianer tentang Bandara Soekarno-Hatta ( lihat tulisan http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/19/bandara-soekarno-hatta-sebuah-maha-karya-yang-terlupakan/ ), sebenarnya konsep tentang itu sudah di aplikasikan oleh desainernya. Yaitu, membuat bandara internasional dengan konsep2 Indonesia modern. Seperti Terminal 1. Inilah konsep bandara international Indonesia yang dipermodern, begitu juga Terimanl 2. Konsep Terminal 1 benar2 di desain dengan 'tianng2 soko guru' dengan mengadaptasikan kensep tiang2 di beberapa daerah di Indonesia, misalnya konsep dari Jawa.
Tiang2 besar dan kokoh dengan ukiran2 khas Indonesia, menjadi ciri khas untuk sebuah Bandara Internasional yang menjadi pintu gerbang Indonesia. Konsep bangunanJoglo sangat 'keras' terasa dan saya yakin, itu membuat banyak wisatawan asing berdecak kagum.
Ciri khas Indonesia juga sangat kental di tampak depan bangunan, yaitu desain atap 'gergaji' dan genteng mera bata srta warna2 'terracotta' khas Indonesia ( di tiang, keramik lantai dan genteng ).
Desain tiang / kolom Jawa ini sangat 'mengundang minat' bagi wisatawan asing. Dulu, sewaktu masih dalam konstruksi ( sekitar tahun 1984, aku masih kelas 2 SMP Â ), kebetulan papaku berhubungan dengan beberapa orang yang membangun Banadara ini dan alu sering diajak papaku untuk kesana ( dan ini salah satu sebab aku ingin belajar tentang arsitektur ). Dengan antusias, aku sering bertanya2 kepada orang2 disekitarku tentang konsep2 tiang itu. Mengapa tiang2 itu tinggi dan besar sekali ? Mengapa Bandara itu tidak dibuat seperti bandara2 yang lain ? Tiang2 tinggi dan besar serta kokoh dengan menampilkan beberapa ukiran yang 'sangat Indonesia' mengusikku ..... Dan aku mulai berpikir bahwa Bandara ini akan memiliki identitas yang sangat khas sebagai Bandara di Indonesia .....
Bagaimana dengan konsep 'green building'nya? Saya rasa, ini sangat memenuhu syarat untuk menjadi bangunan yang berwawasan lingkungan. Terasnya besar dan tinggi, membuat banyak angin tanpa memikirkan alat mendingin. Mungkin yang masih harus dipikrkan adalah, banyak orang merokok dimana2 dan banyak sekali anak2 kecil yang menjadi perokok pasif. Ini memang tidak mudah. Warga Jakarta belum bisa menjaga hubungan antara diri sendiri, orang lain, peraturan dan lingkungan .....
Terminal 2 lain lagi. Begitu Terminal 1 selesai, dan memang konsep Terminal 1 adalah untuk nasional, segera dibangun Bandara Terminal 2 dengan konsep yang sama, yaitu konsep Bandara Internasional yang berciri khas Indonesia.
Beda dari Terminal 1, Terminal 2 merupakan Bandara Internaional, dan yang pasti di sesuaikan dengan 'pakem' bagi bandara internasional di seluruh dunia. Dibuat 2 lantai sebagai tempat pemberangkatan dan kedatangan supaya tidak menjadi satu karena ini adalah bandara internasional dengan banyak negara yang 'membaur'.
Teminal 2 pemberangkatan hampir sama dengan Terminal 1 dengan beda tiang2nya. Dan yang saya herankan, bahwa tiang2 Terminal 2 justru tidak di desain dengan cirri Indonesia ( tidak ada ukiran2 khas Indonesia ). Mengapa ?
Interior nya masih menggunakan konsep bandara internasional dengan berciri khas Indonesia, seperti warna terracotta dan desain struktur khs Indonesia ( yaitu desain struktur 'bambu' untuk plafond ).
Bangunan berwawasan lingkungan ( green building ) pun bisa di terapkan dengan adanya bukaan / jendela dan kaca yang ada di samping taman ini serta bukaan / kaca yang ada disamping plafond ( lihat foto di atas : sinar matahari masuk dari kasa di samping plafond sebelah kanan ). Sehingga tidak memerlukan lampu sepanjang hari.
Lihat, konsep green buildingyang berciri khas Indonesia, sangat diterapkan. Bukaan2 kaca / jendela serta sedikit ukiran2 khas Indonesia, menjadikan Bandara internasional ini lebih 'berkarakter'.
Untuk Terminal 1 dan Terminal 2 ini, masalahnya masih tentang warga kita. Banyak di toilet2 umum tidak dipakai dengan semestinya. Buat 'mereka', kloset duduk bida menjadi kloset jongkok dengan berjongkok di atas nya ( khusus Termial 1 ), dan toilet 'kering' untuk mereka menjadi toilet 'basah' dengan menyiram area unit toilet. Mungkin persoalannya, Bandara tidak memenuhi kebutuhan warga dengan adanya kertas tissue ..... Tetapi, beberapa saat ini, Bandara sudah merenovasi untuk semua ruang toilet. Semoga akan lebih baik.
Yang terakhir adalah Terminal 3. Seharusnya, konsep green building yang berciri khas Indonesia tetap berkesinambungan. Terminal 1, Terminal 2 dan Terminal 3. Sebenarnya, dengan konsep yang dibuat di Terminal 3 sudah cukup baik untuk sebuah bandara. Desainnya yang memang sangat moden mengingatkan saya di beberapa bandara di Asia. Ya, menurut saya, Terminal 3 sangat 'Asia modern' tetapi tidak berkarakter .......
Memang, Terminal 3 bukan untuk bandara Internasional. Tetapi, seharunyalah konsep Bandara Internasonal itu menjadi konsep yang komprehensif sebagai salah satu negara yang di minati menjadi tujuan wisata dunia.
Desain 'fasade' ( tampak depan ), memang modern dengan konsep 'high-tech' ( terlihat dari warna stainless steel dan baja ), tetapi tidak ada sama sekali cirri khas Indonesia. Konsep green building memang tetap diterakan, tetapi tidak berkarakter.
Ciri khas bandara internasional memang terdapat di Terminal 3 ini, tetapi cirri khas bandara Indonesia, teidak terdapat disini. Desain baja2 ringan yang menjadi cirri khas bangunan 'bentang panjang', memang sangat sesuai untuk sebuah bangunan bandara, tetapi seharusnya 'bentang panjang' seperti ini bisa di sesuaikan dengan karakter Indonesia, seperti Terminal 1 dan Terminal 2.
Coba lihat, asesoris untuk 'sigage' secara interior, mengapa tidak menampilkan asesoris yang berkarakter aindonesia? Mengapa di desain dengan konsep post-modernyang  sangat kental? Ya, memang bisa saja asesoris untuk signage secara modern, tetapi kita bisa mendesain lebih sedikiya ke-Indonesia-an, seperti misalnya, membuat 'sketsel' dengan berukir Indnesia modern di baurkan dengan memakai kasa dan stainless steel.
Ah, mungkin ini hanya saya saja yang membayangkan. Mungkin saya hanya salah satu arsitek idealis yang ingin memberikan apa yang terbaik untuk Indonesia. Mungkin Terminal 3 sudak di'rembug' sebagai yang terbaik dengan banyak desainer. Tetapi, menurut saya tentang Bandara Soekarno-Hatta, seharusnya bisa benar2 menjadi pintu gerbang untuk Indonesia. Konsep green building nya memang sudah sangat 'terterapkan' dengan acuan2 di atas, tetapi konsep bangunan ber'karakter'nya yang belum seluruhnya diterapkan .....
Seandainya saja ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H