"Hanya pemberitahuan saja. Kalau Pak Suryo ada waktu, nanti sore kita mengadakan doa arwah".
"Oh..ada yang meninggal Pak?" tanyaku datar
"Sudah seminggu yang lalu. Itu, Bu Sanjoyo, istri mendiang Pak Sanjoyo, ketua lingkungan yang dulu".
" Oh..karena sakit Pak?" tanyaku masih agak acuh. Terus terang aku masih canggung untuk segera membaur. Meski dengan Saudara seiman.Mesti adaptasi cukup lama untuk itu. Dalam hati aku ingin merancang alasan untuk tidak bisa hadir. Aku kan bisa saja bilang mau pulang kampung nengok anak istri. Meskipun aku sudah mengabarkan pada mereka ingin istirahat. Jadi minggu ini tidak pulang.
" Agak tragis sih Pak. Kasihan. Padahal orangnya baik sekali".
"Tragis?"
" Iya. Kecelakaan di jalur puncak. Tengah malam setelah pulang dari mengurus florist dan kebun bunganya".
"Hmm. Kasihan ya Pak?"
" Iya. Pak Suryo...kasihan, O..ya, kami harap bapak bisa ikut serta. Tapi kalau masih canggung atau capek ya nggak apa", bijak sekali Pak Heribertus, mengerti apa yang kurasa.
" Mudah-mudahan sih bisa Pak", niat "buruk" ku mencari alasan kutahan, karena pengertian orang tua bijak ini.
" Oke, deh. Saya langsung permisi saja. Memberi tahu jemaat lain. Eiit..hampir lupa, ini undangan doa arwahnya", Pak Heri beranjak pamit sembari menyodorkan kertas yang dilipat menyerupai amplop padaku.