Selain itu, Putin juga kehilangan beberapa perwira militer Rusia lainya seperti Letkol Denis Glebov, Perwira Chechnya yaitu Magomed Tusayev, Letkol Dmitry Safronov, Komandan Konstantin Zizevsky, Letkol Yuri Agarkov, Vladimir Zhonga hingga terakhir adalah komandan tank, Kolonel Andrei Zakharov.
Perlawanan sengit dari Ukraina bukan hanya menyebabkan Rusia harus kehilangan ribuan nyawa prajurit dan ratusan perlengkapan militernya, tetapi juga menyebabkan ratusan hingga ribuan tentara Rusia juga mengalami krisis moral dan mental.
Kondisi tersebut dapat terlihat dari banyaknya tentara Rusia yang menyerah dan ditangkap beserta dengan perlengkapan militernya seperti tank, RPG, mortar, dan pucuk senjata lainya.
Terakhir terungkap bahwa hampir seluruh tentara Rusia tersebut “ditipu” oleh pimpinan militer mereka bahwa mereka akan mengadakan latihan militer di wilayah Ukraina yang dikuasai oleh separatis Rusia. Selain itu, banyak tentara Rusia yang juga tak berkeinginan untuk berperang di Ukraina.
Hingga kini pertempuran semakin berjalan sengit antara militer Ukraina melawan invasi militer Rusia. Beberapa wilayah dan kota di Ukraina telah yang jatuh ke tangan militer Rusia seperti Kherson, Mariupol dan wilayah Ukraina timur lainya.
Meski demikian, Rusia tetap menghadapi perlawanan sengit dari militer Ukraina dibantu oleh sukarelawan dari pihak penduduk sipil dan asing sehingga kerugian militer Rusia baik dari prajurit dan perlengkapan militer semakin bertambah.
Pertanyaan besar kini mengarah ke Vladimir Putin, apa maksud dan tujuan dari invasi Rusia ke Ukraina? Apakah memang murni untuk menjaga “kemurnian poros Eropa Timur” dari NATO?
Ataukah ini adalah puncak dari paranoia terbesar Putin apabila kelak Rusia akan diserang oleh negara—negara NATO dan sekutunya seperti Amerika Serikat?
Meskipun Uni Soviet telah runtuh sejak 31 tahun yang lalu, tak serta merta membuat hubungan Rusia yang merupakan kiblat dari poros komunis di masa lampau dengan negara-negara blok barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Australia menjadi lancar dan baik begitu saja.
Nuansa dan suasana perang dingin yang terjadi selama 46 tahun lamanya dari tahun 1945 hingga 1991 tersebut tetap terbawa hingga masa kini hingga puncaknya adalah invasi Rusia ke Ukraina di tahun 2022 ini.
Meskipun secara sistem pemerintahan, ekonomi, hingga keagamaan Rusia kini menerapkan prinsip liberal, Rusia tetaplah berprinsip pada konsep komunisme dalam hal menjalin hubungan bernegara yaitu menjalin hubungan spesial dan bersekutu dengan negara-negara yang dianggap “musuh” negara-negara blok barat.