Bagi seluruh orang Meksiko, sepakbola adalah sebuah “budaya” dan “tradisi” yang diwariskan dan menjadi olahraga nomor 1 di negara tersebut.
Status negara yang mengalami kesenjangan sosial dan ancaman narkoba tidak menyurutkan anak-anak muda Meksiko untuk bermain sepakbola, mereka rela bermain sepakbola dimanapun entah itu di jalanan, gang sempit, permukiman kumuh, sawah, perkebunan hingga kolong bawah jembatan.
Dari semua tempat itulah, lahirlah bibit-bibit yang kelak akan menjadi deretan pesepakbola hebat Meksiko seperti Rafael Marquez, Javier Hernandez, Torrado, Cauthemoc Blanco, Oscar Perez hingga Claudio Suarez.
Mereka adalah hasil tempaan dari kehidupan keras yang tercipta di hampir semua sudut kota di Meksiko.
Tercatat mereka sudah 11 kali menjuarai turnamen Gold Cup atau Turnamen Sepakbola Benua Amerika Tengah dimana mereka bersaing dengan Amerika Serikat dan Kostarika.
Dalam turnamen Piala Dunia, Meksiko juga sudah 16 kali berhasil lolos ke turnamen paling akbar sedunia tersebut.
Meski prestasi terbaik mereka di Piala Dunia hanyalah dua kali lolos ke babak Perempat-Final pada tahun 1970 dan 1986, mereka seringkali menjadi kuda hitam di babak penyisihan grup dengan mengalahkan tim-tim besar seperti Prancis, Kroasia, dan terakhir Jerman pada tahun 2018 serta menampilkan permainan cepat nan kolektif yang diperagakan di atas lapangan.
Bahkan pada tahun 2017, Rafael Marquez yang juga merupakan kapten dan bek tengah terbaik Meksiko terlibat skandal berupa transaksi dengan pihak kartel narkoba yang bernama Sinaloa dan Jalisco New Generation yang merupakan “penguasa” praktek narkoba di Meksiko.
Bahkan pada tahun 2016, terjadi suatu penculikan terhadap 23 anggota keluarga dari 7 wasit sepakbola yang dilakukan oleh pihak kartel narkoba karena wasit tersebut dianggap “merusak” hasil pertandingan. Ini adalah noda hitam dibalik gemilang dan euforia sepakbola Meksiko.