Mohon tunggu...
Chrisania SharonVircilia
Chrisania SharonVircilia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 8 buku solo dan telah memenangkan berbagai lomba menulis cerpen. IG: @eren_chiirsa

Pen name: Eren Chiirsa, Akaba Kurisu. Sosok yang bercita-cita ingin menjadi bakteri ini sangat suka menonton drakor, anime serta membaca komik bergenre mystery-thriller, fantasi, dan komedi. Prestasi: 2024 •⁠ ⁠5 besar cerpen anak bertema "guru" oleh Sayembara Pulpen Kompasiana •⁠ ⁠10 besar cerpen bertema "bebas" oleh Penerbit Mumtaz •⁠ ⁠Juara 2 cerpen bertema "tamu tak diundang" oleh Harasi Publisher •⁠ ⁠Cerpen "Menjadi Toilet" lolos cerpensastra •⁠ ⁠Cerpen "Jangan Mati Malam Ini" lolos ke Majalah Harmoni milik Badan Bahasa Maluku Utara •⁠ ⁠Juara 1 fiksi mini bertema "iyamisu, misteri, thriller, horror" oleh Rakata •⁠ ⁠Juara 1 cerpen bertema "horror" oleh redaksiku.com •⁠ ⁠Juara 1 cerpen bertema "Menjadi Diri Sendiri" oleh Komunitas Sahabat Cut Ika •⁠ ⁠20 besar cerpen anak oleh Paberland •⁠ ⁠5 besar cerpen bertema "Realizing Humanity through Gender Equality" oleh FIA Universitas Brawijaya 2023 •⁠ ⁠Juara 1 cerita mini bertema "Cerita dari Sekolah" oleh Harasi Publisher •⁠ ⁠10 besar cerpen bertema "horor/misteri" oleh Bara Pustaka Group •⁠ ⁠Juara 1 cerpen bertema Jerman oleh Jerman Schule Jakarta •⁠ ⁠Cerpen "Penyakit Aneh Bapak" lolos di cerpensastra •⁠ ⁠10 besar kesaksian iman di Cafe Rohani 2023 oleh Penerbit Karmelindo •⁠ ⁠Juara 1 cerita mini bertema "homesick" oleh Harasi Publisher 2022 •⁠ ⁠Juara 1 cerpen "horror" oleh Komunitas Bumi Literasi •⁠ ⁠10 besar cerpen Wacaku x Lovrinz tema kesamaan & kesetaraan dalam rangka menyambut kemerdekaan RI •⁠ ⁠Juara 1 lomba cerpen "Merdeka dari Masa Lalu" oleh Honest Writer Community •⁠ ⁠Juara 1 cerpen bertema "Akhir Pekan" oleh Harasi Publisher •⁠ ⁠Juara 2 cerpen bertema "bebas" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara 2 cerpen bertema "100% Indonesia 100% Katolik' oleh Penerbit Karmelindo •⁠ ⁠Juara 2 cerpen fabel oleh ND Media •⁠ ⁠Puisi terbaik bertema "semangat baru" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara Harapan 2 cerpen mini bertema "bebas" oleh SPWS publisher •⁠ ⁠Penulis terbaik 6 cerpen bertema "Tahun Baru" oleh Komunitas Shine Literacy Indonesia •⁠ ⁠Juara 2 cerpen mini bertema "Kehidupan, Bangkit, dan Harapan", oleh SPWS Publisher •⁠ ⁠Juara 3 cerpen bertema "Kisah Hidupku" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara Harapan 2 cerpen anak fabel oleh Salam Pedia 2021 •⁠ ⁠Juara 3 cerpen bertema "Halu" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara Harapan 2 cerpen bertema "Semicolon" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara Harapan 3 cerpen tema "Kehilangan" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara 3 cerpen tema "horor komedi" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Karya terfavorit 1 cerpen bertema "di rumah saja" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara 1 cerpen bertema "horor" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara 1 cerpen bertema "bebas" oleh Iana Publisher •⁠ ⁠Juara 3 cerpen bertema "Nostalgia" oleh Salam Pedia Tulungagung •⁠ ⁠Juara 1 cerpen bertema "Manusia Tangguh" oleh Salam Pedia •⁠ ⁠Juara 2 cerpen bertema "Keinginan Hati" oleh Komunitas CPBS

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang Penyunting

13 Januari 2025   21:23 Diperbarui: 13 Januari 2025   21:23 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyunting Naskah (Sumber: Australian Writer' Centre Team)

"Buat apa kamu capek-capek kuliah di jurusan Bioteknologi, ujung-ujungnya malah jadi editor naskah fiksi?"

Aku sudah muak dengan segala cibiran yang dilontarkan keluargaku. Saat itu memang bekerja di luar rumah sangat tidak memungkinkan karena adanya pandemi, jadi aku berusaha mencari pundi-pundi uang sebisaku.

Karena aku memiliki ketertarikan yang besar di bidang sastra, aku pikir tidak ada salahnya untuk menjadi penyunting, atau biasa disebut sebagai editor.

***

Tahun demi tahun telah berlalu. Aku masih berkutat dengan pekerjaanku sebagai seorang penyunting, sosok yang selalu berkutat dengan kegiatan yang bersifat memperbaiki dan mengubah sesuatu. Meskipun aku sudah putus hubungan dengan keluargaku, masih saja ada orang yang mencibirku dengan pekerjaanku.

"Gila, Hanfalis ngepet ya? Kok, bisa dia punya rumah sebesar itu?"

"Denger-denger dia ada piara tuyul."

"Tapi duitnya banyak banget, lho, meskipun dia di rumah aja. Apa dia ngepet separah itu?"

Aku tertawa mendengar berbagai kasak-kusuk para tetangga terhadap diriku. Biar saja mereka mau berkata apa, karena aku tipikal orang yang lebih suka bekerja di balik layar, bukan pencari atensi seperti yang dilakukan manusia-manusia pada umumnya.

Pagi ini, seperti biasa aku menyibak karpet di kamarku. Aku meletakkan tanganku di lantai, kemudian ada sensor biometrik yang membuka pintu menuju tangga ke rubanah. Tidak seperti di film-film, tangga yang aku lewati tidak sempit dan gelap, melainkan terang dan dipenuhi warna putih.

Sebagai sosok introver yang akut sekaligus kronis ini, bekerja di rubanah menjadi tempat favoritku, layaknya duniaku yang tidak bisa dipahami orang-orang kebanyakan. Di sana aku menemukan privasi dan ketenangan, apalagi dinding-dindingnya dibuat dari tembok yang tebal sehingga suara dari luar takkan kedengaran. Makanya tempat ini cocok untuk pekerjaanku sebagai penyunting yang membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi agar tidak terjadi kesalahan yang ditimbulkan dariku sendiri.

Meski terkadang rasa bosan dan penat bisa menghampiri dalam pekerjaanku, aku tetap menyukai keadaanku yang sekarang. Bagaimana aku tidak senang? Aku dipercayakan melakukan proyek-proyek yang diminta oleh orang-orang kaya dan terkenal. Sebut saja pebisnis kaya-raya hingga 7 turunan, artis, atlet, bahkan pejabat pemerintah---baik secara nasional maupun internasional.

Bagaimana dengan tarifnya? Dengan jam terbangku yang tidak singkat, tentu aku mempunyai kualitas terbaik di dunia, makanya aku memasang harga yang sangat fantastis.

Apa mungkin pekerjaan sebagai penyunting bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Bisa, selama kau ada kemampuan. Makanya, kalau kau tidak kaya, jangan berharap aku akan menuruti permohonanmu.

Kali ini aku mendapat pesanan dari raja. Stempel kerajaan merah darah menghiasinya, memancarkan otoritas dan ancaman yang tak tersurat. Aku sudah menduga aku tidak bisa bermain-main dengan pekerjaanku kali ini, karena nyawaku bisa jadi taruhannya. Aku membaca surat itu dengan saksama di ruang kerja.

Usai membaca hingga selesai, aku bertanya kepada asistenku, "Kapan bahannya dibawakan?"

"Besok pagi, jam 8."

Keesokan harinya, aku melihat bahan yang dibawakan oleh dua kesatria kerajaan. Betapa terkejutnya aku kalau bahannya ini sangat hancur berantakan. Aku menyuruh bawahanku membuang bahan itu, lalu kutuliskan surat kepada raja, "Bahan sunting bernama Pangeran Marshall Malone Alnwik tidak lolos seleksi penyuntingan tahap awal. Silakan membawa bahan dengan kualitas genomik minimal 20 persen."

Bagaimana tidak hancur? Lihatlah bentuk matanya yang juling, bibirnya yang sumbing, polidaktili di tangan kiri, dan brakidaktili di tangan kanan. Katanya dia juga mengidap hemofilia, thalasemia, sindrom Down. Bahkan dengan standar dunia yang rendah, ia tidak akan pernah diterima sebagai pemimpin.

Sekarang, aku bukan penyunting naskah fiksi seperti yang keluargaku dulu pikirkan. Aku adalah sang penyunting gen manusia untuk menciptakan manusia superior di muka bumi. Dengan teknologi Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR), aku bebas mengubah dan membuang manusia sesuai standarku. Karena aku yang berhasil menerbitkan tesis tentang ini, dunia memujiku sebagai si genius yang mampu mengubah sekaligus memajukan evolusi manusia. Dan ini juga alasan mengapa aku bisa memiliki kekayaan yang begitu fantastis.

Namun ternyata hidupku tidak semudah itu. Aku mendapatkan surat dengan stempel merah kerjaaan. Bahan sunting tidak dapat diganti. Lanjutkan pekerjaannya. Jika gagal, konsekuensinya adalah nyawamu, begitulah isinya.

Aku meremas surat itu, amarah dan takut saling bertabrakan dalam pikiranku. Tidak ada yang pernah memaksa pekerjaanku sebelumnya. Aku adalah standar tertinggi. Namun baru kali ini seorang raja berani menantangku. Padahal presiden, kaisar, dan sultan saja tidak pernah memprotes penilaianku.

Esok pagi, Pangeran Marshall tiba bersama kedua kesatrianya. Aku menyuruh pangeran yang dalam keadaan tanpa pakaian untuk masuk ke dalam kapsul kaca vertikal, kemudian memasang selang napas di wajahnya. Usai terbius dari gas yang dialirkan di selang napas, aku mengunci kapsul itu dan kapsulnya perlahan terisi cairan berwarna hijau muda.

Saat aku membuka komputerku yang terhubung ke program CRISPR, aku tak kuasa mengacak rambutku dengan sangat frustrasi. Semua gen yang ada di tubuhnya hampir semuanya rusak, bagiku ini adalah bencana. Bisa-bisanya ada manusia yang bahkan tidak mirip manusia ini hidup di muka bumi. Namun aku berusaha memutar otakku, meyakinkan diriku, "Han, kamu pasti bisa menyuntingnya," dengan perasaan optimis.

Berhari-hari hingga berminggu-minggu aku menyunting Pangeran Marshall. Perlahan aku berhasil memecahkan teka-teki dalam kode genetiknya. Aku mulai mengurangi gen-gen buruk di tubuhnya, dimulai dari bibir sumbing, mata juling, polidaktili, dan brakidaktili. Tinggal sisanya yang lebih sulit dikerjakan, tetapi aku yakin aku bisa melakukannya.

"Profesor!" panggil asistenku. "Gawat, pintu masuk utama kita dikepung sama manusia non-editing!"

Aku terbelalak. Kacau, padahal aku yakin dalam sebulan lagi, Pangeran Marshall akan lahir kembali menjadi sosok pria paling sempurna di jagat raya. Namun mengapa bisa-bisanya para sok suci itu mengetahui tempat kami?

Jangan-jangan..., batinku tercekat.

"Kunci ruangan ini! Pokoknya siapa pun enggak boleh masuk!" perintahku pada asisten yang bersamaku. Dengan pengamanan ketat yang super, akhirnya aku berhasil sedikit tenang. Kali ini hanya ada aku sendiri di dalam ruangan, berusaha fokus untuk memecahkan misteri-misteri ini.

Namun aku merasa ada yang aneh. Kode-kode basa genetik yang biasanya hanya untuk menentukan protein tertentu seakan-akan menyiratkan suatu pesan.

Jangan pernah melawan Sang Pencipta. Begitulah isinya.

Aku menggelengkan kepala. Tidak, ini tidak mungkin. Selama ini aku berhasil menyunting banyak orang dan persentase kegagalanku saat ini nol persen. Tidak mungkin aku gagal terhadap subjek ini.

Sebuah pintu yang terbuka membuatku kalap. Sial, bukankah sudah kuperintahkan asisten dan bawahanku untuk mengunci ruangan ini dan tidak memperbolehkan siapa pun yang masuk? Semua petugas layaknya tentara menodongkan senjata ke arahku, kemudian aku mengintip dari pintu yang terbuka bahwa semua asistenku mati.

"Hei, katanya kalian sosok moralis yang benci dengan gene editing, tapi bisa-bisanya kalian membunuh manusia demi tujuan kalian? Apa ini yang disebut kemanusiaan?" ejekku sembari marah.

Tiba-tiba, aku ditembak hingga badanku tersengat, lalu aku tak sadarkan diri.

***

Aku membuka mataku perlahan. Aku terkejut mengamati diriku berada di dalam kapsul yang dipenuji cairan berwarna hijau. Aku berusaha berteriak, tetapi mulutku tertutup masker gas.

"Subjek HAN01304 sudah tidak bisa digunakan lagi," ucap seorang wanita yang mengenakan jas laboratorium putih. Di sampingnya juga ada seorang wanita yang bersamanya, Kemudian mereka berdua itu berbalik arah, menatapku dengan tajam. Bukankah itu Profesor Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A. Doudna, tokoh-tokoh yang pertama kali menemukan CRISPR dan memenangkan Nobel?

"Sebenarnya Han yang ini genius, sayang aja ambisinya terllau gila," ujar Profesor Charpentier. "Apalagi dia produk gagal karena dia mengalami porfiria, makanya dia enggak bisa keluar dari rumah sebelum waktu malam."

"Jadi apa yang harus kita lakukan terhadapnya?" tanya Profesor Doudna.

"Sudah ada HAN07888 jauh lebih sempurna. IQ-nya jauh lebih tinggi daripada HAN01304, apalagi dia tampan layaknya oppa-oppa Korea."

Tunggu, jadi selama ini, aku juga objek percobaan gene editing? Selama ini, aku pikir akulah satu-satunya penyunting manusia di dunia, tetapi ternyata aku adalam hasil sunting yang merupakan produk gagal?

Profesor Charpentier menekan tombol merah yang terhubung dengan kapsulku. Aku tahu, tombol itu mengisyaratkan sesuatu.

Kematian.

Aku berusaha menggedor-gedor kaca, tetapi kaca itu sangat kuat. Perlahan cairan hijau itu berubah menjadi sangat korosif, membuat tubuhku melepuh dan perlahan-lahan bagian-bagian tubuhku lenyap.

Biodata narasi

Chrisania Sharon Vircilia, lulusan Bioteknologi yang bercita-cita ingin menjadi bakteri ini sangat suka membaca buku fiksi, nonfiksi, dan artikel pengetahuan; menonton video edukasi; menonton drakor dan anime; serta membaca komik bergenre aksi, misteri, thriller, fantasi, dan komedi. Telah menerbitkan 8 buku solo dan memenangkan berbagai lomba menulis cerpen. IG: @eren_chiirsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun