"Enggak ada tapi-tapi. Pokoknya kalau kamu kabur lagi, saya pasti bakal cari kamu. Kalau misal hari ini saya enggak ketemu, besok pasti saya lanjutin cari kamu."
Benar saja, setelah beberapa hari Soni berusaha kabur dari Pak Jamal, guru itu selalu menemukan tempatnya bersembunyi. Ia selalu berlari dan mencari tempat-tempat yang seharusnya tidak disadari banyak orang, tapi Pak Jamal selalu tepat sasaran.
"Sudah capek main petak umpetnya?" tanya Pak Jamal melihat Soni sudah ngos-ngosan. Soni tidak menyangka Pak Jamal bisa mengetahui gerak-geriknya dengan mudah.
"Sekarang kamu pungutin semua sampah yang berserakan. Kalau kamu kabur lagi, itu enggak ada gunanya karena saya punya banyak mata di sekolah ini."
Soni menggerutu kesal, lalu ia memungut sampah-sampah yang berserakan di lantai maupun halaman sekolah. Perkataan Pak Jamal bukan omong kosong, beliau benar-benar mengawasi Soni saat memungut sampah.
Soni membawa seplastik hitam besar berisi banyak sampah ke hadapan Pak Jamal.
"Keluarkan semua sampah itu di sini."
Soni melotot. "Pak! Saya udah capek-capek pungutin sampah, sekarang harus dikeluarin lagi?!"
Hanya dengan tatapan tajam, Soni mengangguk ketakutan dan mengeluarkan sampah yang dibawanya. Ada berbagai jenis sampah di dalamnya: ada sampah bekas makanan, botol minum, dan kertas.
"Pisahkan sampah kertas dengan sampah yang lain. Terus masukkan ke dalam kotak ini." Pak Jamal menunjukkan sebuah kotak besar yang diisi air separuhnya.
"Lho, Pak. Kertasnya nanti hancur."