Beberapa waktu yang lalu penulis juga sempat mengkuti kuliah umum tentang budaya maritim yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan dihadiri oleh para tokoh-tokoh maritim nasional Indonesia. Di sana tampak masih belum ketemu arah yang jelas tentang terminologi budaya maritim seperti apa yang dimaksud di dalam pilar poros maritim tersebut. Itu baru satu pilar saja dan belum membahas tentang pilar-pilar yang lain.
Melalui tulisan ini penulis ingin sampaikan bahwa siapapun tidak ada yang bisa melarang untuk bermimpi dan bervisi setinggi langit karena memang tak terhingga jarak antara isi kepala dengan bintang di atas sana. Namun ada baiknya kita tetap sadar bahwa kaki ini sebaiknya tetap menjejak di bumi agar tidak terombang-ambing seperti layang-layang putus dan akhirnya kehilangan arah.
Untuk mewujudkan sebuah visi sebesar itu jelas tidak cukup hanya sebuah petunjuk yang tiba-tiba muncul lalu dijadikan sebagai pedoman dimana-mana. Jauh lebih penting dari itu perlu arah yang jelas yang tercantum dalam sebuah dokumen yang bisa diakses oleh semua kalangan, memiliki legalitas hukum yang pasti, disusun oleh para ahli yang berpengetahuan luas, kompeten dan mumpuni di bidangnya, dirumuskan secara bersungguh-sungguh dengan dilandasi oleh hati nurani yang luhur, merupakan kontribusi dari segenap komponen bangsa sehingga dokumen tersebut nantinya memiliki kekuatan ide yang logis, sistematis, serta layak dan pantas untuk dijadikan sebagai Garis -garis Besar Haluan Negara. Hal ini bukan semata-mata bertujuan agar bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan usil seperti di atas, namun jauh lebih dari itu agar bisa secara terus menerus dan konsisten mengawal proses terwujudnya Indonesia Visi Poros Maritim Dunia seperti yang dicita-citakan ...
JALES VEVA JAYA MAHE...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H