Walaupun metode lama, tapi bukan tak ada alasan pepo untuk menggunakan lagu lama tersebut. Apalagi politik Indonesia itu sangat cair dan segala kemungkinan pun bisa saja terjadi.
Ini mirip-mirip dengan hubungan USA-Soviet di era Perang Dingin dulu. Walaupun di halaman depan mereka bertempur hebat, tapi "pintu belakang" tetap terbuka, dengan tujuan agar eskalasi pertempuran di halaman depan itu tidak sampai akan membuat malu salah satu pihak yang bertempur. Selain itu pintu belakang juga memungkinkan untuk menghadirkan "plan B."
Walaupun Anies-AHY sudah "talak satu," tapi masih ada kemungkinan untuk rujuk kembali. Apalagi masa "iddahnya" pun baru habis pada 25 November 2023 nanti, yaitu pada saat hari terakhir pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Pemilu 2024.
Kini tersiar pula kabar Cak Imin akan dipanggil KPK untuk dimintai keterangan. Jadi daripada menyalahkan Anies, lebih baik pepo menyalahkan Pak Lurah saja. Siapa tahu dua hati terpisah bisa bersatu kembali, uhuy.
Soal memainkan lagu lama, Surya Paloh dengan pepo ibarat pinang dibelah dua. Dulu menjelang Pilpres 2004, SP lewat media koran dan televisinya berada di belakang kesuksesan pepo dalam memainkan playing victim. Dan memang terbukti manjur. Tapi itu dulu, ketika orang masih mau meminum kencing onta dicampur susu!
Sekarang orang sudah pinter, tidak gampang lagi halu, karena punya temen pinter bernama mbah google yang bisa mencari jejak digital semua orang. Sekalipun mereka kini pekong (pecah kongsi) tapi orang tidak akan lupa pada kedekatan mereka dulu.
Lagi pula politik itu ibarat sarung, "kaki bisa jadi kepala, kepala pun bisa jadi kaki!"
Akhir-akhir ini media-media SP sibuk memainkan lagu lama, salah satunya dengan mengatakan pemerintah ganggu bisnis SP karena dukung Anies. Namun orang tidak peduli lagi karena sudah pada males nonton metro tivi.
SP ini memang pinter. Sebelum duet Anies-Cak Imin kemarin diumumkan, SP terlebih dahulu berkunjung ke Istana. Padahal sejak mengusung nama Anies setahun lalu, hubungannya dengan istana merenggang karena SP sengaja menjaga jarak. SP yang baper, tapi ia pula playing victim, dan kini berkunjung ke Kelurahan. Akibatnya bisa ditebak. Orang kemudian menganggap manuver SP ini atas seizin Pak Lurah! Hahaha.
"Orang Medan memang begitu, dan SP ini asli anak Medan seperti halnya juga penulis!"
Ketika si Ucok hendak merantau ke Jakarta, bapaknya lalu memberi petuah bijak, "Ucok, pandai-pandailah kau menitih buih. Kalo kau bisa tebal-tebal muka dikit, bisalah kau lepas-lepas makan."
Artinya kalau muka tidak ditebalkan maka tipislah harapan untuk bisa sukses di Jakarta! Hahaha