Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liverpool Tahan Chelsea di Stamford Bridge

17 Agustus 2023   06:00 Diperbarui: 17 Agustus 2023   06:31 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://a.espncdn.com/photo/2023/0813/r1210123_1296x518_5-2.jpg

Liverpool berhasil menahan Chelsea 1-1 di Stamford Bridge dalam laga pekan pertama Premier League 2023/2024. Pertandingan kedua tim elit ini berjalan intens sejak menit pertama. Jual-beli serangan pun terus terjadi sepanjang 90 menit. Chelsea bermain lebih agresif sementara Liverpool cenderung bertahan tapi siap siaga memanfaatkan serangan balik cepat.

Dalam pertandingan ini Liverpool memainkan dua bintang baru mereka, Dominik Szoboszlai dan Alexis Mac Allister. Sementara Chelsea merilis empat pemain baru sekaligus lewat sosok Robert Sanchez (kiper) Axel Disasi (bek) Levi Colwill (bek, barang baru stok lama) dan penyerang Tengah, Nicolas Jackson.

Laga pertama selalunya sulit bagi pemain yang baru bergabung, dan itulah yang terjadi bagi pemain-pemain Chelsea. Di awal babak pertama Disasi dan Colwill membiarkan pergerakan Salah dan Diaz terlalu bebas. Akibatnya mereka langsung dihukum oleh gol tjantik Diaz lewat umpan silang Salah. Chelsea 0 Liverpool 1

Colwill tidak menyangka kalau Salah akan melepaskan umpan ke tengah, sementara itu Disasi terlambat menutup pergerakan Diaz yang berlari cepat mendahuluinya. Namun cerita kehebatan Salah dan Diaz ternyata berakhir sampai di situ saja. Setelah itu pertahanan Disasi dan Colwill sulit mereka tembus. Disasi bahkan mampu mencetak gol penyama lewat asis Chilwell.

Kunci utama dari permainan menarik kedua tim ini terletak pada intensitas. Pochettino bukanlah Mourinho yang suka bertahan ala parkir bus. Lama melatih di Spurs dan kemudian PSG, Poch sangat menyukai permainan menyerang dengan cepat. 

Intensitas sangat berguna dalam adaptasi pemain lama dengan pemain baru. Tempo yang cepat memaksa pemain baru untuk fokus mengikuti alur permainan tim. Ketika mereka menerima bola, mereka tak sempat lagi berpikir "bola ini harus diapain ya," karena mereka dipaksa harus mengalirkan bola secepatnya.

Gol dari Disasi adalah contohnya. Bek ini "tersesat" jauh dari pos-nya karena terikut alur permainan timnya. Berawal dari sepakan pojok yang berhasil dibuang oleh Szoboszlai, second ball tersebut kemudian berhasil disundul Chilwell ke kotak penalti Liverpool. Bola tersebut kemudian segera disambar Disasi dengan cepat untuk merobek gawang Alisson.  Chelsea 1 Liverpool 1

***

Seperti biasa Klopp keukeuh memainkan skema 4-3-3. Di depan ada trio Diaz, Jota dan Salah. Di tengah trio Gakpo, Allister dan Szoboszlai. Di belakang kwartet Trent, Konate, van Dijk dan Robertson.

Trent diplot sebagai inverted back, yang membuat skema Liverpool berubah menjadi 3-4-3 ketika menyerang. Namun rencana ini berantakan karena Trent dipaksa terus berjuang untuk mengamankan sisi kanan dari ancaman Chilwell dan Chukwuemeka.

                                                           

Antitesis dari Trent, Poch sebaliknya justru membiarkan Chilwell yang posisi aslinya sama seperti Trent menjadi seorang winger. Akibatnya sungguh nyata, Trent "terzolimi" di tempatnya dan tidak bisa leluasa naik untuk membantu serangan.

Di posisi sayap kanan, Liverpool memang "kalah orang" karena Szoboszlai juga harus menghadapi pergerakan Gallagher dan Chukwuemeka sekaligus. Sementara Mac Allister sendiri harus menjaga Enzo yang bermain agresif dan mobil.

Lini tengah Liverpool memang sangat krusial karena sepeninggal Fabinho, Liverpool tidak lagi memiliki pemain nomer 6 (gelandang bertahan) Mac Allister yang aslinya pemain nomer 8 kemudian diplot sebagai gelandang bertahan.

Chelsea juga punya problema yang sama, tidak punya pemain nomer 6 lagi sejak kepergian Ngolo Kante dan Jorginho. Gallagher yang aslinya gelandang serang kemudian diplot menjadi gelandang bertahan.

Menariknya Enzo Fernandez yang pada musim lalu bermain sebagai salah seorang double pivot, dalam pertandingan kali ini justru sering tampak sebagai seorang pemain nomer 10. Pergerakannya sangat mobil dan agresif. Ibarat kata Enzo ini pun "punya SIM bebas" sebab ia sering bertukar tempat dengan Reece James maupun Raheem Sterling.

Ada yang menarik perhatian penulis dari laga ini, karena kedua tim tidak punya "gelandang bertahan ori!" Ketika terjadi transisi menyerang ke bertahan, maka seketika itu pula akan timbul bencana. Terutama pada kubu Chelsea, karena Gallagher sejatinya bukanlah seorang DM (Defensive midfielders) Padahal trio Diaz, Jota dan Salah sangat berbahaya dalam skema fast-break. Peluang sekecil apa pun bisa dimanfaatkan mereka menjadi sebuah gol.


Ibarat kata, seperti pada mobil bermesin turbo yang tidak dilengkapi dengan Blow-off valves. Ketika RPM mesin di atas 4000 maka mobil akan melaju kencang. Namun ketika harus mengerem dan RPM jatuh di bawah 2000, lalu ngegas lagi, maka mesin mobil seketika mati gaya karena angin di ruang turbo kelelep, hehe.

Jadi sekarang kita baru mengerti mengapa kedua klub ini sampai harus "adu jotos" dulu untuk mendapatkan Moises Caicedo dan Romeo Lavia. Kedua pemain ini adalah Blow-off valves dari sebuah mesin turbo!


Ada kah yang melihat sosok seorang Gakpo? Dalam pertandingan kemarin Gakpo memang tidak terlihat. Namun itu bukan salahnya, sebab ia bermain bukan pada tempat seharusnya!

Gakpo adalah seorang penyerang tengah murni, atau setidaknya penyerang kiri! Gakpo juga bukan Firmino, sebab ia juga tak maksimal sebagai seorang false nine. Menempatkan Gakpo sebagai gelandang kiri itu sama seperti mengajari ayam berenang.

Klopp adalah seorang "kepala batu" dan itulah yang membuat Liverpool babak belur musim lalu. Mengapa ia harus memainkan seorang penyerang tengah untuk posisi gelandang-kiri? Padahal ia punya Curtis Jones dan Harvey Elliott untuk posisi tersebut. 

Lagi pula masalah utama Liverpool itu terletak pada ketidak-seimbangan lini tengah. Ini juga masalah Liverpool di sepanjang musim lalu. Lini tengah "kekurangan orang" untuk mendukung lini serang sekaligus melapis lini belakang.


Memainkan Gakpo sama saja seperti memasang skema 4-2-4, karena pada kenyataannya Gakpo akan naik juga ke atas. Liverpool praktis hanya mengandalkan duet Allister- Szoboszlai untuk mengatur lini tengah. Sementara itu kwartet Gakpo, Diaz, Jota dan Salah dipaksa turun-naik untuk melakukan high-press sekaligus menekan pertahanan Chelsea. Dan hasilnya adalah... keempat pemain ini harus diganti di pertengahan babak kedua karena sudah "putus nafas!"

Hal menarik lainnya adalah ketika Salah terlihat ngambek ketika ditarik ke luar, tapi Klopp tidak punya pilihan lain. Liverpool terus tertekan. Sudah sejam berlalu sejak gol Liverpool itu, dan kwartet ini bahkan tak mampu untuk melakukan sebiji pun tendangan on target. Salah pun praktis dikantongi Colwill, Siwalan!

Masuknya Curtis Jones, Darwin Nunez, Ben Doak dan Harvey Elliott kemudian memberi kestabilan di lini tengah Liverpool yang kini memakai skema 4-5-1.

Apakah pemain yang masuk lebih hebat dari pemain yang keluar? Jelas tidak, tapi pemain yang masuk bisa memberikan intensitas baru. Modal utama Klopp adalah intensitas (gegenpressing) Itulah sebabnya ia butuh "kaki-kaki segar" untuk menekan lawan! 

Klopp bukanlah tipe pelatih yang suka meramu strategi seperti halnya pelatih-pelatih Italia atau Amerika latin. Modalnya ya cuma intensitas itu. Ketika pemainnya mengalami fatigue (fisik dan mental) maka babak belur lah tim itu.

***

Pochettino memang pelatih keren. Ia memakai skema 3-4-2-1, yang akan berubah menjadi 4-5-1 ketika bertahan, dengan Reece James mundur menjadi fullback. Di belakang ada trio Disasi, Thiago Silva dan Colwill.

Ketika menyerang, maka Colwill akan bergeser naik ke kiri menjadi seorang wingback. Lalu Disasi bergeser sedikit ke tengah untuk membentuk duet centerback bersama Silva. Skemanya terlihat seakan menjadi 2-3-4-1, dimana trio Colwill, Gallagher dan James berdiri di belakang kwartet Enzo, Chukwuemeka, Chilwell dan Sterling, plus Jackson sebagai penyerang tengah.

Dengan konsep bermain seperti ini tak heran kalau penguasaan bola Chelsea mencapai 65%. Inilah untuk pertama kalinya Liverpool, tim bermazhab attacking football lewat konsep gegenpressing itu hanya mampu menguasai bola sebesar 35% saja!


Dengan mendorong Enzo lebih ke depan (otomatis memaksa Gallagher mundur) sebenarnya berisiko juga. Keduanya adalah gelandang box-to-box. Secara karakter, Enzo adalah gelandang tengah, sedangkan Gallagher lebih versatile, dan lebih pas sebagai pemain nomer 10. Namun secara kualitas Enzo lebih bertenaga, dan dengan teknik yang lebih komplit pula.

Poch mendorong Chilwell dan Sterling menyerang dengan memanfaatkan lebar lapangan untuk merenggangkan pertahanan Liverpool. Namun pemain-pemain Liverpool tidak mau terpancing. Apalagi pergerakan Enzo, Chukwuemeka dan Jackson di tengah pun cukup berbahaya. Jadi pemain-pemain Liverpool bertahan rapat sedikit di luar kotak penalti, tanpa memberi celah kepada pemain-pemain Chelsea untuk menerobos kotak penalti.

Lini belakang Liverpool memang sudah mulai karatan. Namun pertahanan zonal marking Liverpool kemarin cukup mumpuni untuk meredam serangan Chelsea. Hanya empat kali pertahanan Liverpool kecolongan. Sebiji berbuah gol dan tiga lainnya berhasil digagalkan oleh aksi heroik Alisson. Kalau kipernya Mignolet atau Karius, hasilnya ya bisa anu.

Satu hal yang menarik perhatian penulis adalah Reece James, yang kini menjadi kapten baru Chelsea. Dulu Maurizio Sarri membawa Jorginho untuk memainkan peran Deep Lying playmaker, tapi berantakan karena speed Liga Inggris lebih cepat dari Liga Italia.

Oleh Poch, kini peran itu dimainkan James, bukan dari lini tengah, melainkan dari tepi kanan lapangan! Agak nyeleneh, tapi jelas lebih aman dari sergapan yang berujung fastbreak lawan. Ketika James kehilangan bola, maka ia pun lebih mudah untuk segera membuang bola ke luar. Kalaupun ia gagal, toh masih ada Disasi sebagai bek-tengah kanan untuk melapisnya.

Apalagi James pun punya skill komplet untuk memainkan peran itu. Ia punya senjata andalan long passing, through pass, umpan one-two dan crossing menawan yang terlihat jelas dalam pertandingan kemarin. James punya visi dan bisa membaca permainan. Piawai mengatur tempo untuk melambatkan atau mempercepat permainan. Ia pun punya dribbling yahud dan berani menusuk ke kotak penalti lawan.

Kombinasi one-two James dengan Enzo maupun Sterling membuat pertahanan Liverpool kewalahan. Ketika sisi kanan yang dijaganya tertekan, lewat long passing James bisa segera memindahkan bola ke Chilwell. Atau ke Gallagher lewat through pass, bahkan bila memungkinkan ia segera mengirim crossing ke Jackson.

Sebenarnya duet James-Chilwell ini kerap dibandingkan dengan duet Trent-Robertson, bahkan sering pula menjadi bahan perdebatan di medsos. Mirip-mirip dengan Messi-Ronaldo. Dulu Trent-Robertson lebih unggul, tapi sekarang jelas tidak! Sebagai penggemar berat Liverpool, penulis pun jadi nelangsa. Hiks.

Namun pasangan James-Chilwell ini rawan cedera. Sayangnya (atau untungnya?) kemarin itu James terlihat kurang sehat. Tak mau mengambil risiko, Poch pun segera menggantinya.

***

Laga pertama tentu saja tidak bisa dijadikan ukuran kemampuan kedua tim untuk musim ini. Liverpool jelas membutuhkan sosok gelandang bertahan baru, karena Fabinho pun sebenarnya "sudah pergi sejak musim lalu!"

Keita, Milner, Firmino, Chamberlain, Fabinho, Henderson, Fabio Carvalho dan Calvin Ramsay sudah pergi. Namun ketiadaan mereka pun tak berdampak lagi bagi klub. Liverpool jelas terlambat melakukan peremajaan.

Sepertinya Liverpool akan struggling sepanjang musim ini, terkait kedalaman skuad. Apalagi pelatih juga miskin taktik karena hanya bertumpu kepada intensitas permainan. Kalau ada pemain inti cedera, maka persoalan akan semakin runyam.

Sebaliknya Pochettino tampak puas dengan skuad barunya. Kedatangan Moises Caicedo pastinya akan membuat fan bisa melupakan Kante. Duet James-Chilwell pun membuat Poch semringah. 40% serangan Chelsea dibangun lewat pos Chilwell dan 38% lewat pos James.

Trio Disasi, Thiago Silva dan Colwill pun menjanjikan. Silva sebagai mentor bahkan kesulitan mengimbangi kedua juniornya itu. Kali ini Jackson belum mencetak gol, tapi penampilannya cukup menjanjikan.

Chelsea memang lebih pantas menang, tapi Pochettino tetap "menang banyak."

Salam sepak bola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun