Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kisruh Stadion JIS, Memang Salah Anies! (Bagian 2)

2 Agustus 2023   07:00 Diperbarui: 2 Agustus 2023   23:09 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/03/14/22062-stadion-bmw-jakarta-international-soccer-stadium.jpg

Tiap orang memang punya hak untuk goblok, tetapi beberapa orang telah menyalahgunakan hak itu secara berlebihan.

(Joseph V Stalin)

JIS memang sudah bermasalah sejak dalam kandungan, bahkan ketika belum dibuahi. 

Sejak zaman Fauzi Bowo, pembangunan Stadion BMW milik Pemprov DKI Jakarta cq Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) ini terhambat oleh masalah sengketa lahan. Selain itu belum ada pula Rencana Terpadu mengenai pembangunan stadion ini. Dimana hal ini tentunya mencakup Visi, Misi dan Tujuan proyek yang akan diterjemahkan kedalam Master plan, Project plan, Feasibility Study, maupun Business plan untuk Stadion BMW ini.

Dilansir dari Media Indonesia, menurut Sugiyanto (pengamat kebijakan publik) berdasarkan Perda No 1 tahun 2016 tentang keolahragaan pasal 10 ayat 1 dan 2, dan Perda No. 1 tahun 2018, RPJMD 2017-2022 halaman 449, pengerjaan pembangunan stadion BMW ini menjadi kegiatan strategis Dispora DKI Jakarta. Jadi yang harus melakukan pembangunan stadion ini adalah Dinas olahraga, bukan PT Jakarta Propertindo (Jakpro).

Pembangunan stadion semestinya dilakukan dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), tapi ternyata pada pelaksanaanya melalui Penyertaan Modal Daerah (PMD) DKI Jakarta ditambah peminjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga mencapai Rp4,546 triliun. Menurutnya lagi, dua pokok permasalahan ini sangat prinsip dan sangat serius, bahkan bisa dikatakan melanggar ketentuan aturan sehingga akhirnya berimbas pada proses pembangunannya.

Akan tetapi nasi sudah jadi bubur, padahal bubur ini juga tidak bisa dijadikan lontong tanpa seizin Cak Lontong. JIS akhirnya lahir ber-ayahkan sosok yang tak jelas kredibilitasnya, dengan reputasi kurang baik pula.

Baru-baru ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lewat putusan perkara bernomor 17/KPPU-L/2022 KPPU menyatakan PT Jakarta Propertindo alias Jakpro bersalah telah melakukan persekongkolan untuk memenangkan PT Pembangunan Perumahan (Persero) dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama dalam pelaksana konstruksi Proyek Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM)

KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 27 miliar kepada kontraktor pemenang tender, tapi anehnya PT Jakarta Propertindo sebagai terlapor I tidak dikenankan hukuman. Mosok hanya "pemberi janji" saja yang kena sementara si penerima tidak? Mungkin KPK lebih berkompeten menjawabnya. Akan tetapi KPK tidak akan berani menjawabnya sekarang ini. Takut dianggap akan mengkriminalisasi capres tertentu, hehe.

Nah dengan reputasi buruk tersebut, PT Jakarta Propertindo ditunjuk sebagai pengelola proyek bernilai Rp 5 triliun ini. Sebagai catatan, Jakpro ini pun belum pernah melakukan penyetoran dividen atau keuntungan bisnis kepada Pemprov DKI Jakarta. Padahal penyertaan modal daerah kepada Jakpro mencapai lebih dari Rp1 triliun. Artinya kredibilitas Jakpro ini memang tidak baik.

"Lain padang sama pula belalangnya." Jakpro kemudian menunjuk anak perusahaannya, PT Jakarta Konsultindo (Jakkon) sebagai konsultan proyek JIS. Lalu katanya Jakkon menggandeng Buro Happold untuk mendesain JIS. Lalu terjadilah tragedi itu, Buro Happold mengaku tidak pernah diajak untuk mendesain JIS!

Anehnya semua orang sudah ribut tapi Jakpro dan Jakkon adem ayem saja, tidak berusaha menjelaskan sengkarut masalah ini. Mungkin dalam hati mereka berkata, "anjing menggonggong guk guk guk, kafilah berlalu lu lu lu."

"Like father like son," Jakkon ini tak kurang pula bobroknya dengan bapaknya! Menurut pengakuan Direkturnya sendiri, Hani Sumarno, Jakkon ini sempat menunggak utang pajak selama 7 (tujuh) tahun. Set dah!

Hani mengatakan, Jakkon mencatat kerugian Rp 24,2 miliar tahun 2021. Namun, setelah melakukan restatement kerugian telah merosot hingga Rp 9,8 miliar. Kemudian khusus untuk ekuitas Jakkon minus 34 miliar!

Khusus untuk restatement, Jakkon bahkan mencatat hattrick selama tiga tahun berturut-turut hingga tahun 2022. Berdasarkan PSAK 25 tahun 2018, penyajian kembali laporan keuangan perusahaan (restatement) dapat dilakukan dengan tetap mentaati aturan dan kaidah yang ada di dalam standar akuntansi keuangan.

Restatement ini ibarat sidang skripsi sarjana. Kalau anda sampai tiga kali mengulang sidang skripsi, maka anda akan jadi anu. Satpam di kampus akan tersipu malu setiap kali melihat wajah anda!

Selain pajak, Jakkon juga memiliki utang gaji sebesar Rp 16,7 miliar kepada 80 tenaga ahlinya. Selanjutnya, ada pencatatan di luar laporan keuangan atau off balance sheet sebesar Rp 25 miliar untuk pengadaan tenaga dan pihak ketiga dalam proyek Jakkon. Aseek!

Off-balance sheet adalah pembiayaan/utang yang tidak muncul di neraca perusahaan. Tujuannya adalah untuk "mempermanis" tampilan neraca perusahaan.

Walaupun diperbolehkan dalam kondisi tertentu, tetapi Off-balance sheet sangat rawan dengan kong-kalikong. Kasus-kasus fraud dalam BLBI, Century dan lainnya itu selalu melibatkan urusan Off-balance sheet ini. Penulis berani memastikan kalau hattrick restatement Jakkon itu berkaitan erat dengan Off-balance sheet ini! Nah perusahaan kayak begini disuruh mendesain stadion bernilai Rp 5 triliun?

Secara tak sengaja penulis kemudian melihat sekilas portofolio Jakkon ini. Sampai tahun 2016 sepertinya perusahaan ini oke-oke saja. Kinerjanya bagus dan proyeknya pun banyak. Terutama di zamannya Ahok.

Entah mengapa, mungkin secara kebetulan saja, di era Anies Jakkon ini mendadak jadi bandel dan mulai menunggak pajak, dan lalu merugi!

Entah mengapa penulis tiba-tiba teringat kepada wajah Marco Kusumawijaya, mantan Ketua Bidang Pengelolaan Pesisir TGUPP Anies, dengan jargon "membangun-tanpa-menggusur" itu. Padahal warga Kampung Bayam di JIS ini "digeser" habis-habisan tanpa ampun. Hahaha.

Meruginya Jakkon ini sebenarnya yang paling sangat tidak masuk akal. Besar fee konsultan perencana berdasarkan persentase nilai proyek adalah sebesar 1% - 3% dari total biaya proyek konstruksi. Anggap saja fee Jakkon 1% dikali Rp 5 triliun, maka besaran kontrak pekerjaannya adalah sebesar Rp 50 miliar! Ini sangat gede pakai banget. Itu hanya jasa perencanaan. Kalau untuk supervisi (pengawasan) lebih besar lagi fee-nya daripada pekerjaan perencanaan!

Modal utama konsultan itu ya cuma pikiran! Mirip-mirip dengan cara kerja kompasianer. Duduk melamun, lalu ketika dapat ide, cepat-cepat coret sana-coret sini lalu mengaplikasikan ide tadi ke laptop.

Setelah hitung sana-hitung sini dan disinkronkan ke Spesifikasi Teknis dan guidelines pekerjaan, ternyata tidak cocok. Fail! Yah sudah duduk melamun lagi sambil ngopce dan merokok sebat untuk mencari pencerahan.

Kalau kontraktor merugi, itu masih wajar. Kontraktor jalan raya memiliki banyak alat berat yang nilai totalnya bisa mencapai puluhan miliar. Kalau proyek macet karena telat pembayaran dan lain sebagainya, kontraktornya bisa bangkrut. 

Dulu itu sebuah bulldozer Komatsu D65 milik perusahaan tempat penulis bekerja, hancur berkeping-keping setelah terjatuh ke dalam jurang sedalam 200 m. Untung alat berat itu diasuransikan, hehe.

Kalau konsultan bangkrut, bagaimana caranya ya? Wong aset utamanya adalah pikiran! Apakah anda butuh sebuah bulldozer seharga US $ 150 000 untuk mendesain sebuah klinik bersalin?

Apakah harus membangun sebuah sumur permanen dulu agar bisa membuat sebuah puisi berjudul "Lubang Sumur Yang Dalam?"

***

Perencanaan sebuah proyek meliputi banyak aspek. Setelah aspek legalitas dan teknis selesai, selanjutnya yang paling menentukan adalah aspek keekonomian. Tidak ada gunanya memikirkan sebuah proyek yang prestisius kalau proyek tersebut tidak ekonomis!

Nilai Keekonomian proyek itu didapat lewat sebuah feasibility study (studi kelayakan) yang mencakup besaran ekuiti, pinjaman, bunga pinjaman, pendapatan, profit, umur proyek dan sebagainya.

Secara kasat mata boleh dikatakan kalau proyek JIS ini sangat tidak layak! Biaya proyek JIS ini Rp 5 triliun. Anggap umur proyek direncanakan 20 tahun dengan bunga pinjaman 5%/tahun. Maka kewajiban JIS kira-kira Rp 10 triliun dibagi 20 tahun, sama dengan Rp 500 miliar/tahun. Itu hanya untuk biaya pengembalian pinjaman, belum termasuk biaya operasional (gaji, pemeliharaan) pajak dan lain-lain.

Apakah pebirsa yakin kalau JIS ini mampu meraup pendapatan bersih sebesar Rp 250 miliar/tahun?

Untuk membayar PBB stadion JIS saja Jakpro ini kelimpungan. Anggap saja NJOP JIS ini Rp 10 triliun. Maka PBB (secara hitungan kasar) adalah Rp 10 triliun dikali 0,5 % sama dengan Rp 50 miliar/tahun! Haha

Setahun sudah JIS berjalan. Setidaknya kewajibannya adalah Rp 500 miliar (biaya pinjaman) ditambah Rp 50 miliar (PBB) PPh dan PPN dan kewajiban lainnya.

Sependek pengetahuan penulis, JIS ini telah dipakai untuk dua pertandingan persahabatan dan konser Dewa 19. Penulis tidak tahu persis berapa pendapatan bersih JIS setelah dipotong biaya produksi plus pajak. Tapi penulis tak yakin kalau nilainya akan mencapai Rp 5 miliar sepanjang tahun kemarin, hahaha.

Jadi tidak usalah kita membahas rumput stadion, lapangan parkir yang kecil, akses masuk yang cuma satu saja atau benar tidaknya Buro Happol ikut mendesain stadion ini, karena JIS sebenarnya dibangun tanpa visi yang jelas! Kalau "Rencana Pendapatannya" sendiri tidak jelas, lantas bagaimana dan siapa yang akan membayar cicilan pinjamannya?

Apakah Anies sengaja merencanakan semuanya ini? Wow, penulis bahkan tidak percaya kalau ia sampai pernah memikirkannya! Hahaha. Lalu siapa-siapa saja yang berbuat nakal? Ah perbirsa sudah gaharu cendana pula.

Setelah Buro Happol membuat pernyataan, kemarin itu ada yang menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta segera mengambil alih JIS dan Jakpro. Rupanya ada orang makan Nangka lalu berniat untuk memberikan getahnya kepada orang lain! Sepertinya Plt Gubernur Heru pun bingung menghadapi problema ini.

Eh ngemeng-ngemeng, penulis jadi ada ide untuk visi-misi kampanye Pilgub DKI Jakarta nanti. Kagak usah dah ngomongin banjir, penggusuran, macet atau warga miskin. Para Cagub itu disuruh mikiran solusi JIS ini saja.

Kalau Cagub tersebut gak mampu bikin JIS jadi cuan, maka sudah pasti Cagub tersebut tidak akan mampu pula untuk membahagiakan warga Jakarta! Hahaha.

Memangnya penulis bisa bikin JIS yang sudah berdarah-darah itu jadi cuan?

Bisa dong. Penulis punya solusi, dari mulai cara the hard way hingga the easy way.

Cara paling gampang tentunya dengan memindahkan Alexis, diskotek Stadium dan tempat-tempat dugem lainnya itu ke roof top JIS. Nah, di roof top JIS ini ada jogging track besar. Ini sih ide lebay pakai banget. Ngapain juga buat jogging track di roof top. Kalau siang ya panas menyengat, kalau malam malah takut dibegal karena sepi!

Kalau JIS dijadikan sebagai pusat tempat ajep-ajep se-Jakarta, apalagi kalau ada izin terbatas untuk kasino, maka JIS akan cepat balik modal! Akan tetapi pasti akan muncul dong "demo berkode togel" di Monas sampai berjilid-jilid. Pendukung Anies pastinya tidak akan rela dong kalau maha karya Anies dijadikan tempat maksiat!

Yah tujuannya memang itu. Setelah "sepuluh juta warga berkumpul di Monas dan JIS", maka kotak infak pun dijalankan. Kalau setiap warga rata-rata menginfakkan Rp 450 ribu, maka akan terkumpul Rp 4,5 triliun. Lunas deh utang JIS. Kalau sudah begini, pan jalan Anies ke Capres jadi lempeng.

Cara lainnya adalah seperti dalam kasus BTS Kemenkominfo kemarin. Kalau "Gedung Bundar" sudah bergerak cepat dan presisi, maka setidaknya akan ada restatement (penyajian kembali laporan keuangan) JIS. Akan ada arus kas masuk kembali akibat "Kelebihan Bayar." Penulis sih menargetkan 30% harus kembali.

Pastinya akan timbul kegaduhan. "Maling motornya pasti akan teriak, Pak, saya nyolong di sini cuma 2 motor doang pak. Sisanya di Cirebon 5, di Kuningan 4!"

Penulis akan berlagak seperti Isilop Medan, "Gue gak mau tau. Yang jelas lu nyolong 11 motor, hayu balikin ke gue 4 motor!" Ini sih namanya merampok maling! Haha. Tapi yang penting utang bisa berkurang dong! Haiz..

***

Bicara soal Buro Happol, penulis jadi teringat detailing mobil. Beberapa waktu lalu penulis menawar biaya detailing mobil pada sebuah bengkel. Harga pas-nya Rp 1.200 ribu. Ketika bos pemilik toko sibuk dengan customer lainnya, seorang karyawannya berbisik kepada penulis. Intinya beliau ini menawarkan "paket hemat" senilai Rp 900 ribu. Syaratnya beliau datang ke rumah pada hari Minggu/libur.

Jadi penulis kepikiran kalau Buro Happol Indonesia itu "mendesain JIS pada hari Minggu pula!" Hal begini memang lumrah pada bisnis jasa. 

Jadi soal kontrak pekerjaan Buro Happol ini sepertinya akan tetap menjadi "rahasia perusahaan" saja. Kalau begitu coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Ah jangan! Di JIS rumputnya tidak bergoyang, karena tidak ada angin bertiup, hehehe.

Referensi,

https://jakarta.suara.com/read/2023/07/18/220833/pemprov-dki-bakal-ambil-alih-pengelolaan-jis-dari-jakpro-heru-budi-masih-pikir-pikir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun