Di sebuah desa terpencil yang tersembunyi di balik Gunung Wilis, hiduplah Ratno dengan Haryati, istrinya beserta Sri, putri semata wayang mereka. Pekerjaan Ratno adalah bertani. Karena di desa terpencil itu tidak ada sekolah, maka Ratno kemudian menjadi guru relawan mengajar murid kelas satu hingga kelas enam SD.
Sekali seminggu penduduk desa biasanya pergi ke kota kecamatan untuk menjual hasil perkebunan mereka. Lalu pulangnya mereka akan membawa barang kebutuhan pokok sehari-hari yang dibeli di kota.
Sore hari itu Ratno tampak berjalan kaki menuju rumahnya. Ia baru saja pulang dari kota. Ransel di punggungnya penuh dengan belanjaan rumah tangga. Peluh membasahi tubuhnya ketika menapaki jalan mendaki dengan beban cukup berat di punggung.
Naas, Ratno kemudian dicegat sesosok setan, lalu dijatuhkan ke dalam jurang. Sosok Ratno lalu terkapar di dasar jurang. Ia belum mati, tetapi nyawanya dalam keadaan tanpa status.
Tiba-tiba Lizal mendapati tubuhnya dalam sosok Ratno, lengkap dengan ransel di punggul beserta peluh yang membasahi tubuhnya. Pertaruhan sorga versus neraka pun dimulai!
Jika Lizal mampu menggantikan tugas Ratno selama ini dengan baik, maka ia akan bisa menyelamatkan nyawa Ratno, sekaligus juga mengembalikan posisinya sebagai malaikat kembali. Sebaliknya jika ia gagal, maka Lizal dan Ratno berdua akan selamanya menjadi hamba Iblis.
Lizal kini harus memutar otak agar bisa memerankan sosok manusia "ori" seutuhnya. Seribu tahun bertugas di bumi, tidak lah membuat hal itu menjadi mudah baginya. Apalagi ia tidak pernah kepikiran untuk hidup sebagai seorang manusia.
Ibarat kata, selama ini ia selalu memakai celana jins tanpa celana dalam. Kini ia harus memakai celana dalam. Mengapa ia sekarang harus memakai celana dalam?
Jins adalah hakikat visual, sedangkan daleman menyangkut etika, citra dan harga diri!
Cerpen berjudul, "Lelaki Tanpa Celana Dalam" pasti akan menjadi trending topik. Itu bukan karena orang penasaran akan bentuk dari celana dalam, melainkan karena penasaran untuk mengetahui siapakah lelaki (malang) yang tak bercelana dalam itu.Â
Jadi celana dalam akan selalunya bersinggungan dengan etika, citra dan harga diri! Kini Lizal harus berpikir keras untuk memahami dan membermaknakan "filosofi percelana-dalaman" ini, dan tentunya juga beberapa aspek lainnya dalam kehidupan insani.