Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bajingan, Bajingan, Bajingan!

3 Juni 2023   16:50 Diperbarui: 3 Juni 2023   16:58 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
InSumber : https://images.pexels.com/photos/12212459/pexels-photo-12212459.jpeg?auto=compress&cs=tinysrgb&w=1260&h=750&dpr=1put sumber gambar

Siang itu langit di seputar Jalan Mangga Besar, Jakarta terlihat gelap dipenuhi awan tebal keabu-abuan. Rintik hujan yang membasahi bumi semenjak pagi membuat udara menjadi dingin-dingin empuk.

Tampak sosok malaikat maut pencabut nyawa dengan tenangnya memasuki sebuah hotel di sudut jalan. Sosok itu terlihat biasa saja, tidak mencolok, karena ia mengambil rupa seperti sosok Brad Pitt. Kepada resepsionis cantik itu ia mengaku bernama Lizal Lamli, bukan Pakde Kartono.

Dalam sekelebat sosok Lizal sudah berada di lantai 7. Tepatnya di kamar 707. Di atas ranjang terlihat seorang lelaki paruh baya terbaring letih tanpa sehelai benang pun menutupi perut buncitnya itu. Peluh membasahi sekujur tubuhnya. Matanya separuh terpejam dengan mulut menganga tanpa daya.

Lizal kemudian berbisik ke telinga lelaki itu, "Waktumu sudah tiba, aku malaikat pencabut nyawa yang hendak membawamu sekarang juga."

"Yah Tuhan!" teriak lelaki itu terkedjoet. Ia kemudian memohon agar diberi waktu untuk berpakaian dan nyawanya agar dicabut di luar hotel tersebut. Lizal kemudian menyetujui permintaan lelaki itu. Kebetulan tak jauh dari hotel itu ada sebuah gereja kecil. Yah, mati ketika berdoa di dalam gereja tentu pahalanya lebih besar daripada mati di atas kasur hotel jam-jaman.

Lizal kemudian mendekati jendela, menatap ke arah jalan yang sepi. Hujan masih saja turun tanpa rasa malu, mengakibatkan genangan di atas jalan aspal berlubang. Ah, genangan akan selalunya menimbulkan kenangan masa lalu. Lizal kemudian mengisap sigaret yang diambilnya dari atas coffe table. "Ih!" Lizal terkesiap. Rokok ini rupanya ada "isinya." Rupanya lelaki tadi mengeluarkan sebagian tembakau dari batang rokok, lalu memasukkan ganja ke dalamnya.

Lizal lalu mengamati nyala api rokok itu. "Wah fixed ini ganja Aceh, bukan Himalaya!" seru Lizal. Sebab menurut Rocky Gerung, ganja Aceh kalau dibakar warna apinya merah muda. Sedangkan ganja Nepal itu sama seperti rokok. Artinya, lebih murni ganja Aceh daripada ganja Nepal! Entah lah kalau Rocky Gerung ngibul. Soalnya Lizal bukan ahli perganjaan, ia cuma ahli pencabutan.

Walaupun menatap ke depan jalan, tapi dengan indra keenam yang dimilikinya, Lizal kemudian menatap ke dalam kamar mandi yang berada di belakangnya. Seorang perempuan kinyis-kinyis cantik tampak sedang berbaring di dalam bathtub berisi air hangat.

Tingginya tak kurang dari 170 cm dengan berat tak lebih dari 55 kg. Matanya terpejam menikmati pijatan air hangat dari jacuzzi yang mendekap seluruh tubuh mulusnya itu.

Lizal menghela nafas panjang. Wajah perempuan kinyis-kinyis itu mengingatkannya akan seseorang nun jauh di sana, di masa yang silam. Apakah itu di masa Lebaran Kuda? Oh, sepertinya bukan! Lizal kini ingat. Yah itu di masa Perang Salib seribu tahun lalu, persis di awal Lizal bertugas sebagai malaikat pencabut nyawa.

Ketika itu Lizal diperintahkan untuk mencabut nyawa seorang gadis dari sebuah desa di negeri Lebanon. Perempuan itu masih muda dan cantik sekali. Rambutnya bagai mayang terurai. Alisnya bak semut beriring. Hidungnya bak dasun tunggal. Pipinya bak pauh dilayang. Bibirnya bak delima merekah, dan suaranya pun merdu bagai buluh perindu. Senyumnya manis pakai banget, sehingga mampu melemaskan otot-otot yang kaku dan meluruskan tulang-tulang yang bengkok.

Lizal pun protes, mengapa perempuan secantik dan semuda itu harus dicabut nyawanya? Mengapa tidak menunggu sampai ia menjadi nenek-nenek keriput yang sakit-sakitan saja dulu baru dicabut nyawanya?

Umurnya pun baru 17, mengapa tidak menunggu hingga 71 saja? Namun Lizal tidak mendapat jawaban. Sebaliknya Lizal justru mendapat sebuah kartu kuning, lalu dipindahkan ke departemen lain. Di situ ia bertugas sebagai worshipper. ia harus bernyanyi, "aleluya, aleluya, aleluya" setiap jam selama seratus tahun!

Keheningan seketika menyadarkan Lizal. Ia lalu menatap ke bawah dan melihat lelaki tadi ternyata sudah kabur, dan kini berlari di antara mobil-mobil yang merayap.

"Kampret!" teriak Lizal kesal. Mengapa ia bisa kecolongan? Ini adalah kejadian pertama "korban" berhasil melarikan diri di depan matanya! Sebenarnya bukan di depan matanya, karena ia tadi melamun sembari menatap ke depan. Pastinya si korban berhasil melarikan diri di belakang matanya.

Lizal ingin segera berlari mengejarnya, tapi langkahnya terasa berat. Apakah pengaruh dari ganja yang warna apinya merah muda itu? Entah lah. Kini hatinya sedih tak terkira.

Di tengah kegalauan hatinya itu, tiba-tiba Lizal menyadari kehadiran sosok si ular tua (iblis) di belakangnya. Sosok ini tadinya "orang dalam juga." Namun setelah ditendang "dari Istana," ia kemudian membentuk parpol baru yang justru selalu menjadi antitesis Big Boss.

"Hai, kamu kecolongan ya? Itu karena kamu terlalu meremehkan sosok yang bernama manusia itu. Mereka ini belagu, jahat dan penipu, justru karena bos-mu terlalu memanjakan mereka. Kamu sekali saja mempertanyakan urgensi dari tugas yang akan kamu kerjakan, eh langsung dihukum seratus tahun. Sedangkan mereka ini, setiap hari berbohong dan berbuat jahat, tapi dibiarkan saja." kata si ular tua itu.

Lizal lalu mengisap "sigaret berisi" itu dalam-dalam, sembari pikirannya mencermati perkataan si ular tua itu.

"Manusia itu memang mahluk istimewa dan akan selalu begitu karena Big Boss akan selalu mengistimewakan mereka ini. Pernah kah terpikir oleh mu, entah barang sekali saja ingin menjadi seorang manusia?"

Lizal sangat terkejut mendengar pertanyaan yang tak pernah terpikir olehnya.

"Di sini kamu merokok karena di tempat asalmu tidak ada rokok. Namun kamu tidak mengerti esensi dari merokok itu karena kamu tidak memiliki paru-paru. Seandainya kamu punya, maka kamu akan bisa menikmati sensasi asap yang memasuki kerongkongan, lalu keluar dari kerongkongan dan tenggorokan dalam waktu yang bersamaan pula. Mungkin kamu pernah menonton saluran Nat Geo Wild, dan melihat seekor gorilla merokok sebatang sigaret. Nah ternyata gorilla itu masih lebih beruntung daripada kamu."

Lizal terkesiap mendengar statement itu. Tak perlu lah seorang malaikat untuk mencabut nyawa seekor gorilla yang akan pensiun. Nyawa gorilla itu datang tak berjemput pulang tak berhantar. Tiba-tiba ia kepikiran, jangan-jangan ada juga sosok gorilla pencabut nyawa. Tapi yang jelas, dalam "dunia perhisapan" mahluk buruk rupa itu ternyata lebih beruntung daripada dirinya.

"Pernah kah terpikir oleh mu, sensasi apa yang dicari oleh dua orang manusia di tempat seperti ini? Tadi aku melihat engkau mengamati peluh yang turun dari lengan lelaki tadi, mengalir ke telapak tangannya, lalu jatuh ke atas karpet melalui ujung jari tangannya yang tergantung melewati ranjang itu. Sambil memejamkan mata lelaki itu pastinya akan menikmati setiap tetesan keringat yang melewati ujung kukunya itu." Tutur si ular tua.

Lizal terkesiap. Bulu kuduknya merinding dan sabuknya mengeras, tapi ia tidak merasakan sensasi apa pun! Konon ketika melewati atmosfer bumi, sosok malaikat akan mirip sekali dengan sosok manusia. Namun rupanya hanya luarnya doang, sedangkan dalemannya enggak!

"Kalau kamu mau, aku bisa mengubahmu menjadi manusia sebenarnya agar kamu bisa merasakan sensasi sejati di dalam diri manusia itu."

Lizal kini ragu. Ia pingin tapi takut ketahuan, lalu dihukum harus bernyanyi, "aleluya, aleluya, aleluya" setiap jam selama seribu tahun!

Si ular tua tertawa pelan lalu berkata, "bro, kita ini satu padepokan, satu alumni, masak jeruk makan jeruk? Toh kalau kamu nanti tak suka menjadi manusia, kamu tinggal sebut namaku, dan srett kamu jadi malaikat lagi."

Lizal kini lega. Ia juga ingin berbaring di dalam bathtub itu, merasakan sensasi pijatan air hangat jacuzzi sembari melamunkan kenangan masa silam dulu.

Setelah menyebut nama si ular tua tiga kali, tiba-tiba pandangan Lizal menjadi nanar dan sring, ia kemudian berubah menjadi sosok manusia. Akan tetapi bukan sosok Brad Pitt, wujud yang selalu dipakainya selama ini. Lizal kecewa karena ia tadi sudah memikirkan wajah  David Beckham atau Chris Martin, vocalis Coldplay itu. Lizal justru mendapati dirinya sedang berlari terengah-engah dalam sosok tubuh lelaki paruh baya yang hendak dicabut nyawanya tadi!

"Waduh aku kena prank nih!" teriak Lizal dengan nafas ngos-ngosan. Ia lalu menyebut nama si ular tua, bahkan berkali-kali agar bisa berubah wujud kembali menjadi seorang malaikat, tapi gagal maning!

Lizal kemudian tersadar, si ular tua itu memang seorang penipu. Itulah sebabnya ia ditendang dari Istana. Ular tua ini memang pinter menata kata untuk memperdaya mangsanya. Ia berhati jahat dan suka menjerumuskan orang lain.

Ada tertulis kalau sepertiga dari malaikat itu berhasil ditipu si ular tua, lalu bergabung membentuk koalisi perubahan. Sementara dua pertiga lainnya tetap dalam koalisi Setia Sampai Akhir. Lizal sendiri tidak mungkin lagi bisa bergabung dengan yang dua pertiga, tapi ia pun tak sudi bergabung dengan yang sepertiga itu.

Apakah Lizal kelak akan "Netral atau golput saja?" Wallahu a'lam.

Kini Lizal menyesali kebodohannya tapi sudah terlambat. Namun ada satu hal yang mengganggunya. Tadi ia sudah melihat waktu kematian lelaki paruh baya ini adalah jam 16.00, dan ia tiba di tempat itu jam 15.50. Mengapa ia bisa melarikan diri. Bukankah waktu Tuhan tidak pernah salah?

Astaga, kini Lizal tersadar. Sewaktu memasuki bagian terluar wilayah hukum Indonesia tadi, sinyal digadgetnya terganggu dan tidak berfungsi.

Padahal jaringan data dan sinyal di seluruh Indonesia itu seharusnya kan sudah terkoneksi. Bukankah sudah terpasang ribuan tower BTS di seluruh Indonesia untuk interkoneksi jaringan? Biaya proyeknya saja sebesar Rp 28 triliun! Astaga, benar kata si ular tua tadi. Manusia ini memang bajingan. Sorga aja berani dikibuli! Katanya jaringan data sudah terkoneksi, ternyata tidak!

Kalau begini kan bisa runyam urusannya. Takutnya nanti ada orang yang matinya kecepetan atau matinya malah kelamaan karena jaringan data dari Atas ke Indonesia tidak terkoneksi!

Tiba-tiba Lizal terjatuh karena tak mampu lagi berlari. Selain mengidap wasir, ternyata lelaki ini mengidap bengek juga. Lizal lalu menatap arloji di tangannya, pukul 15.59. Sayup-sayup ia kemudian mendengar sebuah suara cempreng bernyanyi, "aleluya, aleluya, aleluya."

Astaga! Lizal hapal betul suara cempreng itu karena pemilik suara itu selalu bersamanya untuk bernyanyi selama seratus tahun! Dan kini ia datang untuk menunaikan tugasnya!

Nafas Lizal kini semakin pelan. Wajah si ular tua penipu itu lalu muncul di hadapannya. Sebelum nafasnya benar-benar putus, Lizal kemudian berteriak keras, "Bajingan, Bajingan, Bajingaaaaannn!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun