Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bajingan, Bajingan, Bajingan!

3 Juni 2023   16:50 Diperbarui: 3 Juni 2023   16:58 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
InSumber : https://images.pexels.com/photos/12212459/pexels-photo-12212459.jpeg?auto=compress&cs=tinysrgb&w=1260&h=750&dpr=1put sumber gambar

Ketika itu Lizal diperintahkan untuk mencabut nyawa seorang gadis dari sebuah desa di negeri Lebanon. Perempuan itu masih muda dan cantik sekali. Rambutnya bagai mayang terurai. Alisnya bak semut beriring. Hidungnya bak dasun tunggal. Pipinya bak pauh dilayang. Bibirnya bak delima merekah, dan suaranya pun merdu bagai buluh perindu. Senyumnya manis pakai banget, sehingga mampu melemaskan otot-otot yang kaku dan meluruskan tulang-tulang yang bengkok.

Lizal pun protes, mengapa perempuan secantik dan semuda itu harus dicabut nyawanya? Mengapa tidak menunggu sampai ia menjadi nenek-nenek keriput yang sakit-sakitan saja dulu baru dicabut nyawanya?

Umurnya pun baru 17, mengapa tidak menunggu hingga 71 saja? Namun Lizal tidak mendapat jawaban. Sebaliknya Lizal justru mendapat sebuah kartu kuning, lalu dipindahkan ke departemen lain. Di situ ia bertugas sebagai worshipper. ia harus bernyanyi, "aleluya, aleluya, aleluya" setiap jam selama seratus tahun!

Keheningan seketika menyadarkan Lizal. Ia lalu menatap ke bawah dan melihat lelaki tadi ternyata sudah kabur, dan kini berlari di antara mobil-mobil yang merayap.

"Kampret!" teriak Lizal kesal. Mengapa ia bisa kecolongan? Ini adalah kejadian pertama "korban" berhasil melarikan diri di depan matanya! Sebenarnya bukan di depan matanya, karena ia tadi melamun sembari menatap ke depan. Pastinya si korban berhasil melarikan diri di belakang matanya.

Lizal ingin segera berlari mengejarnya, tapi langkahnya terasa berat. Apakah pengaruh dari ganja yang warna apinya merah muda itu? Entah lah. Kini hatinya sedih tak terkira.

Di tengah kegalauan hatinya itu, tiba-tiba Lizal menyadari kehadiran sosok si ular tua (iblis) di belakangnya. Sosok ini tadinya "orang dalam juga." Namun setelah ditendang "dari Istana," ia kemudian membentuk parpol baru yang justru selalu menjadi antitesis Big Boss.

"Hai, kamu kecolongan ya? Itu karena kamu terlalu meremehkan sosok yang bernama manusia itu. Mereka ini belagu, jahat dan penipu, justru karena bos-mu terlalu memanjakan mereka. Kamu sekali saja mempertanyakan urgensi dari tugas yang akan kamu kerjakan, eh langsung dihukum seratus tahun. Sedangkan mereka ini, setiap hari berbohong dan berbuat jahat, tapi dibiarkan saja." kata si ular tua itu.

Lizal lalu mengisap "sigaret berisi" itu dalam-dalam, sembari pikirannya mencermati perkataan si ular tua itu.

"Manusia itu memang mahluk istimewa dan akan selalu begitu karena Big Boss akan selalu mengistimewakan mereka ini. Pernah kah terpikir oleh mu, entah barang sekali saja ingin menjadi seorang manusia?"

Lizal sangat terkejut mendengar pertanyaan yang tak pernah terpikir olehnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun