Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Emyu, hahaha (Karena London Bukanlah Amsterdam)

19 Agustus 2022   14:05 Diperbarui: 19 Agustus 2022   14:16 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erik ten Hag, Sumber: goal.com

Dalam waktu 35 menit saja gawang MU sudah kebobolan empat kali. ten Hag sebenarnya masih punya waktu 55 menit plus 5 menit extra time untuk mengubah hasil pertandingan. Namun ternyata ten Hag tidak punya rencana cadangan untuk itu. Pemain-pemain MU tetap saja bermain dengan pola/ritme yang sama. 

Tiga kartu kuning di babak kedua plus sebuah di babak pertama jelas menunjukkan betapa frustasinya para pemain MU ini dengan strategi bermain mereka sendiri.

Pemain-pemain Brentford merayakan gol, Sumber: Brentford's  (Twitter/SkyBetChamp via indianexpress.com)
Pemain-pemain Brentford merayakan gol, Sumber: Brentford's  (Twitter/SkyBetChamp via indianexpress.com)

Ketiga, EPL (Liga Inggris) bukanlah Eredivisie (Liga Belanda)

Ten Hag bersama Ajax adalah pelatih sukses di Liga Belanda. Ngemeng-ngemeng, sejak anda lahir, pernahkah anda melihat Ajax, PSV atau Feyenoord berada di papan bawah klasemen?

Terlepas dari siapa yang melatih ketiga klub ini, ketiga klub mentereng liga londo ini akan selalu berada di tempat terhormat Eredivisie.

Salah satu penyebabnya adalah karena para bocah-bocah berbakat dari negeri kumpeni ini akan selalu lebih memilih ketiga klub ini daripada klub lainnya. Bisa ditebak, hasilnya ketiga klub besar ini akan selalu punya stok pemain-pemain berbakat untuk diorbitkan kelak. Dan sebaliknya, klub-klub semenjana lainnya "cuma" akan memiliki bakat-bakat kelas dua saja. Belum lagi kalau kita berbicara soal dana sponsor dan pembagian "Hak siaran televisi" yang tidak sama antara klub besar dan klub gurem, membuat perbedaan semakin tampak jomblang.

Liga Inggris jelas berbeda, walaupun perbedaan finansial antara klub kaya dan klub kecil terlihat jelas. Contohnya seperti penggajian para pemain klub MU ini, yang terkesan seperti tidak masuk akal. Namun seperti yang sudah dibahas di atas, besar/kaya ternyata tidak selalu linier dengan prestasi!

Ternyata ada hal lain yang tidak selalu bisa dibeli dengan uang. Salah satunya adalah "Pride," rasa bangga sebagai "member of the club," yang lebih berorientasi kepada wilayah/jati diri klub itu sendiri.

Wayne Rooney adalah penduduk kota Liverpool yang kala itu bermain dengan klub Everton. Namun sampai mati pun Rooney tidak akan mau bergabung dengan klub rival sekota, Liverpool, walaupun dibayar mahal.

Matthew Le Tessier (salah satu pemain pujaan penulis) sampai akhir karirnya hanya bermain untuk Southampton. Musim 1993/1994 Le Tessier menjadi pencetak gol terbanyak klub dengan torehan 25 gol. Chelsea dan Blackburn kemudian bersiap untuk memecahkan rekor transfer pemain EPL, tapi Le Tessier tetap lebih memilih Southampton sampai akhir karirnya!

Berlaga di piala FA adalah salah satu contohnya. Banyak klub besar harus terjungkal ketika menghadapi "klub receh" dari kasta kedua Liga Inggris.  Spartan, keras, cepat, dan punya determinasi tinggi menjadi modal utama klub-klub gurem (termasuk Brentford ini) ketika bertemu dengan klub besar. Tanpa taktik yang tepat, sudah pasti klub besar (seperti Emyu ini) akan menderita digilas oleh tim gurem! Hal seperti ini memang belum pernah dialami ten Hag sebelumnya...

Wellcome to the EPL meneer ten Hag

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun