Kalau ten Hag bergaji 7,5 juta Pound/tahun maka pelatih Brentford, Thomas Frank cukup digaji seperlima-nya saja yaitu 1,5 juta Pound/tahun. Akan tetapi Thomas Frank dengan "pasukan sederhananya" itu mampu membawa Brentford duduk manis di posisi tiga klasemen sementara. ten Hag dengan pasukan kerennya itu justru membuat MU harus puas berada di posisi djoroe koentji!
***
Berkaca pada hasil pertandingan Brentford-MU tersebut, apakah masalah sebenarnya dari "laskar" ten Hag ini?
Pertama tentunya adalah Mental bermain.
Pasukan Brentford memasuki lapangan ibarat pengantin muda yang hendak naik ke pelaminan. Muda, agresif, percaya diri dan penuh gairah. Sembari menunggu "malam tiba," sang pengantin ikut berjoged, bersenang-senang dengan menikmati alunan musik yang menghentak-hentak. Jadi kata koentjinja adalah, ada gairah, bersenang-senang dan bisa menikmati pertandingan itu sendiri.
Sebaliknya "laskar" MU masuk ke lapangan dengan kondisi tidak siap tempur. Mereka seperti tidak fokus bermain. Entahlah, mungkin mereka menganggap remeh pasukan Brentford ini.
Dua gol pertama Brentford adalah mutlak kesalahan de Gea yang tidak fokus. Dua gol mudah ini kemudian meruntuhkan mental para pemain MU. Dari sini jelas terlihat kalau pemain-pemain MU itu tidak dipersiapkan dengan kemungkinan skenario terburuk yang bisa saja terjadi di lapangan.
Kedua, taktik/strategi bermain.
Tim seperti Brentford tentunya bermain dengan skema sederhana. Brentford bermain dengan sistim Low-block dengan menempatkan lima pemain di belakang.Â
Tiga pemain di tengah adalah gelandang box to box yang cenderung bertipe DM (gelandang bertahan) sebagai filter pertama lini pertahanan. Brentford tidak memakai seorang playmaker karena Brentford menerapkan pola direct football, dimana dari belakang bola langsung dikirim ke depan terutama dalam skema fast-break.
Disiplin menjaga area sendiri tentunya menjadi syarat mutlak dalam skema zonal marking ala Brentford ini. Tidak ada pemain yang secara khusus akan "menguntit" seorang Ronaldo misalnya.Â