Benteng pertahananku pun akhirnya jebol juga, tangisku meledak ketika memeluk Maya. Duh Gusti aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
"Bram, mbak Ratih sudah sebulan ini di Bandung, di konveksinya. Kamu pergi deh ke Bandung jeput dia, kasihan mbak Ratih. Mungkin awalnya dia gak akan mau, tapi kamu bujuk ya? Dia belum tau kalau aku mau ke Australia. Di sini aku gak bisa hidup tanpa kamu Bram, jadi aku kesana aja. goodbye my love, i will always love you."
Aku hanya terdiam di sofa ketika Maya berlalu dengan air mata yang membasahi pipinya. Duh Gusti, aku tak pernah menyangka kalau perjalanan kisah cinta ini akan begitu rumit dan membuat luka yang mendalam bagi korbannya. Duh Gusti aku tak tau harus bagaimana lagi. Rasanya separuh nafasku pergi bersama Maya dan kini aku harus membujuk Ratih pula.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H