"Ladang tuaian memang banyak, tetapi para penuai sangat sedikit."
Suasana syahdu menyelimuti gereja kecil yang terletak di sebuah desa kecil di Kecamatan Parlilitan itu, ketika Pendeta Tohap menaiki Langgatan (mimbar)Â
Jemaat sudah menutup mata ketika pendeta hendak memulai doa khotbah. Keteduhan itu seketika pecah ketika terdengar teriakan anak kecil dari arah tengah tempat jemaat duduk, "Pak, pak, itu bapak kita di atas dek! Pak, bapak!" kata seorang bocah sambil melambaikan tangan ke arah pendeta yang berada di atas mimbar itu.
Ya, bocah itu bernama Lindung dan adiknya, Tiur. Mereka ini adalah anak pendeta Tohap yang sedang berkhotbah itu. Rupanya kedua bocah ini kabur dari Sekolah Minggu, lalu mengikuti kebaktian dewasa tersebut. Pendeta Tohap mengabaikan saja suara anak itu, dan langsung berdoa dengan suara keras yang terdengar melalui speaker toa, "Dame nasumurung sian Debata Ama...(Damai sejahtera dari Allah Bapa...)"
Pendeta Tohap terus saja berdoa dengan suara kencang guna menutupi suara anak kecil tadi, sembari menunggu mujizat turun dari sorga. Dan ketika ia berseru Amen, lalu membuka matanya secara perlahan, suara anak kecil itupun sudah hening.Â
Ternyata Minar, asisten guru Sekolah Minggu, sudah mencolokkan permen tangkai "chup a chup" ke mulut kedua bocah tersebut.
***
Tohap sebenarnya agak terlambat masuk ke sekolah pendeta. Pendidikan SMA diselesaikannya di tiga sekolah berbeda. Ketika kuliah, ia tiap tahun pindah kampus dan jurusan. Tohap memang termasuk anak bandel. Ompungnya menyarankan agar Tohap dikawinkan saja, tetapi ia tidak mau.
Tulangnya menyarankan agar Tohap menjadi pendeta saja. Akhirnya Tohap dimasukkan ke Sekolah Tinggi Teologi (STT) Nommensen Pematang Siantar. Dan benar saja, Tohap lulus tepat waktu dan menjadi pendeta yang baik.
Kini Tohap ditempatkan di Parlilitan, sebuah kecamatan di Kabupaten Humbahas. Entah kenapa Tohap ini selalu berada di "tempat kering." Gereja kecil dengan jemaat miskin. Dan bukan hanya satu, tapi Tohap harus mengurus tiga gereja kecil lainnya yang menjadi subordinasi gereja mereka itu.
Namun Tohap tetap bersukacita melakukan pekerjaannya. "Ladang tuaian memang banyak, tetapi para penuai sangat sedikit."