Chelsea, No Lukaku No Cry
Stadion Stamford Bridge bergemuruh kala Chlesea menghajar Norwich City 7-0 dalam laga kandang Sabtu kemarin. Kemenangan Chelsea atas Norwich ini memang sudah diprediksi sejak semula.Â
Akan tetapi kemenangan ini dipercaya "tipis-tipis" saja mengingat Chelsea tidak diperkuat oleh dua penyerang utamanya, Romeo Lukaku dan Timo Werner yang sedang cedera. Lini tengah Chelsea juga tidak diperkuat oleh gelandang bertahan dengan "tiga paru-paru," N'Golo Kante.
Dalam urusan mencetak gol, Chelsea bukanlah klub seperti Man City, Liverpool maupun Man United yang sering mencetak gol dengan jumlah besar ke gawang lawannya. Kemenangan Chelsea biasanya tipis-tipis saja. Pakem ini sudah berlangsung lama sejak zaman Mourinho Jilid Pertama.
Maklum Chelsea era Mou hingga Tuchel sekarang ini menganut mazhab "Keseimbangan tim dan penguasaan bola di tengah." Kekecualian hanya pada rezim Lampard yang lebih suka dengan gaya attacking football.
Namun layaknya tim berkarakter menyerang, Chelsea asuhan Lampard ini gampang dibobol lawan karena tidak punya keseimbangan. Sebenarnya titik lemah Chelsea di era Lampard itu terletak pada sosok kiper Kepa Arrizabalaga.Â
Kepa kerap membuat blunder berujung kekalahan bagi Chelsea. Lampard kemudian mendatangkan Edouard Mendy yang kemudian tampil luar biasa.
Tak bisa ditampik kalau Mendy adalah sosok utama keberhasilan Chelsea di era Tuchel dalam meraih banyak prestasi. Mendy adalah "kepingan terakhir dari puzzle Tuchel" di Chelsea.Â
Jejak Mendy tentunya bisa kita lihat lewat jumlah clean sheet dan saves yang telah dibuatnya selama ini. Sayang kebersamaan Lampard bersama Mendy hanya sebentar saja karena Lampard keburu dipecat.
Salah satu legacy Frank Lampard adalah dalam hal membina dan mengorbitkan pemain muda hasil didikan akademi Chelsea sendiri. Mason Mount, Trevoh Chalobah, Reece James, Ruben Loftus-Cheek, Callum Hudson-Odoi, Fikayo Tomori (AC Milan) dan Tammy Abraham (AS Roma) adalah pemain muda yang kemudian menjadi pemain hebat di klubnya.Â
Seandainya Lampard tidak pernah memberikan kesempatan kepada mereka ini, maka penggemar Chelsea tentunya tidak akan mengenal para The Young Blues ini.
Lihatlah karier Daniel Sturridge, Moh Salah, Kevid de Bruyne, Declan Rice, dan Nathan Ake, pemain muda yang terbuang dari Chelsea karena jarang bermain. Sturridge dan Moh Salah kemudian menjadi pemain bintang di Liverpool.Â
De Bruyne menjadi kapten Man City. Declan Rice menjadi kapten West Ham. Man City bahkan harus membayar 45 juta Euro kepada Bournemouth untuk menebus Ake yang dibuang Chelsea.
Sebagai "klub Sultan" Chelsea memang lebih suka membeli pemain bintang yang sudah jadi daripada mematangkan pemain dari akademi sendiri. Itulah pakem yang berlaku sejak Sultan Roman Abramovich bertahta di Chelsea tahun 2003 lalu.
Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditendang. Pada Maret 2019 lalu FIFA menjatuhkan hukuman kepada Chelsea berupa larangan pembelian pemain untuk musim 2019-2020.
Sialnya lagi Eden Hazard, David Luiz, Alvaro Morata, dan Gary Cahill justru keluar ke Real Madrid, Arsenal, Atletico Madrid, dan Crystal Palace. Tentunya pelatih beken akan berpikir dua kali untuk melatih Chelsea. Apalagi targetnya Chelsea harus bisa lolos ke Liga Champions. Lampard kemudian ditunjuk melatih Chelsea.
Akan tetapi hukuman dari FIFA tersebut justru menjadi berkah bagi pemain muda dari akademi "La Cobham," pusat pelatihan The Young Blues. Lampard kemudian menjadikan mereka ini sebagai pemain reguler Chelsea.
Musim pertama di Chelsea dilewati Lampard dengan manis. Bermaterikan pemain muda, Chelsea berhasil dibawanya lolos ke Liga Champions. Musim kedua diharapkan semakin baik karena Chelsea kini sudah bisa membeli pemain baru lagi.
Manajemen Chelsea kemudian mendatangkan Timo Werner dari RB Leipzig, Hakim Ziyech dari Ajax, Ben Chilwell dari Leicester City, Thiago Silva dari PSG, Kai Havertz dari Bayer Leverkusen, dan Edouard Mendy dari Rennes.
Musim kedua Lampard di Chelsea mulai diguncang prahara. Para pemain muda Chelsea ini belum stabil penampilannya, padahal pemain baru masih harus beradaptasi. Sementara itu para pemain lama/senior mulai gelisah dan menuntut jam bermain yang lebih banyak. Situasi di Chelsea memang pelik. Mereka kebanyakan pemain padahal tempat sangat terbatas.
Ketika posisi Chelsea di klasemen anjlok, Lampard kemudian dipecat. Lampard dianggap tidak mampu menangani gejolak diantara para pemain.
Selain itu Lampard juga dianggap terlalu "keminggrisan" karena banyak memainkan pemain muda jebolan akademi Chelsea, yang kebetulan banyak berasal dari Inggris pula.
Ketika Tuchel masuk menggantikan Lampard, ia kemudian mengambil langkah pragmatis. Ia lebih mengedepankan "stabilitas di kamar ganti dan keseimbangan," mirip dengan pendekatan ala Mourinho dulu.
Gaya bermain Chelsea kini antitesis Lampard yang cenderung menyerang. Tuchel kemudian memadukan gaya "semi parkir bus Mou" dengan keterampilan individu pemain untuk melakukan fast-break. Tuchel kemudian merangkul para pemain senior dan meminggirkan para "British Army" yang kurang cakap bermain dengan gaya baru.
Mason Mount yang dianggap anak emas Lampard, Trevoh Chalobah, Reece James, Ruben Loftus-Cheek, Callum Hudson-Odoi, Fikayo Tomori, dan Tammy Abraham kemudian diparkirkan. Tuchel kemudian memberi kesempatan kepada pemain senior dan pemain baru untuk mengisi tempat mereka itu.
Pemain senior yang pragmatis ternyata bisa memberi keseimbangan bagi permainan Chelsea. Berkat bantuan kiper hebat seperti Mendy, Chelsea kini susah dijebol lawan. Namun di sisi lain permainan Chelsea menjadi garing karena lebih bertumpu pada fast break. Gol kemenangan pun jadinya tipis-tipis saja.
***
Menjelang laga Chlesea kontra Norwich City kemarin, Tuchel dipusingkan dengan cedera Lukaku dan Werner. Entah kesambet atau apa, Tuchel kemudian menurunkan skuad pemain favorit Lampard dulu.
Ben Chilwell dan Callum Hudson-Odoi yang sudah lama tak bermain kini dimainkan. Trevoh Chalobah dan Reece James yang sesekali masih dimainkan, juga ada dalam skuad.Â
Ruben Loftus-Cheek akhir-akhir ini mulai sering dimainkan sebagai pemain pengganti. Jadi selama ini hanya Mason Mount yang rutin menjadi pemain inti. Akan tetapi kali ini Tuchel tidak punya pilihan lain, dan hasilnya sungguh tak terduga.
The Young Blues kemudian mengamuk dengan menggelontorkan enam gol. Plus sebuah tendangan Odoi yang kemudian diblok Max Aarons, yang malah menghasilkan gol bunuh diri, untuk "mengganjilkan" tujuh gol ke gawang Norwich City. Ketujuh gol tersebut semuanya dicetak oleh pemain "Keminggris."
Sudah lama Chelsea tidak mencetak gol dengan jumlah banyak. Terakhir kali itu pada 26 September 2019 lalu, kala Chelsea asuhan Lampard menggasak Grimsby Town 7-1 di Piala Liga Inggris. Ke-tujuh gol disarangkan oleh Ross Barkley, Michy Batshuayi (2) Pedro, Kurt Zouma, Reece James dan Callum Hudson-Odoi.
Chelsea paling perkasa itu di era "Don Corleone" Ancelotti dengan menggasak Sunderland 7-2 (Jan 2010) Aston Villa 7-1 (Maret 2010) Stoke City 7-0 (April 2010) Wigan Athletic 8-0 (Mei 2010) serta Aston Villa 8-0 (Desember 2012, dengan pelatih interim Rafa benitez)
Usai pertandingan netizen kemudian bertanya, Havertz, Werner, dan Lukaku didatangkan dengan biaya super mahal adalah untuk menambah daya gedor Chelsea. Lha, kalau para anak muda lokal ini bisa menghasilkan tujuh gol, lantas buat apa mengimpor pemain mahal-mahal? Sebagai catatan, jumlah gol Lukaku, Werner, dan Havertz di EPL musim ini masing-masing adalah 3, 1, dan 1!
***
Apakah saya hendak mengatakan Lampard lebih baik dari Tuchel? Dan pemain "Keminggris" lebih baik dari pemain lainnya? Tentu saja tidak!
Saya pribadi sudah menyukai Tuchel sejak ia melatih Dortmund dulu. Bahkan saya selalu berharap agar Tuchel saja menggantikan Jurgen Klopp di Liverpool! Jadi keberadaan Tuchel di Chelsea memang sudah tepat!
Rudiger, Andersen, Azpi, Jorginho, Kante, dan semua pemain asing Chelsea lainnya adalah pemain-pemain hebat yang sangat dibutuhkan Chelsea. Sayangnya Tuchel tidak mau memanfaatkan semua pemainnya secara maksimal, itu saja.Â
Sebagai penggemar Liverpool, tentunya saya rapopo dan senang atas masalah ini. Akan tetapi sebagi penggemar Tuchel dan sepak bola Inggris, tentunya hal ini sangat disayangkan.
Nah, soal mandulnya Timo Werner ini, saya sudah melakukan penerawangan dan telah menemukan solusinya. Hal ini terkait dengan ghosting plus pehape yang dilakukan Werner terhadap saya dan fans Liverpool lainnya.Â
Duhai Werner, bertobatlah dan kembalilah ke jalan yang benar! Sebab sejak semula rute perjalananmu adalah Leipzig-Liverpool, bukan Leipzig-London! Lalu mengapa kamu tiba-tiba berpindah ke lain hati?
Jadi selama Werner masih berada di London (entah ia pindah ke Spurs atau Arsenal) ia akan tetap mandul. Sebaliknya kalau ia berada di Liverpool maka ia akan kembali lagi menjadi seorang pria sejati! wkwkwk
***
Romeo Lukaku, Timo Werner, Mateo Kovacic dan Christian Pulisic masih dibekap cedera. Untungnya Kante sudah bisa bermain lagi. Tuchel sepertinya masih akan mengandalkan para youngster eks Lampard ini.Â
Ya, para youngster ini memang sangat cocok diturunkan ketika melawan tim yang bermain terbuka. Cepat, kuat, bergairah, tajam, percaya diri, dan skill di atas rata-rata membuat youngster ini mudah mengendalikan permainan.
Tuchel seharusnya puas karena ia kini punya banyak opsi strategi permainan. Jujur saja saya kurang suka dengan Tuchel sejak ia melatih Chelsea dengan gaya pragmatis ini.
Tuchel memang dipuja-puji orang terkait hasil yang telah dicapainya. Chelsea kini menjadi tim yang unbeateable. Man City dan Liverpool pun bisa dibekap. Terakhir, bermain dengan sepuluh orang, Chelsea sanggup menahan imbang Liverpool yang sedang onfire di Anfield Stadium!
Jadi kalau saya bilang saya tak puas dengan Tuchel, orang pasti menertawakan saya. Itu karena orang "menonton hasil pertandingan" Chelsea, bukan "mengamati permainan" Chelsea.
Sampai kemudian orang menonton pertandingan Brentford vs Chelsea. Brentford, klub promosi, yang sepanjang sejarah klub baru pertama kalinya bermain di liga primer ini kemudian benar-benar membuat klub sebesar Chelsea menjadi "samsak!" Chelsea dihujani dengan 17 tendangan dengan 7 tepat sasaran. Mendy bermain gemilang dengan melakukan 6 saves untuk menghindarkan gawang Chelsea kebobolan.
Sebaliknya sepanjang pertandingan "derby London Barat" ini Chelsea hanya mampu melepas 5 tendangan dengan satu, ya hanya "satu" yang tepat sasaran, dan ajaibnya menghasilkan gol pula!Â
Gol itu ditjetak Ben Chilwell, bek kiri yang selama ini terpinggirkan. Sementara itu duet penyerang, Lukaku-Werner hanya "planga-plongo" saja sepanjang pertandingan.
Entah apa yang ada di kepala Tuchel ketika wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Tuchel boleh bangga di depan kamera karena Chelsea menang. Akan tetapi ia tidak bisa membohongi dirinya, kalau ia malu melihat gawang "klub sultan," Chelsea dibombardir oleh "bopung" (bocah kampung) tetangga sebelah itu.
Secara permainan Chelsea kalah telak. Bukan karena Tuchel tidak punya skuad mumpuni, tetapi karena Tuchel tidak bisa memaksimalkan skuadnya sendiri.
Lukaku-Werner-Havertz hampir selalu diturunkan padahal mereka tidak selalu fit (secara mental). Ada beban psikologis yang mengganggu, karena mereka dibeli dan digaji dengan sangat mahal.Â
Apalagi Marina Granovskaia (direktur) dan manajemen Chelsea tentunya juga tidak mau terlihat bodoh, karena membeli pemain mahal tapi mereka ini hanya duduk di bench saja.
Tuchel sejatinya bukanlah sosok "pria berkulit tebal" seperti Mourinho. Ia penganut mazhab sepak bola menyerang seperti yang telah ditunjukkannya bersama Dortmund dan PSG.Â
Masalah di Chelsea memang sangat kompleks. Kemenangan adalah sebuah harga mati. "Tipis-tipis" juga tak apa yang penting harus menang, walau dengan "cara bagaimana pun."
Skuad melimpah pun jadi masalah, karena semua orang ingin bermain. Kini semua "rapor" pemain sudah terbuka. Tuchel kini senang sekaligus susah. Senang karena ia kini tahu potensi dari setiap pemain. Susah karena ia semakin bingung ketika akan menyusun line-up pemain!
Itulah Chelsea, klub sultan yang kurang sabaran dan tidak pernah puas. Klub dengan rekor pemecatan pelatih paling banyak di Liga Inggris.
Salam sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H