Untung tak dapat diraih malang tak dapat dihempang. UU-KPK yang baru rupanya mengamanatkan kalau seluruh pegawai KPK itu harus menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) pula.
Wajar sebab KPK adalah Lembaga Negara. Mosok abdi negara itu bukan ASN? Artinya selama ini bisa saja pegawai KPK itu adalah antek "asing-aseng," PKI, Vietcong, Tamil Elam, KGB, Mossad, CIA, PPD ataupun metromini misalnya, yang tentunya bisa diragukan integritas kebangsaannya bagi Republik Indonesia.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, KPK kemudian bekerjasama dengan Kemenpan RB, Kemenkumham, Pusintel TNI AD, PusPsikologi TNI AD dan BNPT untuk menyelenggarakan asesmen berupa test wawasan kebangsaan sebagaimana juga diterapkan kepada semua calon ASN.
TWK merupakan teknis aparatur negara dalam mengimplementasikan undang undang. TWK dimandatkan UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN dimana terdapat asas dan nilai dasar ASN antara lain meliputi kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI & Pemerintah. Selain itu terdapat UU No 19 Tahun 2019 Tentang KPK yang menyatakan pegawai KPK adalah ASN.
Dengan dasar aturan tersebut kemudian dilaksanakanlah TWK terhadap 1.351 pegawai KPK dan hasilnya 1.274 memenuhi syarat (MS) dan 75 orang Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Masalah kemudian timbul ketika 75 orang TMS itu ternyata adalah "penjaga roh KPK" selama ini! Rupanya di "KPK lama" itu ada dua peraturan. Peraturan pertama, "penjaga roh KPK" tidak mungkin salah. Peraturan kedua, Kalau "penjaga roh KPK" salah, harap baca lagi peraturan pertama!
Selama ini ada jutaan calon ASN yang tersungkur ketika mengikuti tes TWK, dan tidak pernah pula ada yang mempertanyakan materi ujian TWK tersebut. Anehnya ketika 75 orang calon ASN tidak lulus TWK, para pendeta PGI pun ikut kebakaran jenggot. Padahal umumnya pendeta jarang memelihara jenggot. Kalau pendeta jemaat di kampung umumnya mereka ini lebih suka memelihara ayam, itik atau ikan nila daripada memelihara jenggot. Apakah di PGI banyak pendeta jenggotan? Wallahu'alam.
Dari 1.274 pegawai KPK yang memenuhi syarat (MS) tadi pun tidak ada pula yang mempersoalkan materi ujian TWK tersebut. Mungkin disitu pula-lah letak perbedaannya. Mereka ini ketika ditanya, kemudian menjawab dengan jujur sesuai dengan hati nuraninya.
Lha yang TMS ketika ditanya, malah balik "menyelidik dan menyidik" sipenanya tadi. Lha kan jadi repot.
Terbiasa nanya dan menyidik mungkin jadi grogi atau tersinggung ketika ditanyai. Akhirnya jawabannya jadi sedikit ngawur atau bagaimana, tapi yang jelas mereka ini gagal atau TMS menjadi ASN.
Narasi kemudian berkembang bahwa dari sejak awal, mereka yang TMS ini memang sengaja disingkirkan. Apalagi mereka ini memegang kasus-kasus besar. Penulis kemudian terhenyak, apakah soal TWK untuk mereka ini memang berbeda dengan 1.274 pegawai yang MS tadi? Eh ternyata soalnya sama semua! Hahaha... Ini namanya muka buruk cermin dibelai eh dibelah.