Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liverpool Hajar Spurs 3-1 berkat Cibiran Fans MU

30 Januari 2021   00:40 Diperbarui: 30 Januari 2021   00:51 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Firmino dan Mane, sumber : https://i2-prod.liverpoolecho.co.uk/incoming/article16057896.ece/ALTERNATES/s615/0_GettyImages-1139508153.jpg

"Janganlah engkau pernah menghina saudaramu sesama pecinta sepak bola, sebab ketika ia bersedih maka Tuhan akan mendengar kesedihannya, lalu kepadamu ditimpakan pula kesusahan" (Kitab para Nabi & Rasul, Perihal mencintai sesama pecinta sepak bola)

***

Januari 2021 menjadi bulan menggembirakan bagi penggemar klub Manchester United. Hati fans sedang berbunga-bunga seakan-akan Armand Maulana berbisik di telinga lewat lagu "11 Januari."

Betapa tidak, setelah sebelumnya terseok-seok di awal musim, MU kemudian seakan bangkit dari kubur untuk mengejar ketertinggalannya dari para pesaing (terutama Liverpool)

"Tirakat, puasa Senin Kemis," merapal doa hingga puasa menghina fans klub lain (terutama fans Liverpool) sejak awal musim sudah diikhtiarkan semata agar MU terhindar dari bencana memalukan.

Minggu 27 Desember 2020 MU sudah berada di posisi empat, tertinggal empat poin saja dari Liverpool. Kala itu penulis bersyukur MU bisa bangkit kembali, apalagi kedalaman skuat MU adalah yang terbaik di EPL. Memang problem yang dihadapi MU selama ini sebenarnya psikis saja.

Namun penulis membuat catatan. Ketika jarak MU dengan Liverpool di klasemen semakin tipis, maka bersiaplah untuk menebalkan telinga, karena fans MU itu selalu memakai Liverpool sebagai rujukan dalam membuat satu kalkulasi yang berhubungan dengan sepak bola.

Januari 2021 kemudian membuat perubahan besar di papan klasemen. Kini posisinya justru berbalik. MU berada di atas, Liverpool di bawah. Ketika MU kemudian berhasil menahan imbang Liverpool di Anfield, fans MU mengira kalau mereka itu sudah juara Liga Inggris. 

Ketika MU berhasil mengalahkan Liverpool 3-2 di Old Trafford pada laga Piala FA, fans MU mengira kalau mereka ini sudah meraih doubel winner. Itu karena patokannya Liverpool. Padahal musuh bebuyutan yang harus diwaspadai itu adalah Manchester City!

Liverpool memang sedang gegana (gelisah galau merana) tersebab badai cedera yang menimpa lini belakang, plus mandulnya lini serang (dalam 5 pertandingan hanya bisa mencetak sebiji gol)

Segala daya sudah diikhtiarkan termasuk sowan kepada orang pinter dan melakukan ruwatan, tetapi hasilnya nihil. Trio Firmansyah tetap saja seperti ayam jago kehilangan paruh dan tajinya. Untunglah sayap dan bulunya masih lengkap.

***

Bertandang ke markas Tottenham Hotspur, Liverpool datang sebagai underdog dengan membawa cibiran fans MU dan juga Mourinho yang mengatakan kalau Liverpool akan bisa juara EPL 2020/2021.

Maklumlah, Burnley baru saja menorehkan rekor baru ketika berhasil mengalahkan Liverpool di kandangnya sendiri. Padahal Burnley adalah klub peringkat kelima kalau dihitung dari bawah!

Namun cibiran itu kemudian dipakai sebagai cambuk penyemangat bagi seluruh pemain Liverpool.

Di awal pertandingan Liverpool sempat tersentak. Sebuah umpan manis dari si raja asis, Harry Kane langsung dieksekusi Son dengan baik untuk merobek jala Alisson, gol!

Untunglah wasit berbaik hati untuk memeriksa VAR. Gol tadi kemudian dibatalkan karena Son berada dalam posisi offside. Seandainya gol itu disahkan, maka jalannya pertandingan bisa saja akan berbeda.

Kesialan kemudian datang menerpa Spurs. Sebuah tekel keras dari Thiago kemudian menghajar engkel kaki Kane, membuatnya kehilangan taji. Son tanpa Kane ibarat anak ayam kehilangan induk.

Kane adalah separuh nafas Spurs. Apalagi Spurs tidak memiliki pemain kreatif lainnya. Serangan Spurs kemudian hanya bertumpu pada kecepatan dan peruntungan Son belaka.

Serangan cepat di awal lagi tadi kemudian menyadarkan pemain-pemain Liverpool bahwa mereka bisa saja menjadi makanan empuk counter cepat yang menjadi ciri khas Spurs itu. Mereka kemudian merapatkan barisan, Jarak antara bek dengan gelandang dijaga agar tidak terlalu jauh.

Klopp juga cukup pintar dengan menempatkan Thiago di posisi gelandang kanan untuk membantu Salah. Dengan demikian Arnold tidak perlu terlalu sering naik jauh ke depan, agar ia bisa mengantisipasi pergerakan Son.

Inilah salah satu resep keberhasilan Liverpool mengalahkan Spurs. Arnold yang menjadi terdakwa dalam beberapa pertandingan sebelumnya, kini justru menjadi pemain bintang.

Arnold bermain tidak seagresif biasanya. Ia fokus menjadi fullback untuk mengunci pergerakan Son. Setelah ada peluang, barulah ia berlari jauh ke depan. Dengan demikian staminanya tetap terjaga untuk bermain penuh selama 90 menit.

Pertahanan tetap oke, serangan pun boleh! sebiji gol dan sebiji asis adalah petunjuk bahwa Arnold tetap bisa tajam walaupun "bermain dari belakang."

Kembalinya sang kapten, Jordan Henderson benar-benar membawa perobahan bagi keseluruhan tim, baik secara psikis dan juga taktikal. Hendo rajin berteriak untuk mengatur dan mengingatkan rekan-rekannya untuk tetap menjaga posisi.

Hendo adalah raja lapangan tengah Liverpool dan tidak tergantikan. Setelah buntu selama 45 menit, Hendo kemudian naik ke tengah untuk memberikan umpan kunci kepada Mane, yang kemudian memberi asis kepada Firmino untuk menjadi gol pertama Liverpool.

Itulah yang hilang dari Liverpool selama ini. Cedera yang menimpa van Dijk, Gomez dan Matip kemudian memaksa Hendo dan Fabinho bergantian menjadi bek tengah, dan Liverpool kemudian kehilangan "ruh" di tengah.

Fabinho dan Hendo adalah nyawa Liverpool di tengah untuk stabilitas pertahanan dan keseimbangan tim. Pemain ketiga bisa saja Gini (Wijnaldum) Milner, Chamberlain, Thiago, atau Keyta untuk melengkapi kepingan lini tengah sesuai dengan kebutuhan tim.

Kehadiran James Milner dan Gini (Wijnaldum) di tengah juga semakin menambah ketenangan. Lima tahun lalu City menganggap Milner sudah habis, apalagi usianya sudah kepala tiga. Milner kemudian digratiskan untuk pergi ke Liverpool.

Lima tahun berlalu, "orang tua" ini ternyata masih nyaman bermain selama 90 menit sebagai gelandang box to box, bersaing dengan para anak muda belia.

Musim depan Gini akan bermain di Barcelona, tetapi Liverpool tidak akan kehilangan sebab banyak pemain tengah yang bisa menggantikan peran Gini dengan baik.

Akhirnya lini depan yang kini bisa tersenyum lagi setelah sempat kehilangan taji. Lihatlah ekspresi wajah Mane dan Firmino yang seakan tak percaya bisa mencetak gol lagi. Berat betul beban yang mereka sandang selama ini. Ketika mereka kemudian berhasil mencetak gol, maka beban itu segera menghilang tergantikan tawa ceria, hahaha...

Secara umum, apa yang berbeda dengan penampilan Liverpool kemarin?

Menempatkan Thiago di posisi gelandang kanan ternyata sangat tepat. Selama ini Thiago ditempatkan sebagai gelandang bertahan merangkap deep lying play maker, dan gagal. Bukan karena Thiago tak mampu, tetapi lebih tepat karena tidak cocok diterapkan di Liga Inggris yang tempo permainannya sangat cepat. Kalau di Italia, Spanyol, Prancis bahkan Jerman memang berhasil. Buktinya Thiago sukses memainkan peran itu di Bayern Munchen!

Ini mirip seperti kasus Jorginho di Chelsea. Dulu Sarri yakin betul kalau "Sarri ball-nya" itu akan bisa menggoyang Inggris seperti halnya goyang Pantura menggoyang jalur truk Cipali. Itu karena ia membawa serta Jorginho juga.

Apalagi Jorginho ini dianggap sebagai titisan Andrea Pirlo. Kante kemudian digeser menjadi gelandang kanan. Apa yang terjadi sodara-sodara, Jorginho malah menjadi titik lemah Chelsea karena ia kalah cepat dengan pemain lawan!

Bersama bek pengganti, Nathan Philip, Thiago dianggap sebagai pemain Liverpool yang nilainya paling rendah. Apalagi keduanya mendapat kartu kuning pula. Namun tidak begitu dalam pandangan penulis.

Thiago justru perlu mendapat jam bermain banyak agar bisa beradaptasi dengan tim. Dan hal itu terbukti. Permainan Thiago kini semakin cepat, dan ia tidak berlama-lama lagi memegang bola.

Kemarin, posisi Thiago berada sedikit di depan (bukan sejajar) Milner dan Gini, di belakang Firmino dan Salah. Posisi ini ternyata sangat enak bagi keseluruhan tim. Thiago bisa bermain one-two pass dengan empat pemain di sekelilingnya plus bek sayap, Arnold.

Serangan Liverpool kini tidak melulu harus melalui Thiago lagi, tapi Thiago berperan besar untuk mengendalikan bola. Nah, salah satu kunci keberhasilan Liverpool mengalahkan Spurs juga adalah karena pengendalian bola ini.

Wah, penulis tampaknya tidak konsisten! Kemarin Thiago dikecam karena melambatkan tempo permainan. Sekarang Thiago dipuji padahal ia melambatkan tempo permainan juga! 

Nah begini penjelasannya.

Ketika melawan MU, Thiago bertindak sebagai playmaker dan gelandang bertahan. Ia diharapkan bisa menggantikan peran Hendo yang diplot menjadi bek tengah. Apalagi crossing dari kedua bek sayap juga macet. Jadi Thiago diharapkan bisa menjadi pembagi bola seperti peran yang dilakukannya di Munchen. Sayangnya Thiago gagal melaksankan tugasnya, padahal penyerang Liverpool butuh bola-bola cepat. Jadi kehadiran Thiago malah melambatkan serangan balik Liverpool.

Spurs bukanlah MU. Spurs "cari makan lewat parkir bus," lalu melakukan counter attack lewat sihir Kane dan kecepatan Son. Kalau tidak waspada, Liverpool bisa saja dibantai Spurs.

Pada pertandingan pertama di Anfield, Liverpool sangat frustasi menghadapi Spurs. Gol telat Firmino di penghujung laga akhirnya bisa memenangkan Liverpool. Padahal penguasaan bola Liverpool hingga 76%. Liverpool melepaskan 17 tendangan, dengan 11 tepat sasaran, berujung 2 gol saja!

Nah dalam pertandingan di London kemarin, penguasaan bola Liverpool justru cuma 50% saja, sama dengan Spurs. Liverpool melepaskan 14 tendangan, dengan 7 tepat sasaran, berujung 3 gol! Aseek.

Nah disinilah peran Thiago diperlukan untuk melambatkan tempo permainan lewat one-two pass dengan pemain Liverpool lainnya. Pemain Spurs jadinya bingung karena Liverpool tidak menyerang secara membabi-buta seperti biasanya.

Ungtunglah Klopp sudah insap. gegenpressing tanpa henti bisa membawa celaka karena rawan membuat pemain kelelahan dan cedera. Jadi kini Liverpool bermain dengan gegenpressing New-normal. Bisa on-off sesuai kebutuhan. Thiago berperan pada saat gegenpressing mode off.

Untuk urusan gol, Liverpool kemudian kembali ke habitatnya semula tanpa harus mebebani Thiago.

Gol pertama adalah berkat kejelian Hendo yang dari belakang langsung memberi bola kepada Mane.

Gol kedua berasal dari rebound tembakan Firmino yang bisa dimanfaatkan Arnold yang ikut naik menyerang.

Gol ketiga adalah crossing trade-mark Arnold yang disambit langsung oleh Mane. Ketiga gol ini adalah asli ploduk-ploduk Liverpool dengan cara fastbreak cepat, bukan made in Germany yang dikreasi dari lapangan tengah oleh Thiago.

***

Akhirnya MU kembali ke habitatnya semula, lemah gemulai ketika berhadapan dengan klub peringkat satu EPL (dari belakang)

Dua kali pertemuan, dua kali pula SU (Sheffield United) mencetak sepasang gol ke gawang MU. Padahal SU ini terkenal sebagai "klub sebiji," itu karena mereka biasanya cuma berhasil mencetak sebiji gol saja ke gawang lawannya, hahaha...

Ya, sudah penulis takut kualat melanjutkan cerita tentang MU. Yang pasti duel melawan Arsenal akhir pekan ini bisa dipakai sebagai rujukan, apakah MU tetap bisa ikut persaingan merebut gelar juara EPL atau sekedar partisan merebut empat besar saja.

Salam sepak bola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun