Risma melihat gelandangan lalu berhenti dan berbicara. Wagub tidak pernah melihat gelandangan, trus gelandangan tadi dari mana datangnya? "Apakah dari sawah turun ke kali?"
***
Ini adalah salah dua dari persoalan yang harus bisa diatasi Risma ketika "merantau" ke Jakarta.
Persoalan pertama tentunya adalah memperbaiki kinerja Kemensos yang menjadi tugas pokok Risma sebagai pejabat Mensos yang baru. Tugas ini sangat berat karena kredibilitas orang-orang di kementerian ini sering diragukan. Padahal saat ini banyak sekali warga terdampak pandemi yang membutuhkan bantuan sosial dari Kemensos.
Pastinya orang tidak akan bisa bertepuk sebelah tangan. Atau orang Batak bilang, "It takes two to Tango." Orang tidak akan bisa berdansa Tango sendirian saja, selalunya perlu pasangan.
Apakah ada yang yakin kalau Juliari Batubara "bersolo karir" saja dalam kasus OTT KPK kemarin itu.
Nah, hal ini yang perlu disadari oleh Risma, karena sama seperti hama yang menyerang pohon mulai dari akar, batang hingga daun, maka para "pengerat" inipun hadir pula di semua lini, mulai dari halaman parkir hingga rooftop gedung Kemensos!
Kuat dugaan pejabat lama itu tergelincir karena tidak kuat menahan godaan yang sporadis terus-menerus dihembuskan oleh orang-orang di dekatnya. Atau bisa juga beliau itu takut/permisif melihat situasi buruk yang terjadi di Kemensos.
Indonesia yang heterogen tentulah bukan Surabaya yang sedikit lebih homogen, dimana persoalan yang dihadapi sangat beragam, terutama validitas data warga yang terdampak.
Nah masalah data ini memang penyakit yang sampai sekarang belum bisa diatasi. Selalu ada deviasi data lintas instansi/departemen. Bahkan data di dalam satu instansi sendiri bisa berbeda, terkait kepentingan sipembuat data. Apalagi data-data itu tentunya selalu dinamis mengikuti angka kelahiran/kematian dan perpindahan dari warga itu sendiri.
Namun penulis percaya Risma akan bisa memperbaiki sistim pendataan di Kemensos ini berkat pengalamannya sebagai Walikota Surabaya dua periode.